Penegakan Hukum Tegas terhadap Perusahaan adalah Jalan Keluar Sumsel Bebas Kahutla dan Asap, Bukan Tembak Ditempat

Pernyataan Sikap WALHI Sumatera selatan Data WALHI Sumsel dan Koalisi Masyarakat Sipil Sumsel pada 2015 menunjukan bahwa luas hutan dan lahan Terbakar di Sumsel mencapai  837.520 hektar, 410.962 Hektar diantaranya adalah lahan Gambut yang tersebar di sedikitnya 3 Kabupaten yaitu Musi Banyuasin, Banyuasin dan Ogan Komering Ilir. Dari luas Hutan dan lahan terbakar tersebut, yang berada di dalam Konsesi Perusahaan Perkebunan seluas 109.024 Hektar dan  perkebunan Kayu atau Hutan tanaman Industri seluas 375.561 Hektar. Sampai saat ini, belum ada tindakan tegas yang dilakukan oleh Aparat Penegak hukum, Pemerintah daerah (instansi terkait) dan juga Kementerian  Lingkungan Hidup dan Kehutanan  maupun Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/BPN, yang mempunyai wewenang penuh untuk menindak tegas secara Hukum Perusahaan Pelaku Pembakar Hutan dan Lahan sesuai dengan Undang undang 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup, Undang Undang Kehutanan No 41 Tahun 2009 maupun undang Undang Perkebunan No  39 tahun 2014 . Contoh kasus Kebakaran Hutan dan lahan yang melibatkan salah satu perusahaan Perkebunan Kayu/Hutan Tanaman Industri di Kabupaten OKI PT. Bumi Mekar Hijau, yang sampai dengan saat ini tidak ada tindakan hukum lanjutan (Kasasi) yang dilakukan oleh KLHK setelah putusan Banding Pengadilan Tinggi yang menyatakan PT. BMH bersalah, karena telah membakar Hutan seluas 20.000 hektar pada 2014 lalu. Saat ini bukannya pemerintah dan aparat penegak Hukum melakukan penegakan Hukum baik pidana dan perdata dan administratif berupa Pencabutan izin dan menuntut Pemulihan serta ganti rugi Lingkungan terhadap Perusahaan pelaku Karhutlah. Tapi, Dansatgas Karhutlah Sumsel Kolonel Inf Kunto Arief Wibowo  yang juga Komandan Korem 044 Garuda Dempo malah membuat pernyataan yang menurut kami jauh dari pokok penyelesaian masalah Karhutlah di Sumsel dengan memerintahkan Jajarannya melakukan tembak di tempat terhadap pembakar hutan dan lahan serta TNI dalam melakukan patroli membawa senjata laras Panjang (Kompas.com, 28/07). Selanjutnya 2 hari setelah Pernyataan ini di keluarkan, Panglima Kodam (Pangdam) II Sriwijaya Mayor Jenderal TNI AM Putranto di sela kunjungannya ke koramil Indralaya. Juga mengatakan, jangan ragu untuk melakukan penembakan terhadap pelaku pembakar hutan dan lahan (Kompas.com,30/07). Pernyataan dan perintah dari Dansatgas menunjukkan watak militeristik dalam penanganan karhutla. Direktur WALHI Sumsel, Hadi Jatmiko menyatakan bahwa “bahwa perintah ini diarahkan untuk masyarakat kecil”. “Perintah tembak di tempat ini menurut kami, hanya akan menimbulkan keresahan bagi Petani, masyarakat adat dan lokal, yang selama ini selalu dijadikan kambing Hitam terkait kasus kasus Karhutlah oleh aparat penegak hukum dan perusahaan”  Padahal  aktifitas Bertani atau pengelolaan hutan dan lahan yang mereka lakukan dilindungi dan diakui Undang-Undang No 32 Tahun 2009 serta aturan di bawahnya. Perintah tembak di tempat ini sangat bertentangan dengan Kostitusi Negara kita sebagai Negara Hukum dan juga berpotensi melanggar Hak Asasi Manusia, serta mengkhianati cita-cita Reformasi yang akan mengembalikan Negara ini kepada rezim otoriter Orde baru yang tentu seluruh elemen Bangsa Menolaknya. Atas hal tersebut maka kami WALHI Sumatera selatan mendesak :

  1. Pangdam II Sriwijaya untuk menarik perintah tembak ditempat bagi Pelaku Pembakaran Hutan dan Lahan dan dalam menyelesaian kasus Karhutlah. Karena, tindakan tersebut tidak menyelesaikan masalah Pokok yang terjadi selama ini di Sumsel dan berpotensi melanggar Konstitusi dan hak Asasi Manusia (HAM) serta menimbulkan masalah baru. Dansatgas karhutla tidak menggunakan pendekatan militeristik dalam upaya penanganan karhutla
  2. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Kementerian ATR/BPN untuk melakukan Penegakan Hukum mencabut Izin Izin Perusahaan Kehutanan dan Perkebunan yang melakukan Pembakaran Hutan dan Lahan di Sumsel dan menuntut Ganti Rugi dan pemulihan Lingkungan Hidup.
  3. POLDA Sumatera selatan dan pemerintah Daerah untuk menghentikan upaya kriminalisasi dan kambing hitam bagi petani, Masyarakat lokal dan Adat dalam Kasus Karhutlah serta menghentikan upaya tebang pilih dalam menghadapi pelaku Kejahatan Lingkungan Hidup Karhutlah. Dimana sampai dengan saat ini, tidak ada satu kasus Karhutlah pun yang melibatkan perusahaan dan diusut serta dituntut ke meja Hijau.

Palembang, 02 Agustus 2017 Kontak Person : Hadi Jatmiko Direktur Walhi Sumsel : 0812 731 2042