Workshop Paradigma Perwujudan Pengelolaan Kawasan Egon Ilimedo Yang Eco - Populis

Bagian (1), Proses Rabu, 23 Agustus 2017 Dalam upaya penyelamatan dan perlindungan kawasan Egon Ilimedo perlu dibangun sinergisitas kinerja antar para pihak.  Wahana Tani Mandiri (WTM) dalam kerja samanya dengan Burung Indonesia dan Critycal Ecosystem Partnership Fund (CEPF) menyelenggarakan Workshop Pengelolaan Sumber Daya Alam dengan tema: “Paradigma Perwujudan Pengelolaan Kawasan Egon Ilimedo yang Eco-Populis”  di pelataran Gereja Paroki Hebing (23/08). Sebelum dilakukan Diskusi panel, dilakukan seremonial pembukaan dengan penyambutan dan sapaan adat oleh para pemuka adat Hebing kepada rombongan Wakil Bupati Sikka.  Selanjutnya kegiatan ini dibuka Paulus Nong Susar (Wakil Bupati Sikka), didampingi oleh Theresia M. Donata Silmeta (Camat Mapitara) dan Carolus Winfridus Keupung (Direktur WTM) dan para Panelis, yakni: Vitalis Nong Fendi (Kepala UPT-KPH Sikka), Agustinus Dj. Koreh (Kepala BKSDA Unit Flores bagian Timur), Romo Tasman Ware (Pastor Paroki Renya Rosari Hebing), Rafael Raga (Ketua DPRD Sikka), Markus Dua Lima (Wakili Kepala Dinas Pertanian Sikka) dan Yunida Polo (Kepala Dinas Lingkungan Hidup Sikka), Yohanes Suban Kleden (PBH Nusra), Kapolsek Bola, Para Kepala Desa, Ketua BPD, Ketua Kelompok Tani, Kader Tani.

Carolus Winfridus Keupung (Direktur WTM) dalam sambutannya mengatakan bahwa Kawasan lindung Egon Ilimedo merupakan salah satu kawasan hutan di Kabupaten Sikka yang memiliki luas 19.456,80 ha atau 78,6% dari total luas kawasan hutan kabupaten Sikka 24,738,43 ha.  Kawasan ini mencakupi beberapa kecamatan, yakni: Waigete, Mapitara, Doreng, Talibura, Waiblama, Bola, dan Hewokloang yang telah menjadikan kawasan hutan Egon Ili Medo sebagai susu dan madu bagi hidupnya. Bahwa, Pemberian alam seutuhnya dijadikan sebagai hakikat dasar dalam pengelolaan sumber daya alam yang mana dijadikan sebagai pusat hidup mereka (kosmosentris). Tidak heran, bila warga pada empat (4) desa di kecamatan Mapitara, yakni: Natakoli, Egon Gahar, Hale dan Hebing berusaha mempertahankan hidup dan eksistensinya, struggle for life and struggle for existence di tengah perdebatan akan tapal batas 1932 dan 1984 yang berdampak pada sempitnya dan ketidakpastian ruang kelola mereka. Hutan dipahami sebagai sebuah ruang penting bagi kehidupan manusia yang mana memberi nilai keseimbangan ekologi. Fungsi dan peran kawasan hutan Egon Ilimedo seharusnya memberikan layanan alam yang baik dan nyaman mulai terganggu.

