Skema Pemulihan Ekonomi Di Sulawesi Tengah Tidak Masuk Diakal

Siaran Pers Walhi Sulawesi Tengah Palu 25 November 2018 Palu, 22 November 2018, Gubernur Sulawesi Tengah Longki Djanggola membuka rapat konsultasi publik terkait Pemaparan Rancangan Rencana Induk Pemulihan dan Pembangunan Wilayah Paska Bencana. Dalam kesempatan ini, Gubernur Sulawesi Tengah menjelaskan bahwa, konsultasi ini adalah agenda yang tidak terpisahkan dengan rencana Revisi RTRW Sulawesi Tengah. Suprayoga, yang juga bagian dari Tim Koordinasi dan Asistensi Pemulihan dan Pembangunan Pasca Bencana Sulteng dan NTB dari Bappenas menerangkan, pertumbuhan ekonomi di Sulawesi Tengah sebelum terjadi bencana adalah 6,24%. Namun terjadi penurunan pasca gempa menjadi 1,75%. Disampaing itu, tingkat inflasi di Sulawesi Tengah sebelum terjadi gempa berada di angka 3,65% dan sesudah terjadi gempa menjadi 10,20%. Sehingga perlu langkah-langkah yang cepat untuk memulihkan kembali Sulawesi Tengah. Dia menambahkan, untuk memulihkan kembali perekonomian Sulawesi Tengah, dibutuhkan waktu 4 tahun dengan syarat, pertumbuhan investasi rata-rata 25%. Sehingga pemulihan ekonomi bisa berjalan dengan baik. Manager Kampanye Walhi Sulteng Stevandi menjelaskan, apa yang diterangkan dalam rencana pemulihan di Sulawesi Tengah ini adalah tidak masuk akal. Bagaimana mungkin dalam percepatan pemulihan ekonomi hanya diukur dari rasio peningkatan investasi. Ada yang salah dalam indikator yang digunakan oleh pemerintah dalam rencana pemulihan ekonomi di Sulawesi Tengah saat ini. Dia menambahkan, Jumlah penduduk Sulawesi tengah saat ini tercatat kurang lebih Tiga Juta Jiwa. Dan menurut data BPS, terdapat 51.697 penganguran. Ini belum ditambah dengan jumlah angkatan kerja yang mencapai 1.570.386 orang, dan terdapat 36,42 persen penduduk bekerja tidak penuh. Data ini merujuk pada data sebelum terjadi bencana. Bila melihat angka-angka ini, pertumbuhan ekonomi sebelum bencana mencapai 6, 24%, sebenarnya tidak tepat. Data tersebut juga tidak akurat sebab tidak mengukur indikator ekonomi masyarakat sampai di tingkat bawah. Lantas, logika apa yang digunakan oleh pemerintah soal investasi ini. Selain itu, dalam data yang disampaikan saat konsultasi publik tersebut, dimuat soal penanganan bencana yang terjadi di Lombok dan Sulawesi Tengah ini mebutuhkan anggaran 34 Triliun. Dengan masing-masing nominal Sulteng 22 Triliun dan Lombok 12 Trilium. Sedangkan menurut Suprayoga, anggaran yang ada saat ini hanya sebesar 18 triliun. Artinya masih ada Gap 15 Trilum untuk penanggulangan bencana yang terjadi di Lombok dan Sulteng. Untuk menjawab hal ini, Pemerintah sudah menjalankan beberapa skema terkait pemenuhan anggaran tersebut, yaitu melalui skema hutang, baik dari World Bank maupun dari ADB. Namun menurut Stevandi, Skema utang yang dipakai oleh pemerintah ini, mempunyai konsekuensi logis terhadap kebijakan daerah kedepannya, yaitu membuka kran Investasi. Pembukaan kran investasi ini, akan berbanding lurus dengan semakin masifnya penerbitan izin-izin baru dan regulasi-regulasi baru yang memudahkan ekploitasi SDA Sulawesi Tengah. Penerbitan izin-izin baru ini, memungkinkan terjadi peningkatan kasus-kasus diakar rumput, degradasi hutan dan yang terpenting bisa akan memunculkan bencana ekologis baru di Sulawesi Tengah. Manager Kampanye Walhi Sulteng Stevandi 082188160099