RUU MASYARAKAT ADAT: KEBERLANGSUNGAN HIDUP BANGSA INDONESIA KE DEPAN

Jakarta—Lebih dari 15 organisasi masyarakat sipil yang peduli akan isu perempuan, lingkungan, masyarakat adat dan demokrasi berkumpul pada 1 Agustus 2018 di Jakarta untuk urun rembug mengenai substansi Rancangan Undang-Undang Masyarakat Adat (MA). Saat ini, RUU yang diinisiasi oleh Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) dan para pendukungnya, masih dalam proses persetujuan di DPR. RUU ini perlu mendapatkan dukungan dari kelompok masyarakat sipil yang lebih luas. Ini mempertimbangkan bahwa Masyarakat Adat adalah komponen penting bangsa Indonesia yang berperan: menunjukkan identitas keberagaman bangsa, menjaga keberlangsungan lingkungan hidup, dan penyumbang pengetahuan dan ekonomi. Dalam pertemuan itu, Devi Anggraini Ketua Umum PEREMPUAN AMAN menegaskan bahwa RUU Masyarakat Adat ini bukan hanya perlindungan atau pemenuhan Hak Masyarakat Adat saja, tetapi kelangsungan dan keberlanjutan hidup bangsa ini ke depan. Bangsa Indonesia menikmati banyak manfaat dari apa yang dipraktikkan Masyarakat Adat di kehidupannya dalam melindungi alam. “Semua itu akan hilang jika kita tidak menaruh perhatian pada kebijakan yang sedang dibahas”, ujar Anggraini. Proses meng-goalkan RUU Masyarakat Adat dimulai sejak tahun 2012 dengan liku-liku yang panjang. Rukka Sombolinggi Sekretaris Jenderal AMAN menyampaikan bahwa RUU ini mendapat dukungan DPR pada periode sebelumnya. “Tapi ketika Presiden SBY menunjuk Kementrian Kehutanan memimpin penyelesaian RUU ini dari pihak pemerintah, malah pembahasan RUU ini mandeg”, ujar Rukka.

Pada tahun 2018, RUU Masyarakat Adat masuk Prolegnas dan menjadi inisatif DPR. Partai Nasional Demokrat (NasDem) merupakan partai yang mengusung dan mendorong RUU ini untuk disahkan oleh DPR. Presiden Jokowi sudah menerbitkan Surat Presiden (Supres) dengan menunjuk Kemendagri sebagai koordinator, dan lima kementrian lainnya, yaitu KLHK, Kemenhukham, Kemendes, ATR/BPN dan KKP, untuk membahas RUU Masyarakat Adat dari pemerintah. "Kita perlu mengawal terus proses ini, karena jika tidak RUU MA akan hilang seperti yang lalu” tutur Sombolinggi. Setidaknya ada tiga hal utama yang perlu diatur dengan jelas dalam RUU Masyarakat Adat, menurut Arimbi Heroepoetri dari debtWATCH Indonesia. Pertama, fungsi, kedudukan dan hak-hak perempuan adat. Hal ini penting diatur sehingga tidak ada ruang penafsiran lagi dalam hal menghormati dan melindungi hak-hak khas Perempuan Adat. Kedua, mengenai eksistensi keturunan Sultan dan Raja-raja di Nusantara, dan Ketiga, tentang organisasi-organisasi yang lahir dengan berbasis adat. RUU Masyarakat Adat perlu meletakkan dengan tegas perbedaan antara komunitas kesultanan, kerajaan dan Organisasi Adat dengan Masyarakat Adat. “Masyarakat Adat memiliki hubungan yang kuat dengan habitat dan teritorinya sebagai sumber pengetahuan, ekspresi dan sumber penghidupan” pungkas Arimbi.

Menurut Anggraini, hak kolektif perempuan adat tidak memiliki tempat di pelbagai kebijakan. Aturan hukum yang ada hanya mengatur hak individual. CEDAW (Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan) bahkan tidak mengatur soal hak kolektif ini. “Kami melihat RUU Masyarakat Adat ini menjadi ruang hukum yang kuat untuk melindungi hak kolektif perempuan adat”, tutur Ketua Umum PEREMPUAN AMAN. Pengakuan Masyarakat Adat sebagai subjek hukum pada dasarnya sudah tutas ketika sudah ada Keputusan Mahkamah Konstitusi No. 35. Akan tetapi perlu kepastian hukum tentang Masyarakat Adat untuk memastikan Negara berhubungan dan memfasilitasi Masyarakat Adat,” ujar Andik Hardijanto dari Perkumpulan HuMA. Andik menambahkan karenanya tidak ada alasan hukum apapun untuk menunda RUU ini menjadi UU Masyarakat Adat yang mengakui, menghormati dan melindungi Masyarakat Adat di Indonesia. Narahubung: Dahniar (Perkumpulan HuMA) 0813 4133 3080 Devi Anggraini (PEREMPUAN AMAN) 0812 8387 9244 Arimbi Heroepoetri (debtWATCH) 0811 848 514 Rukka Sombolinggi (AMAN) 0812 106 0794 Koalisi Pendukung RUU Masyarakat Adat Persekutuan Perempuan Adat Nusantara (PEREMPUAN AMAN), Perkumpulan HuMA, debtWatch Indonesia, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Kalyanamitra, Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN), Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), Jurnal Perempuan, Merdesa Institute, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Rimbawan Muda Indonesia (RMI), Sawit Watch, serta individu-individu yang menaruh perhatian pada isu perempuan, lingkungan, masyarakat adat dan demokrasi.