Respon WALHI Terhadap Pernyataan Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Pengakuan Hyundai yang telah Menyuap Bupati Cirebon

Jakarta, 3 Mei 2019–Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur Kemenko Maritim, Ridwan Djamaludin, dalam pernyataannya ke media menyebutkan bahwa teknologi pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batuabara yang akan didanai oleh China tidak ramah lingkungan. Teknologi PLTU USC (Ultra-Super Critical) yang akan digunakan tidak menghilangkan emisi karbon dan emisi lain. Dalam hal ini, emisi karbon yang telah menjadi perhatian para ilmuan dan publik tetap besar dan hanya akan berkontribusi lebih pada perubahan iklim. Hasil laporan Intergovernmental Panel on Climate Change 1.5 (IPCC) menyatakan dunia harus mengurangi penggunaan batubara hingga 3% jika tidak ingin terjadi bencana perubahan iklim. Saat ini emisi karbon sudah sangat tinggi, dengan teknologi USC atau apapun, yang ada emisi karbon batubara tidak akan berkurang, pilihannya hanya menghentikan pembangunan PLTU batubara dan melakukan penutupan secara bertahap pembangkit listrik tenaga batubara yang sudah terlanjur beroperasi. Teknologi USC tidak ramah lingkungan, teknologi tersebut hanya untuk menghemat penggunaan batubara tidak untuk mengurangi emisi karbon. Kementrian Koordinator Kemaritiman tidak memikirkan dampak jangka panjang pembangunan PLTU batubara terhadap perubahan iklim yang sudah terlihat nyata gejalanya. Dalam beberapa dokumen resmi negara, seperti yang tertuang pada UU No. 16 tahun 2016 tentang Pengesahan Paris Agreement dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2016-2020 (RPJMN), Indonesia telah mengakui bahwa ancaman perubahan iklim itu nyata dan berkomitmen untuk mengurangi emisi gas. Emisi lain dari pembangunan tenaga listrik tenaga uap yaitu emisi NOx, SOx, pm2.5 dan merkuri. Emisi-emisi tersebut juga tidak akan hilang meskipun menggunakan teknologi USC. Emisi pm2.5 dan merkuri yang berpotensi menyebabkan kematian dini dan penyakit minamata masih tetap ada. Salah satu projek yang termasuk dalam kerangka Belt and Road Initiative, PLTU Batubara Mulut Tambang memiliki potensi kongkalikong antara pemilik tambang dengan pihak pembeli listrik. Beroperasinya PLTU Mulut Tambang memberikan jaminan tambang batubara tersebut beroperasi dalam jangka panjang dan memiliki pembeli pasti. Hal ini tentu sangat menggiurkan untuk para pemilik tambang. Operasi tangkap tangan yang dilakukan oleh KPK terhadap beberapa pihak dalam kasus  PLTU Batubara Mulut Tambang Riau 1 membuktikan hal tersebut. Menurut artikel berjudul Hyundai admits bribing Indonesian politician for power plant construction yang diterbitkan oleh Koreatimes.com pada tanggal 2 Mei 2019, juru bicara Hyundai telah mengakui bahwa pihaknya telah menyuap pejabat Indonesia untuk pembangunan PLTU di Jawa Barat. Pengakuan ini merupakan lanjutan dari pengakuan Sunjaya Purwadisastra mantan Bupati Cirebon dalam sidang  Pengadilan Tipikor Bandung bahwa dia menerima suap dari pihak PLTU Cirebon 2 via main kontraktor. Pengakuan ini perlu ditindak lanjuti oleh KPK untuk menyelidiki pihak-pihak lain yang terlibat dalam projek ini dan melakukan penyidikan lebih lanjut terhadap PLTU Cirebon karena setiap suap yang keluar kepada pejabat berarti juga menambah beban yang nanti ditanggung oleh konsumen yang membeli listrik dari pembangkit tersebut. Kasus suap ini juga menunjukkan bahwa PLTU batubara tidak hanya kotor secara emisi tapi juga melalui proses yang kotor (suap). Nara Hubung Dwi Sawung Manager Kampanye Energi dan Perkotaan WALHI +628156104606, +639994120029