Perempuan Bergerak, Melawan Industri Ekstraktive Batubara

 width=

Jakarta- Setiap tahun, di berbagai belahan dunia memperingati hari perempuan internasional yang jatuh setiap tanggal 8 Maret, demikian juga halnya di Indonesia. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) sebagai bagian dari organisasi masyarakat sipil turut mengambil bagian dalam peringatan hari perempuan internasional ini.

Khalisah Khalid, Kepala Departemen Kampanye dan Perluasan Jaringan Eksekutif Nasional WALHI menyampaikan “pada peringatan hari perempuan internasional tahun ini, WALHI menggalang kekuatan untuk menyuarakan perlawanan perempuan terhadap industri ekstraktive tambang, khususnya batubara dan PLTU batubara. Selain di Jakarta, berbagai aksi dan aktivitas Perempuan Bergerak Melawan Industri Ekstraktive Batubara, dilakukan di berbagai wilayah yang saat ini tengah menghadapi ancaman industri keruk yang rakus tanah dan air, serta merampas ruang dan kedaulatan perempuan, antara lain di Bengkulu, Jambi, Sumatera Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah dan Jawa Barat”.

Pilihan pembangunan yang berwatak patriarkal diwakili oleh industry tambang dan industry ekstraktif lainnya yang memiliki karakter eksploitatif terhadap sumber-sumber kehidupan, memarjinalisasi fungsi alam dan ekosistem bagi kehidupan, mengorbankan kepentingan kehidupan perempuan, meluluhlantahkan sumber-sumber kehidupan, menghancurkan kearifan tradisi dan budaya. Menggunakan ilmu pengetahuan, teknologi dan system yang meminggirkan perempuan, dan kerap kali menggunakan kekuasaan yang berbasis pada kekerasan, dan berujung pada konflik sumber daya alam.  Dari periode ke periode pemerintahan, watak dan pilihan pembangunan ekonomi ini tidak pernah berubah, tegas Khalisah Khalid.

Selain dampak buruk batubara dan PLTU batubara yang dialami oleh semua orang, ada dampak spesifik atau khusus yang dialami oleh perempuan. Kesehatan reproduksi perempuan yang hidup di sekitar wilayah tambang batu bara terancam akibat tercemarnya sumber air dari limbah tambang, kita tahu kebutuhan spesifik perempuan terhadap air lebih besar dari laki-laki. Ketika bicara soal industry tambang, urusannya direduksi seolah-olah hanya terkait dengan pembebasan lahan, kompensasi dan ganti rugi, padahal di ruang itulah perempuan banyak tidak memiliki kontrol terhadap tanahnya.

Bentuk pelanggaran hak asasi manusia lain yang dialami oleh perempuan namun sering kali tidak terlihat adalah ketika industri ekstraktive mengabaikan nilai pengetahuan dan pengalaman perempuan dalam kekayaan alamnya, sekaligus menegasikan esensi posisi dan peran perempuan dalam pengelolaan kekayaan alamnya, termasuk di dalamnya peran sebagai penjaga pangan dan dan pengetahuan pengobatan. Semua pengetahuan dan pengalaman tersebut dihilangkan secara struktural oleh pertambangan dengan sokongan penuh pengurus negara. Kemandirian perempuan untuk mendapatkan sumber ekonomi keluarga turut dihancurkan. Ketika perempuan tidak memilki wilayah kelolanya, dan akhirnya memilih migrasi dengan bekerja di kota atau di luar negeri, ancaman kekerasan baru terus mengintai, karena keabsenan negara melindungi hak asasi perempuan.

Meskipun berbagai lapis kekarasan dialami oleh perempuan dan kelompok rentan lainnya, pada sisi yang lain kita juga menjadi saksi sejarah bahwa begitu besar peran dan inisiatif perempuan dalam memperjuangkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, mempertahankan tanah dan airnya, menyelamatkan ibu bumi dari ancaman industri ekstraktive yang rakus.

Karenanya, pada peringatan hari perempuan internasional ini, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) menyampaikan desakan kepada pemerintahan Jokowi – JK dan pemerintahan ke depan untuk (1) mengoreksi secara mendasar kebijakan ekonomi yang bertumpu pada industri ekstraktive yang telah merampas sumber-sumber kehidupan perempuan, yang berujung pada pemiskinan struktural terhadap perempuan, (2) Melakukan pemulihan atas hak-hak sosial, budaya dan ekologis yang selama ini telah dihancurkan oleh pembangunan atas nama pertumbuhan ekonomi,  (3)Memberikan pengakuan dan perlindungan terhadap inisiatif perempuan dan komunitasnya dalam melindungi lingkungan hidup dan mengelola sumber-sumber agrarianya yang kini semakin terancam oleh industri tambang, (4) Menghentikan berbagai tindak kekerasan dan kriminalisasi terhadap perempuan yang memperjuangkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, serta melindungi perempuan pembela lingkungan hidup dan pejuang agraria. (5) Melibatkan partisipasi perempuan secara bermakna dalam pengambilan kebijakan/keputusan dari tingkat desa hingga nasional, (6) Mengakui dan memajukan pengetahuan dan pengalaman perempuan didalam mengelola lingkungan hidup dan sumber-sumber agraria.

Di tahun politik ini, WALHI mengajak seluruh elemen masyarakat, untuk terus mengkonsolidasikan dan memperluas agenda politik lingkungan hidup dan hak asasi manusia, khususnya hak asasi perempuan atas lingkungan hidup dan sumber-sumber kehidupan sebagai sebuah agenda politik rakyat baik dalam momentum pilkada maupun pemilu secara nasional di tahun 2019. WALHI juga mengajak seluruh elemen masyarakat untuk bersolidaritas dan mendukung gerakan perempuan yang saat ini tengah berjuang mempertahankan tanah dan airnya dari industri ekstraktive. (selesai)