OTT di Lampung Tengah, Bukti Regional Infrastructure Development Fund  Dan Proyek PT. SMI dari Bank Dunia, AIIB, ADB, dan GCF Rentan Korupsi

Pernyataan Pers Bersama
Koalisi Pemantau Pembangunan Infrastruktur
 
(Jakarta, 17 Feb 2018). Pada 14-15 Februari 2018, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap 19 orang dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Kabupaten Lampung Tengah, Bandar Lampung dan Jakarta, yang terdiri dari anggota DPRD Lampung Tengah, Pemerintah Kabupaten, serta pihak swasta. Dalam keterangan persnya, KPK menyatakan OTT dilakukan terkait dugaan suap oleh eksekutif/pejabat Pemkab Lampung Tengah kepada Legislatif DPRD Kabupaten Lampung Tengah, berkaitan dengan persetujuan DPRD atas pinjaman daerah dari PT. Sarana Multi Infrastruktur (SMI) sebesar Rp 300 Miliar.
 
Wakil Ketua KPK juga menyatakan bahwa rencana pinjaman dari PT. SMI tersebut digunakan untuk pembangunan proyek infrastruktur yang akan dikerjakan Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Kabupaten Lampung Tengah. Untuk mendapatkan pinjaman, dibutuhkan Surat Pernyataan yang disetujui atau ditandatangani bersama dengan DPRD Kabupaten Lampung Tengah sebagai persyaratan Nota Kesepahaman (MoU) dengan PT. SMI. Untuk mendapatkan persetujuan tersebut, diduga terdapat permintaan dana sebesar 1 Miliar rupiah.
 
Perlu di garisbawahi bahwa pada 2017, Bank Investasi Infrastruktur Asia (Asia Infrastructure Investment Bank/AIIB), yaitu Bank raksasa yang diciptakan oleh pemerintah RRC pada 2016 dan Bank Dunia menyetujui pemberian dana hutang senilai USD 100 juta masing-masing (total USD 200 juta) untuk proyek infrastruktur PT. Sarana Multi Infrastruktur (PT. SMI) untuk Regional Infrstructure Development Fund (RIDF), yaitu dana khusus untuk proyek-proyek infrastruktur di daerah seperti Lampung yang akan didistribusi melalui PT. SMI. RIDF bertujuan menambah akses kredit bagi pemerintah daerah untuk membiayai proyek-proyek infrastruktur termasuk penyediaan fasilitas air dan sanitasi, jalan, serta transportasi (dokumen Bank Dunia Report No. PAD1579).
 
PT. SMI juga menerima dukungan dari Bank Pembangunan Asia (Asia Development Bank/ADB), dan bermitra dengan International Finance Corporation (IFC), yang notabene termasuk sebagai pemegang saham dalam PT. Indonesia Infrastructure Finance (IIF), sebuah perusahan kontroversial dan bermasalah yang mendanai proyek-proyek dengan tingkat penggusuran massal, konflik yang tinggi dan penghancuran lingkungan, juga ada tuduhan korupsi. Pada 2017, Bank Dunia memberi pinjaman USD 200 juta kepada PT. IIF. IFC, dengan Standard Chartered Bank dan Deutsche Bank, mengatur pinjaman USD 250 juta kepada PT IIF di 2014.
 
Pada 2016, Green Climate Fund (GCF), sebuah lembaga internasional yang berencana mencairkan ratusan juta dollar AS untuk perubahan iklim, menyetujui akreditasi PT. SMI sebagai mitra yang diperbolehkan menerima “dana iklim” dari GCF. Tetapi Panel Akreditasi GCF menemukan bahwa PT. SMI, selain “tidak punya kebijakan pengungkapan” (disclosure policy), juga tidak memenuhi secara penuh syarat fiduciary, termasuk tentang procurement [seperti tender pembelian, atau kontrak].
 
Peristiwa operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK di Lampung Tengah menjadi bukti bahwasanya potensi korupsi di proyek PT. SMI di tingkat daerah sangat besar peluangnya, Kepala Daerah melakukan suap hanya untuk mendapatkan restu atau persetujuan DPRD demi meraih pinjaman.
 
