WALHI Desak KPK Melanjutkan Korsup Minerba dan Sawit dengan Upaya Penindakan Hukum

Siaran Pers Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Jakarta-Gerakan Nasional Penyelamat Sumber Daya Alam (GNPSDA) dan Nota Kesepahaman Bersama (NKB) 12 Kementerian dan Lembaga Negara telah memasuki tahun kelima. “Melalui pertemuan dan dialog dengan Komisi Pemberantasan Korupsi yang dilaksanakan pada hari ini (2 Agustus 2018), WALHI menyampaikan pandangan dan catatan evaluasi terhadap 5 tahun implementasi GNPSDA. Apa yang kami lakukan, menjadi bagian dari kontribusi masyarakat sipil dalam penyelamatan sumber daya alam dan lingkungan hidup di Indonesia”, demikian disampaikan Nur Hidayati, Direktur Eksekutif Nasional WALHI. Setelah 5 Tahun implementasi GNPSDA, WALHI memberikan apresiasi kinerja GNPSDA. Kami juga memberikan apresiasi terhadap KPK yang telah memasukkan kerusakan lingkungan hidup sebagai kerugian negara, dalam kejahatan korupsi yang dilakukan oleh Gubernur Sulawesi Tenggara. Ini menjadi preseden hukum yang baik bagi penindakan kejahatan korupsi di sektor sumber daya alam. Kami juga mengapresiasi kinerja KPK dalam kasus korupsi PLTU 1 Riau, yang dapat menjadi pintu masuk bagi KPK untuk pengembangan kasus-kasus kejahatan korupsi lainnya dalam proyek-proyek PLTU dan industri batubara di Indonesia yang sarat dengan politik transaksional dan dugaan kejahatan korupsi sejak dalam perencanaannya.

Namun WALHI memberikan sejumlah evaluasi dan catatan penting, serta pengukuran capaian dampaknya terhadap penataan izin, perbaikan regulasi, penyelamatan sumber daya alam dan relevansinya bagi kepentingan rakyat. WALHI menilai bahwa korsup Minerba dan Sawit masih sebatas administratif, belum menyentuh substansi dari persoalan sumber daya alam yang sangat sangkarut dan penuh dengan kejahatan korupsi. Sementara di sisi yang lain kita tahu kecepatan pengerukan sumber daya alam dan penghancuran lingkungan hidup terus terjadi. Korsup masih sebatas pada upaya pencegahan dan pengawasan baik kepada K/L maupun pemerintah daerah, belum masuk pada upaya penindakan hukum yang sesungguhnya bisa dilakukan berbasiskan dari hasil kinerja korsup, antara lain penyelidikan terhadap dana jaminan reklamasi dalam hal penentuan besaran dan penerapan.

Beberapa kasus yang telah dilaporkan ke KPK, sampai saat ini belum ditindaklanjuti, seperti yang terjadi di kasus Sumsel, Maluku Utara, Riau, Sulawesi Tengah, Bengkulu, Sumatera Barat, dan Kalimantan Tengah. Korsup masih jauh dari target capaian terjadinya pembenahan tata kelola sumber daya alam. Karenanya, setelah lima tahun berjalan GNPSDA ini, WALHI mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi untuk; (1) melanjutkan upaya penindakan dari hasil kinerja korsup dan kasus-kasus yang telah dilaporkan organisasi masyarakat sipil ke KPK dengan menghitung kerusakan lingkungan, penghancuran hutan, dampak kesehatan, dampak sosial dan budaya, dan konflik sebagai kerugian negara; (2) Mengingat semua dampak buruk dihasilkan dari perizinan yang semakin massif dikeluarkan, memastikan tidak lagi ada penerbitan izin baru; (3) Pencabutan izin harus berelasi langsung dengan proses penyelesaian konflik dan pemenuhan hak rakyat, yang masuk dalam rencana aksi 15, 16 dan 17 dari nota kesepahaman bersama; (4) Selain melakukan penindakan hukum terhadap pemerintah yang melakukan penyalahgunaan wewenang, dalam kasus korupsi di sektor sumber daya alam, KPK sudah harus mengarahkan penindakan terhadap korporasi yang melakukan tindak kejahatan korupsi sumber daya alam; (5) Capaian kinerja rencana aksi dari masing-masing Kementerian dan Lembaga Negara diumumkan kepada publik. Pada akhir siaran pers ini, Direktur Eksekutif Nasional WALHI, Nur Hidayati menegaskan bahwa “pembenahan tata kelola sumber daya alam dan pemulihan lingkungan hidup dari dampak industri ekstraktive tidak akan terjadi, jika izin terus diberikan baik oleh pemerintah pusat maupun daerah. Karenanya, kami mendesak agar KPK juga turut mendorong Presiden untuk mengeluarkan kebijakan moratorium tambang dan sawit dalam kurun waktu minimal 25 tahun, agar tercapai tujuan dari GNPSDA yakni perbaikan tata kelola sumber daya alam”. Jakarta, 2 Agustus 2018 Untuk informasi lebih lengkap, dapat menghubungi:

  1. Zenzi Suhadi, Ka.Dept Kajian dan Pembelaan Hukum Lingkungan WALHI di 081289850005
  2. Khalisah Khalid, Ka.Dept Kampanye dan Perluasan Jaringan WALHI di 081290400147