Negara Harus Hadir Selesaikan Konflik Tenurial dan Kejahatan Lingkungan KBT di Kalimantan Timur

Pernyataan Sikap “Nunuq kenap negara taq kameq umaq Lung Isun?” (Bagaimana hati negara terhadap kami kampung Long Isun - Bahasa Dayak Bahau). Jakarta, 13 April 2017-Koalisi Kemanusiaan untuk Pemulihan Kedaulatan Masyarakat Adat (KKPKMA) bersama Masyarakat Kampung Long Isun, Kabupaten Mahakam Hulu, Kalimantan Timur telah melaporkan konflik tenurial dan kejahatan lingkungan hidup di kawasan hutan yang berhadapan dengan IUPHHK PT. Kemakmuran Berkah Timber (Rodamas Group) kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Berdasarkan SK. 217/MENHUT-II/2008 pada tanggal 9 Juni 2008 PT. KBT memperoleh perpanjangan IUPHHK di Kecamatan Long Pahangai dengan luas 82.810 hektar. Berdasarkan dokumen batas kampung Masyarakat Adat Kampung Long Isun tahun 1966, dari luasan izin perpanjangan tersebut, seluas 13.150 hektar berada di wilayah kelola kampung masyarakat adat Long Isun. Akan tetapi berdasarkan Surat Keputusan Bupati Kutai Barat No 136.146.3/K.917/2011 tanggal 4 November 2011 tentang penetapan dan pengesahan Batas wilayah kampung kec. Long Pahangai, PT. KBT menyatakan lokasi 13.150 ha yang dikerjakan pada tahun 2014 sampai dengan saat ini, tidak berada di wilayah kelola adat masyarakat kampung Lung Isun. Masyarakat Kampung Lung Isun dengan tegas menolak segala bentuk aktifitas perusahaan di wilayah adat kampung Lung Isun, termasuk kegiatan PT. KBT. Penolakan ini ditandai dengan penghentian kegiatan penebangan kayu PT. KBT pada wilayah kelola adat yang berada dalam wilayah tanah peraaq[1]. Karena sikap melindungi dan menjaga wilayah kelola adat, seorang tokoh pemuda adat Kampung Lung Isun Theodous Tekwan Ajat, dikriminalisasi oleh PT. KBT, yang berujung pada penahanan dirinya selama 107 hari sejak tanggal 30 Agustus 2014 sampai dengan 15 desember 2014. Sejak tanggal 31 agustus 2014 sampai dengan saat ini, Theodous Tekwan Ajat masih menyandang sebagai tersangka tanpa kepastian hukum. Status tersangka, dan tatacara kepolisian dalam melakukan penangkapan terhadap Teodorus Tekwan Ajat yang dipertunjukan di hadapan masyarakat kampung, serta Surat Keputusan Bupati Kutai Barat No 136.146.3/K.917/2011 tgl 4 November 2011, merupakan alat bagi PT. KBT untuk meredam penolakan dan melakukan penguasaan tanah adat masyarakat Lung Isun. Berdasarkan keadaan tersebut, warga Lung Isun kabupaten Mahakam Ulu, Kalimantan Timur mendesak agar negara Melalui Presiden Republik Indonesia cq. Kementerian Negara lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk menyelesaikan konflik tenurial dan mengambil tindakan hukum dalam rangka memberikan perlindungan hukum terhadap hak-hak masyarakat adat dari tindakan penguasaan dan pemanfaatan lahan dengan bentuk-bentuk kekerasan sebagaimana yang dilakukan oleh PT. KBT. Persoalan tenurial antara Masyarakat Kampung Lung Isun dengan PT. KBT telah berlangung lama, diawali dengan penetapan dan penegasan batas yang dilakukan oleh PT. KBT dengan menggunakan tenaga pihak ketiga, dalam hal ini TNC. Dimana dalam proses penetapan dan penegasan batas kampung PT. KBT dan TNC telah dengan sengaja mengabaikan dokumen penetapan batas kampung Lung Isun tahun 1966, dan hal tersebut melawan tatacara penetapan dan penegasan batas kampung sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 27 tahun 2006 Tentang Penetapan dan Penegasan Batas Desa. Penguasaan kawasan kelola Adat Masyarakat Kampung Lung Isun oleh PT. KBT yang ditopang kriminaliasi, cara penangkapan dan SK bupati menjadi alat pembenar bagi PT. KBT melakukan kegiatan yang berdampak negatif pada ekonomi, sosial dan budaya masyarakat yakni:
  1. Sungai Besangaq anak dari sungai meraseh berada di kawasan Tana’ Berahan merupakan sumber air warga yang hidup di sepanjang sungai, menjadi kotor, populasi ikan berkurang;
  2. Aktivitas penebangan dan kebisingan yang ditimbulkan menyebabkan hewan buruan masyarakat bermigrasi kekawasan hutan yang lebih jauh, sudah berpindah semakin dalam ke hutan karena takut suara bising dari aktifitas KBT,
  3. Terbukanya potensi konflik horizontal dalam masyarakat kampung Lung Isun, dan antara masyarakat kampung lung isun dengan masyarakat kampung Naha Aruq. Indikasi konflik horisontal ini ditandai dengan komunikasi yang memburuk dengan masyarakat Naha Aruq yang memiliki hubungan kekerabatan dengan masyarakat Lung Isun. Kehadiran PT. KBT telah memisahkan masyarakat, memecahkan keluarga mereka.
  4. Masyarakat kampung lung isun tidak merasakan keamanan dan perlindungan ketika berhadapan dengan pemerintah dan aparat keamanan.
Berdasarkan fakta dan dalil yang telah diuraikan di atas, KKPKMA meminta kepada Presiden Republik Indonesia Cq. Kementerian Negara Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk hadir dan memenuhi tuntutan Masyarakat Adat Kampung Lung Isun, sebagai berikut:
  1. Pengakuan dan Perlindungan Hukum Masyarakat Kampung Lung Isun sebagai       Masyarakat Hukum Adat yang memiliki hak mengelola dan mengatur wilayah kampung lung isun berdasarkan nilai adat-istiadat;
  2. Mengeluarkan IUPHHK PT. KBT dari Wilayah Kelola Masyarakat Adat Kampung Lung Isun;
  3. Membebaskan wilayah kelola Masyarakat Adat Kampung Lung Isun dari segala bentuk Investasi;
  4. Menghentikan bentuk-bentuk kekerasan dan kriminalisasi dalam agenda penguasaan dan pengusahaan lahan
  5. Memulihkan batas kampung Lung Isun sebagaimana peta tahun 1966 yang sudah disetujui antara masyarakat adat dan pemerintah.
  6. Rehabilitasi hak dan martabat Theodorus Tekwan Ajat;
Presiden Jokowi telah berkomitmen memberikan perlindungan kepada Masyarakat Adat, sebagaimana janji Nawacita, sudah semestinya janji Nawacita tersebut dijalankan. (selesai) Salam Adil dan Lestari Narahubung
  • Fatur Roziqin (08115448002)
  • Hari Darmanto (081350176742)
  • Icnasius Nyang (081253483305)
  • Carolus Tuah (085350026444)
  • Zenzi Suhadi (081289850005)
[1] Kawasan hutan cadangan (bahasa Dayak Bahau)