Berdasarkan riset Indonesia Corruption Watch (ICW) atas dasar data KPK yang dipublikasikan pada Juni dan Agustus 2016, terdapat 10 propinsi terkorup di Indonesia dan yang diketahui ada 173 kepala daerah dan wakil kepala daerah yang telah menjadi pelaku korupsi, di mana korupsi di sektor infrastruktur adalah yang terbesar merugikan keuangan negara. Untuk 3 propinsi saja pelaku korupsi dengan perkiraan kerugian negara sebesar 47,2 juta dollar dan untuk sektor infrastrutktur ada dugaan kerugian negara sebesar 37,3 juta dollar, maka kedua nilai korupsi ini sebesar 84,5 juta dolar. Angka hampir sebanding dengan jumlah dana yang diberikan Bank Dunia untuk RIDF sebesar 100 juta dollar.
 
AIIB, Bank Dunia, ADB, IFC, dan GCF sebagai lembaga keuangan publik mempunyai syarat ketat tentang pencegahan korupsi, dan semua Bank Pembangunan Multilateral atau lembaga ini dilarang keras mendukung atau mendanai proyek-proyek dan lembaga yang korup. Dengan tingkat kerawanan korupsi di tingkat dearah, jelas bahwa mereka harus tinjau kembali keterlibatan mereka dengan PT. SMI.
 
Berdasarkan uraian di atas, Koalisi Pemantau Pembangunan Infrastruktur menuntut :
 
AIIB dan Bank Dunia harus meninjau kembali kebijakan mereka dalam memberikan pinjaman untuk RIDF di Indonesia. Perilaku koruptif Kepala Daerah, minimnya transparansi, serta buruknya laporan keuangan Pemerintah Daerah harus menjadi pertimbangan dalam menentukan atau mengabulkan pinjaman atau tidak. Hal ini telah melanggar prinsip kehati-hatian yang merupakan kewajiban dipatuhi AIIB dan Bank Dunia dan peminjamnya, sebagaimana diatur dalam Environmental and Social Safeguards Policy milik Bank Dunia dan Envorinmental and Social Framework AIIB;
Begitu juga bagi ADB dan IFC, perlu kiranya meninjau kembali keterlibatan mereka terhadap PT. SMI dan “anaknya” PT. IIF;
 
Green Climate Fund, sebagai lembaga internasional mempunyai syarat ketat tentang pencegahan korupsi, perlu tinjau kembali bukan hanya akreditasi PT SMI sebagai penerima dana GCF tetapi juga rencana pemberian akreditasi dan dana kepada “anaknya”, PT. IIF;
 
Lembaga keuangan internasional perlu menerangkan kepada publik bahwa bagaimana mungkin sistem dan syarat anti-korupsi mereka bisa dilaksanakan dalam konteks korupsi tinggi seperti ini. Terlebih menuju musim pemilu daerah, dimana kecenderungan korupsi sedang meningkat.
 
Melihat kecenderungan perilaku Pemerintah Daerah, dan rekam jejak serta minimnya kemampuan PT. SMI dalam mengontrol RIDF dan PT. IIF, akan membuka peluang untuk korupsi termasuk di pemerintah daerah sehingga proyek-proyek infrastruktur yang seharusnya selesai, justru terbengkalai. Sekiranya karena korupsi demi mendapatkan RIDF selain proyek infrastruktur jadi terbengkalai, RIDF itu sendiri menjadi semacam peluang baru untuk mengeruk keuntungan pribadi dan atau kelompok melalui korupsi.
 
Koalisi Pemantau Pembangunan Infrastruktur
 
WALHI – ELSAM – WALHI LAMPUNG – ILRC – INDIES – WALHI SULAWESI SELATAN – DEBTWATCH – TUK INDONESIA  – WALHI JAWA BARAT
 
Nara Hubung :
Andi Muttaqien 08121996984
Edo Rakhman 081356208763
Siti Aminah  081908174177