Perlu Kajian Komprehensif untuk Pembangunan di Kawasan Hutan Batang Toru

Medan, 19 Oktober 2018. Kewenangan dan tanggungjawab terhadap perlindungan kawasan hutan Batang Toru sepenuhnya ada pada Pemerintah. Namun pemerintah jangan gegabah menyimpulkan bahwa tidak ada dampak buruk atas pembangunan PLTA yang dibangun oleh PT. NSHE di kawasan hutan Batang Toru. Pada prinsipnya WALHI SUMUT mendorong energi terbarukan seperti PLTA, namun jika ada dampak buruk akibat pembangunan PLTA skala besar seperti terancamnya habitat Orangutan Tapanuli, maka kami akan selalu mengkritisi. Disisi lain, kami juga mendesak melalui Pemerintah untuk mempublikasi kajian jika sudah dilakukan, sehingga masyarakat luas mengetahui dampak buruk apa yang akan terjadi jika pembangunan PLTA dilanjutkan, apalagi lokasi pembangunan PLTA berada di patahan Sumatera (patahan toru/fault zone of toru) dan berada di lokasi rawan gempa, terang Direktur WALHI SUMUT, Dana Tarigan. Menyikapi pendapat dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (MenLHK) Siti Nurbaya sebagaimana dalam artikel yang dimuat di Antaranews.com “KLHK: Orangutan tidak terganggu pembangunan PLTA Batangtoru”. Hal ini menunjukkan bahwa Ibu Menteri LHK tidak memahami ekologi dari Orangutan Tapanuli. Tidak memahami proses pembangunan dan pengoperasian proyek PLTA Batangtoru dan juga tidak belajar dari track record konservasi hutan dan SDA di Indonesia yang sangat buruk. Seolah penyataan dari Ibu Menteri LHK mewakili kepentingan dari pihak perusahaan PT. NSHE. Beberapa hal penting yang perlu diketahui oleh masyarakat luas adalah; Pertama: masih ada Orangutan Tapanuli yang masih membuat sarang disekitar lokasi pembangunan awal proyek. Hal ini bukan berarti keberadaan Orangutan Tapanuli tidak terganggu. Orangutan Tapanuli adalah salah satu kera besar yang paling langka dan keberlangsungannya terancam dengan jumlah individu kurang dari 800 ekor. Terancamnya habitat Orangutan Tapanuli atas pembangunan PLTA merupakan gangguan serius, jadi sangat keliru jika langsung menyimpulkan tidak terganggu. Lokasi proyek merupakan habitat Orangutan Tapanuli yang paling kaya. Hal ini berarti bukan Orangutan Tapanuli yang masuk wilayah proyek, justruk proyek yang merebut habitatnya. Wilayah APL (areal penggunaan lain) yang seharusnya sudah dialokasikan dengan status “hutan lindung” karena kondisi areal yang sangat terjal, tanah peka terhadap erosi, curah hujan yang tinggi. Jika dilihat dari analisis kerentanan wilayah dan bahaya, jika dilakukan pembukaan areal maka akan memberi skor >175 mengikuti peraturan kehutanan SK 837. Bahwa dari dulu alokasi kawasan hutan keliru dimana wilayah persawahan di lembah Sarulla masuk dilokasi Hutan Produksi dan Hutan Primer dialokasikan sebagai APL menunjukkan bahwa pengalokasian hutan sudah bermasalah sejak dulu. Jika pemerintah selalu mengatakan bahwa areal yang diperuntukan menjadi PLTA berada di status kawasan APL, apakah pemerintah bisa menjamin bahwa orangutan paham tentang status kawasan hutan, kemudian tidak melintasi atau hidup di areal tersebut ? Hutan Batang Toru adalah rumah bagi Orangutan Tapanuli. Pemerintah khususnya KLHK harus bisa lebih bijak dalam menjaga dan mengelola SDA. Kedua: Bagaimana Ibu Menteri Siti Nurbaya dapat menyimpulkan bahwa keberadaan Orangutan Tapanuli tidak terancam?. Saat ini sedang dibangun jalan “inspeksi” di lahan terjal dan peka erosi disepanjang 20 Km ke dalam habitat OrangutanTapanuli. Sepanjang jalan akan digali delapan lubang untuk membuat terowongan air (berteknologi canggih). Terowongan akan dibuat dengan ledakan dinamit dan limbah galian (diperkirakan mendekati 8 juta m3 limbah) akan diangkut melalui jalan “inspeksi” dan dibuang pada spoil bank di dalam hutan habitat Orangutan Tapanuli. Maka selama beberapa tahun mendatang, jalan sepanjang 20 km di tengah habitat Orangutan Tapanuli akan ramai dengan ledakan, lalu lintas alat berat, dan pembuangan limbah yang juga berdampak buruk pada masyarakat di pinggiran sungai.

