WALHI Mengecam Penggunaan Alat Negara (TNI-POLRI) untuk Mengamankan Investasi dan Melindungi Korporasi

Pernyataan Sikap Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Jakarta-Reformasi yang telah bergulir 20 tahun menyisakan banyak pekerjaan rumah, yang salah satu mandatnya adalah reformasi di sektor keamanan. kita tahu bersama bahwa di zaman orde baru, narasi pembangunan ekonomi dan pengelolaan sumber daya alam menggunakan kebijakan dan tindakan yang represif dan militeristik. Pembungkaman dilakukan bagi siapa saja yang melawan kebijakan ekonomi pemerintah dan investasi yang masuk di Indonesia. Pendekatan keamanan dilakukan ketika masyarakat memperjuangkan hak-haknya, membungkam suara masyarakat secara otoriter dan menggunakan kekuasaan. Militer ditempatkan sebagai benteng keamanan investasi ! Sayangnya, apa yang terjadi pada masa orde baru, terus berlanjut hingga tepat diusia reformasi yang ke-20. Tidak pernah ada perubahan dalam watak dan pendekatan yang dilakukan dalam pengelolaan sumber daya alam, tetap berwatak militeristik dan represif. Ini dapat kita lihat terakhir dalam peristiwa yang terjadi di Pasaman Sumatera Barat, ketika aparat keamanan, dari unsur TNI dan kepolisian berada pada garis depan untuk mengamankan tambang emas PT. Inexco Jaya Makmur (PT. IJM) menghadapi masyarakat yang menolak tambang emas di wilayahnya. Kehadiran alat negara bukan melindungi dan mengayomi masyarakat, tetapi justru sebaliknya, melindungi perusahaan tambang emas. Membungkam suara masyarakat yang menolak industri ekstraktif di wilayahnya dengan menggunakan kekuasaan dan kekuatan yang dimiliki oleh alat negara. Demikian halnya dengan reformasi sumber daya alam dan lingkungan hidup. 20 tahun reformasi, tidak pernah ada koreksi mendasar atas kebijakan sumber daya alam, khususnya industri ekstraktif tambang yang selama berpuluh-puluh tahun dalam praktiknya bukan hanya mengubah bentang alam yang memiliki fungsi sosial ekologis, merusak lingkungan, merampas tanah rakyat, mengancam wilayah kelola rakyat, tetapi juga watak militeristik industri ekstraktif. Atas peristiwa yang terjadi di Pasaman Sumatera Barat, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) menyatakan sikap sebagai berikut:  

  1. Mengecam penggunaan alat negara, dalam hal ini TNI – POLRI dalam pengamanan investasi dan melindungi korporasi, baik institusional maupun non institusional. Keterlibatan TNI-POLRI dalam mengamankan bisnis tambang emas, khususnya PT. IJM bertentangan dengan UU 34/2004 tentang TNI yang menegaskan bahwa TNI adalah alat pertahanan negara, dan UU 2/2002 tentang Kepolisian Negara RI, yang menyatakan bahwa Kepolisian bertugas mengayomi dan melindungi masyarakat
  2. Mendesak Presiden RI untuk mengevaluasi penggunaan alat negara, dalam hal ini TNI dan Kepolisian dalam bisnis, khususnya bisnis sumber daya alam, agar sejalan dengan semangat dan amanat reformasi, yang melarang bisnis militer, baik institusional maupun non institusional. Penggunaan watak dan pendekatan keamanan, bertentangan dengan komitmen Presiden untuk menyelesaikan konflik agraria
  3. Mendesak Panglima TNI untuk mencopot Dandim 0305 Pasaman yang telah melibatkan TNI dalam konflik antara masyarakat dengan perusahaan
  4. Mendesak Pemerintah Daerah Sumatera Barat memberikan jaminan keamanan dan keselamatan terhadap warga
  5. Mendesak Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) untuk turun ke lapangan dan memastikan tidak dilanggarnya kembali hak asasi rakyat
  6. Mendesak Gubernur Sumatera Barat untuk mencabut izin tambang emas PT. Inexco Jaya Makmur (PT. IJM). Serta melakukan penegakan hukum terhadap PT. Inexco Jaya Makmur

Demikian pernyataan sikap ini disampaikan, sebagai bagian dari upaya masyarakat sipil mengawal penuntasan janji reformasi, baik reformasi dalam penggunaan sumber daya alam, maupun reformasi di sektor keamanan. Pada akhirnya, kami mengajak semua pihak untuk menyelesaikan konflik yang terjadi di Nagari Simpang Tonang Kecamatan Dua Koto Kabupaten Pasaman Sumatera Barat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia (HAM) dan kearifan lokal yang ada di masyarakat. Jakarta, 24 Mei 2018 Ditandatangani oleh:

  1. Direktur Eksekutif Nasional WALHI
  2. Direktur Eksekutif Daerah WALHI Sumatera Barat
  3. Direktur Eksekutif Daerah WALHI Sumatera Utara
  4. Direktur Eksekutif Daerah WALHI Sumatera Selatan
  5. Direktur Eksekutif Daerah WALHI Aceh
  6. Direktur Eksekutif Daerah WALHI Bengkulu
  7. Direktur Eksekutif Daerah WALHI Jambi
  8. Direktur Eksekutif Daerah WALHI Riau
  9. Direktur Eksekutif Daerah WALHI Kepulauan Bangka Belitung
  10. Direktur Eksekutif Daerah WALHI Lampung
  11. PJs Direktur Eksekutif Daerah WALHI DKI Jakarta
  12. Direktur Eksekutif Daerah WALHI Jawa Tengah
  13. Direktur Eksekutif Daerah WALHI Jawa Barat
  14. Direktur WALHI Jawa Timur
  15. Direktur Eksekutif Daerah WALHI Yogyakarta
  16. Direktur Eksekutif Daerah WALHI Kalimantan Barat
  17. Direktur Eksekutif Daerah WALHI Kalimantan Tengah
  18. Direktur Eksekutif Daerah WALHI Kalimantan Selatan
  19. Direktur Eksekutif Daerah WALHI Kalimantan Timur
  20. Direktur Eksekutif Daerah WALHI Sulawesi Utara
  21. Direktur Eksekutif Daerah WALHI Sulawesi Selatan
  22. Direktur Eksekutif Daerah WALHI Sulawesi Tengah
  23. Direktur Eksekutif Daerah WALHI Sulawesi Tenggara
  24. PJs Direktur Eksekutif Daerah WALHI Sulawesi Barat
  25. Direktur Eksekutif Daerah WALHI Papua
  26. Direktur Eksekutif Daerah WALHI Nusa Tenggara Timur
  27. Direktur Eksekutif Daerah WALHI Nusa Tenggara Barat
  28. Direktur Eksekutif Daerah WALHI Maluku Utara
  29. Direktur Eksekutif Daerah WALHI Bali

  Narahubung:

  1. Edo Rahman, Eksekutif Nasional WALHI di 081356208763
  2. Uslaini, WALHI Sumatera Barat di 0811345654
  3. Wengki Purwanto, PBHI Sumatera Barat di 081266744971