Tanah untuk Bu Katem bukan Untuk PLTU

Kamis, 9 Februari 2017, Indramayu. Hari ini pengadilan negeri Indramayu akan mengeluarkan keputusan atas gugatan keberatan atas penetapan bentuk ganti kerugian yang dilayangkan oleh salah seorang pemilik tanah warga Desa Mekarsari Kecamatan Patrol yang terkena rencana proyek pembangunan PLTU Indramayu 2 berkapasitas 2 x 1000 MW yang rencananya berdiri diatas tanah seluas 275,4 Ha. Gugatan atas nama Ibu Katem, didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Indramayu pada tanggal 13 Desember 2016, gugatan ini bukan semata keberatan atas bentuk dan nilai ganti kerugian tetapi ini merupakan bentuk ketidak setujuan atas rencana pemerintah mendirikan PLTU berbahan bakar batubara di Desanya. Tanah tersebut adalah mimpinya yang diperoleh dari hasil kerja keras selama ini. Dia membelinya untuk keluarga dan kedua orang tuanya. Proses pengadaan tanah untuk pembangunan PLTU Indramayu 2 terbilang sangat cepat, berbagai cara dilakukan untuk mensukseskan program pemerintah pengadaan energi 35 GW. Sejak awal proses sosialisasi, konsultasi publik hingga musyawarah penetapan harga banyak terjadi pelanggaran cacat prosedur dan cacat hukum. Sekitar bulan November 2015, Tim Panitia Pengadaan Tanah (TP2T) melakukan sosialisasi dan pendataan awal Pengadaan Tanah PLTU Indramayu 2 X 1000 MW yang hanya melibatkan para pemilik lahan dan tidak bersifat partisipasif.

Tanggal 24 Februari 2016 Tim Panitia Pengadaaan Tanah (TP2T) mengadakan konsultasi publik di kantor Kecamatan Patrol. Pada tahap konsultasi publik berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum,  Tim Panitia Pengadaan Tanah (TP2T) harus mengundang/melibatkan masyarakat terdampak, faktanya TP2T hanya melibatkan para pemilik lahan dan tokoh agama serta tokoh  masyarakat pilihan. Masyarakat telah mengajukan keberatan pada saat konsultasi public kepada Gubernur, tetapi Gubernur Jawa Barat tetap mengeluarkan Surat penetapan Izin Lokasi bagi pembangunan PLTU kepada pihak PLN. Pada proses penetapan bentuk dan ganti kerugian, Ibu Katem yang tidak ingin melepas tanahnya mengalami banyak tekanan dari berbagai pihak. Dia sering didatangi untuk diminta persetujuan menjual tanah miliknya. Mulai dari perangkat desa, tokoh masyarakat, hingga pada tanggal 22 Desember 2016 sekitat pukul 20.30, Ibu Katem kembali didatangi oleh pihak yang mengaku sebagai perwakilan pihak PLN didampingi oleh BaBinMas dan BaBinSa dan Raksabumi yang menggunakan pakaian dinas lengkap.

Ibu Katem mengajukan keberatan karena menolak hasil musyawarah penetapan ganti kerugian meskipun tidak hadir dalam musyawarah penetapan bentuk ganti kerugian pengadaan tanah PLTU Indramayu 2 X 1000 MW yang diadakan pada kamis 22 Desember 2016. Hal tersebut sesuai dengan peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia nomor 03 tahun 2016 tentang Tata Cara Pengajuan Keberatan Dan Penitipan Ganti Kerugian Ke Pengadilan Negeri Dalam Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum pasal 4 huruf b yang menyebutkan : “Pihak yang berhak yang tidak hadir dan tidak memberikan kuasa yang menolak hasil Musyawarah Penetapan Ganti Kerugian.” Selain itu UUD 1945 pasal 28H angka 4 menyebutkan : “Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapa pun.” Pemerintah tidak dapat mengambil alih paksa dan sewenang – wenang terhadap Ibu Katem yang   menolak dan tidak ingin menjual tanahnya dengan harga berapapun untuk kepentingan pembangunan PLTU Indramayu 2.Demi dan atas nama keadilan maka Hakim harus jeli dan memberikan keputusan yang seadil – adilnya, dengan mengabulkan keberatan Ibu Katem serta menetapkan pembatalan penilaian ganti kerugian yang ditetapkan oleh Tim Panitia Pengadaan Tanah pada tanggal 22 Desember 2016. Wahyu Widianto, Manajer advokasi dan kampanye WALHI Jawa Barat. Terima kasih, Salam adil dan lestari, WD