Ibu Menteri Siti Nurbaya mungkin tidak akan terganggu apabila ada alat berat yang bekerja disekitar rumahnya selama beberapa tahun, tetapi Orangutan Tapanuli yang selama ini tidak banyak mengetahui kegiatan manusia, pasti akan terganggu!. Selain itu akan dibangun jalur transmisi listrik yang akan membelah habitat Orangutan Tapanuli sepanjang 14 km. Selain dari pendapat Ibu Menteri LHK, ada hal lain yang di artikel masih mengulangi beberapa hal yang tidak benar atau tidak relevan seperti luas waduk yang dianggap kecil akan tetapi jalan dan jalur transmisi tidak disebutkan diartikel. Kemudian terkait dengan jalan dan jalur transmisi yang akan membelah blok bagian barat hutan Batang Toru juga tidak disebutkan. Pengalaman pahit menunjukkan bahwa tidak pernah ada sejarahnya pembuatan jalan di dalam hutan yang tidak berakibat pada perambahan, penebangan dan pemburuan satwa di kawasan hutan di Indonesia, hal ini juga menjadi dampak turunan atas pembangunan PLTA. Semua janji akan melindungi setiap akses merupakan janji kosong. Begitu juga halnya dengan pendapat bahwa keberadaan PLTA pasti akan melindungi hutan serta mampu menjaga siklus air adalah salah. Tidak akan ada pengaruh terhadap debit air yang masuk dari hulu ke waduk di kawasan hutan tersebut. Fokus artikel yang menyebut Orangutan Tapanuli yang unik. Seolah-olah ancaman terhadap keberadaan dan habitat Orangutan Tapanuli merupakan masalah proyek pembangunan PLTA Batangtoru. Hal ini juga sangat keliru. Proyek swasta yang sangat mahal ini juga akan mengganggu aliran sungai Batangtoru di sebelah hilir dari bendungan. Selama enam jam setiap hari, akan ada pelepasan aliran air lebih dari dua kali lipat aliran normal kemudian selama delapan belas jam sungai akan hampir kering. Ini akan mengganggu aktivitas masyarakat sehari-hari di wilayah hilir. Usaha perikanan, sawah dan transportasi akan dirugikan. Pola erosi sungai akan berubah drastis. Sampai sekarang PT NSHE belum pernah publikasikan kajian hidrologi. Selain itu, proyek PLTA Batangtoru yang akan dibangun sangat dekat dengan patahan Sumatera (patahan toru/fault zone of toru) dan berada di lokasi rawan gempa.

Tentu saja ini akan meresahkan masyarakat yang tinggal di hilir. Kita tidak dapat memprediksi terjadinya gempa, akan tetapi kita bisa meminimalisir dengan upaya mitigasi bencana. Hal ini dapat dihindari jika keberlangsungan proyek ini dihentikan!. Jika proyek ini tetap berlangsung, maka tinggal menunggu bencana datang di daerah pusat gempa dengan tanah sangat peka terhadap erosi dan perbukitan yang terjal! Proyek PLTA Batang Toru merupakan proyek swasta yang sangat mahal, didanai dengan pinjaman dari luar negeri, dibangun oleh perusahaan asing, akan tetapi masyarakat Indonesia akan dibebani untuk pembayaran ke pihak PLN (Perusahaan Listrik Negara). Ada alternatif lain untuk sumber energi baru terbaharukan seperti geothermal, mikro dan minihidro. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan semestinya melakukan kajian secara konprehensif terlebih dahulu sebelum memberikan keterangan. Jangan memberikan kesimpulan bahwa itu tidak berdampak jika belum melakukan kajian secara komprehensif. Untuk itu, kami mendesak pemerintah untuk terlebih dahulu menghentikan proyek PLTA tersebut hingga adanya kajian yang komprehensif dan masyarakat luas mengetahui dampak buruk dan dampak turunan dari pembangunan PLTA oleh PT. NSHE. Selesai Nara Hubung: Dana Prima Tarigan , Direktur Eksekutif WALHI Sumatera Utara (08126344992