Pembangunan PLTP Gunung Talang – Bukit Kili, Diwarnai Pemaksaan Negara dan Kriminalisasi Rakyat

Provinsi Sumatera Barat yang masuk dalam lingkaran cincin api (ring of fire) dunia mendapatkan berkah dengan adanya jajaran gunung berapi aktif yang menyumbangkan kesuburan tanah yang sangat cocok bagi pertanian. Hal inilah yang membuat daerah ini menjadi lumbung pangan penting di Pulau Sumatera. Masyarakatnya yang sebagian besar petani menghasilkan beras, buah-buahan dan sayuran dengan kualitas sangat baik yang memenuhi kebutuhan pangan yang tidak hanya masyarakat  Sumatera Barat, namun juga kebutuhan pangan bangi masyarakat provinsi Riau dan Jambi. Selain potensi kesuburan tanah, Sumatera Barat juga memiliki potensi panas bumi yang selama ini sumber air panasnya dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai tempat wisata dan pemandian air panas. Potensi panas bumi dalam presentasi Kepala Dinas ESDM Sumatera Barat juga diproyeksikan menjadi sumber pembangkit listrik. Saat ini Sumatera Barat memiliki 16 titik potensi panas bumi. Salah satu potensi tersebut berada di Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) Gunung Talang-Bukit Kili. Tahun 2016 Menteri ESDM menetapkan PT. Hitay Daya Energi asal Turki sebagai Pemenang Lelang pengembangan WKP Gunung Talang-Bukit Kili sesuai dengan Kepmen ESDM Nomor : 06/10.10/WKP-4/KESDM/2016 tentang Keputusan Pemenang Lelang WKP Gunung Talang-Bukit Kili. Untuk memulai kegiatan eksplorasi di Kabupaten Solok , pada tanggal 21 Juni 2017 PT. Hitay Daya Energi memperoleh izin lingkungan untuk melakukan eksplorasi di wilayah kerja yang telah ditetapkan. WKP Gunung Talang-Bukit-Kili ini berdasarkan luas reservoirnya berada pada lahan seluas 27. 000 Ha yang  meliputi 22 Nagari dan 5 Kecamatan yang ada di Kabupaten Solok. Lahan tersebut meliputi areal pertanian, pemukiman dan hutan lindung. Masyarakat yang bermukim di sekitar Gunung Talang (Salingka Gunung Talang) beraktivitas sebagai petani hortikultura. Lahan pertanian di Salingka Gunung Talang sangat produktif dan merupakan sentra pertanian hortikultura di Sumatera Barat. Hasil pertanian salingka Gunung Talang memenuhi kebutuhan sayur-sayuran di Sumatera Barat dan provinsi disekitarnya. Rencana pengembangan WKP Gunung Talang - Bukit Kili sebagai pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) mendapat penolakan dari masyarakat salingka Gunung Talang.

Masyarakat yang pada umumnya petani menolak rencana pembangunan PLTP tersebut dengan alasan 1). Aktivitas ekplorasi dan produksi PLTP mempengaruhi sumber air, 2). Dampak buruk kegiatan geothermal seperti amblesan dan manifestasi liar berdampak  terhadap lahan pertanian,3). Masyarakat tidak pernah dilibatkan dalam perencanaan pembangunan PLTP tersebut sehingga tidak memahami secara menyeluruh dampak dan manfaat dari pembangunan ini. Pascasarjana Universitas Andalas memfasilitasi pertemuan para pihak dan pakar di Sumatera Barat untuk meningkatkan pemahaman terkait dengan manfaat dan dampak pembangunan PLTP. Pertemuan yang dilaksanakan pada 16 September 2017 ini memunculkan beberapa informasi penting. Kepala Dinas ESDM Sumatera Barat mengatakan Sumatera Barat mempunyai potensi energi yang sangat besar dari Panas Bumi, gelombang laut, angin, air, biomass, biogas, energi surya dan lain-lain. Saat ini kondisi kelistrikan di Sumatera Barat sudah mencapai RD 96 % dan RE secara nasional 92 %. Pembangunan pembangkit listrik diproyeksikan untuk mendukung kebutuhan industry. Pada dialog akademis ini Hasanudin dari Asosiasi Panas Bumi Indonesia mengatakan bahwa kegiatan eksplorasi panas bumi belum tentu berhasil, bisa jadi gagal. Ada banyak risiko dalam kegiatan panas bumi, salah satunya potensi kerugian karena kegiatan ekplorasi panas bumi berbiaya tinggi. Selain itu ketidakpastian regulasi juga mengkhawatirkan investor. Soal resiko kegagalan kita bisa lihat di Tangkuban Perahu, patah dan perusahaan rugi. Kita juga tidak menutupi bahwa perusahaan banyak yang tidak bertanggungjawab dan pemerintah pusat juga tidak jelas tanggungjawabnya. Selain kegiatan Dialog Akademis yang difasilitasi oleh Pascasarjana Universitas Andalas, ada banyak pertemuan dengan para pakar lainnya dilakukan termasuk yang difasilitasi oleh DPRD Sumatera Barat. Namun Pemerintah dan perusahaan tergolong lalai dalam menyelesaikan konflik yang ada, hal ini terbukti dengan tidak dilaksanakannya rekomendasi-rekomendasi  yang diberikan berdasarkan dialog akademis, expert meeting dan hearing bersama DPRD Provinsi Sumatera Barat. Dalam rekomendasi yang diberikan,  pemerintah dan perusahaan diminta untuk : 1). Melakukan valuasi ekonomi lingkungan atas aktifitas ekonomi di Kawasan Gunung Talang 2). Melakukan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) untuk Kabupaten Solok dan 3). Perusahaan diminta untuk menghentikan aktivitas di lapangan sebelum ada penyelesaian konflik serta 4).

Hentikan upaya kriminalisasi atas masyarakat. Dalam memperjuangkan aspirasinya, masyarakat telah beberapa kali melakukan aksi demo di depan Kantor Bupati Solok. Namun respon pemerintah dengan menghadirkan aparat keamanan  untuk mengawal perusahaan memaksa masuk ke lokasi proyek sangat disayangkan. Kehadiran aparat kepolisian TNI AD , Marinir dan SatPol PP untuk mengawal perusahaan jelas mencederai saya keadilan masyarakat. Aksi penolakan yang dilakukan oleh masyarakat Salingka Gunung Talang berbuntut terjadinya kriminalisasi dan intimidasi terhadap masyarakat. Saat ini 3 orang tokoh masyarakat Salingka Gunung Talang ditahan dan 9 orang lainnya masuk daftar pencarian orang (DPO). WALHI menilai bahwa persoalan geothermal tidak semata-mata hanya dilihat sebagai sumber energi. Namun lebih jauh, persoalan ini harus dilihat secara utuh dalam konteks politik energi nasional dan daerah (Sumatera Barat). Pertanyaan kritisnya adalah bagi kepentingan siapa proyek geothermal ini? Apakah untuk kepentingan rakyat di Sumatera Barat, khususnya di daerah gunung Talang? Pertanyaan kritis ini wajib diajukan, mengingat Sumatera Barat merupakan salah satu wilayah yang surplus listrik di satu sisi, dan di sisi yang lain justru di wilayah ini telah ada sumber energi mikrohydro yang bukan saja sumber energi bersih, tetapi juga bisa dikuasai oleh rakyat. Sehingga dugaannya bahwa proyek geothermal ini lagi-lagi untuk kepentingan industri dan dikuasai oleh industri/perusahaan.