Hal ini disebabkan berbagai perilaku negatif, seperti: perambahan hutan, ladang berpindah dengan sistem tebas-bakar, dan tidak adanya teras sering di lahan yang miring berdampak pada menurunnya dukungan dan layanan kawasan Egon Ilimedo. Atau secara umum, dilihat bahwa penyebab kemerosotan kualitas lingkungan, seperti adanya destructive logging, persoalan pal batas yang belum tuntas, kesadaran ekologis masih rendah dan masyarakat di kawasan sebagai objek, sebelum adanya perubahan paradigma pengelolaan hutan. Fakta-fakta ini diidentifikasi sebagai situasi yang terberi dari kebijakan pengelolaan sumber daya alam yang tidak berpihak pada nilai-nilai eco-humanis, ungkap Win. Theresia M. Donata Silmeta (Camat Mapitara) dalam sambutannya mengatakan bahwa kita di sini belum banyak yang sadar akan kebersihan lingkungan dan bagaimana pentingnya kawasan Egon Ilimedo bagi kita. Bahwa, Kalau bapak menanam maka ibu merawatnya. Kalau kita rawat dengan baik maka kenikmatan itu akan dinikmati generasi ke generasi. Mari kita mulai pola hidup sehat dan cinta lingkungan, ajak Ibu Silmeta. Paulus Nong Susar (Wakil Bupati Sikka) dalam sambutannya mengatakan bahwa Kegiatan ini mengingatkan saya akan kerja WTM ketika zaman bupati Lorens Say hingga sekarang.

Untuk itu, saya mewakili pemerintah kabupaten Sikka mengucapkan terimakasih kepada LSM (WTM) yang bekerja dalam penyelamatan lingkungan. Pemerintah daerah akan membuat perda pengelolaan sumber daya alam. Dalam kaitan dengan pengelolaan lingkungan ini kita dari pemerintah perlu memberi bimbingan dan edukasi seperti menertibkan mereka yang membangun rumah di dalam kawasan. Kemudian ada program yang kita kenal dengan HKM. Itu adalah ruang yang diberi pemerintah kepada masyarakat untuk mengelolah hutan dengan baik. Sedangkan Bapak-Ibu guru bisa memasukan ini sebagai Materi Mulok untuk diajarkan di Sekolah-sekolah, harap Nong Susar. Pertemuan hari ini dan besok kita coba mengecek kondisi kebunnya masing-masing dan menceritakan. Lalu pemerintah melihat pada hutan yang bukan hanya berdampak pada lingkungan tetapi juga ekonomi dan sosial. Hari ini sampai besok menjadi waktu yang sangat bermanfaat untuk kita diskusikan bersama  dalam rangka penyelamatan lingkungan alam, ajak Wabup Sikka. Setelah ceremonial pembukaan para panelis mempresentasikan materi sesuia dengan topik yang dipercayakan. Diskusi panel ini dipandu  oleh Yohanes Suban Kleden (PBH Nusra).  Kegiatan ini dilanjutkan dengan presentatasi dari para panelis yang hadir. Bisro Sya’Bani (KSDAE – KLHK): Paradigma Baru Pengelolaan Kawasan Konservasi Berbasis Rakyat, Vitalis Nong Fendi: Kepala Unit Pelaksana Teknis, Pengelolaan Kawasan Hutan (UPT-KPH): “Meneropong Upaya-upaya Penyelamatan dan Apa Peran Kawasan Egon Ilimedo” Agustinus Dj. Koreh: Kepala BKSD Sikka: Potret Eksistensi dan Ancaman Satwa Liar di Kawasan Egon Ilimedo”. Yunida Pollo: Kepala Dinas Lingkungan Hidup: “Perspektif Penyelamatan Lingkungan Hidup dan Apa Perannya” . Rm. Tasman Ware, Pr: Pastor Paroki Renya Rosari Hale-Hebing: “Pandangan Gereja Masa Kini dalam Upaya Penyelamatan Kawasan Lindung”. Hengky Sali: Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Sikka: “Memotret Pola Pertanian Berkelanjutan dalam Upaya Penyelamatan Lingkungan Hidup di Sikka”. Rafael Raga: Ketua DPRD Sikka“Potret Legislasi dalam Penyelamatan Kawasan Egon Ilimedo” Kegiatan ini diakhiri dengan pembagian komisi yakni Komisi A: membahas tentang Perlindungan dan Pengawasan, Komisi B; Kebijakan. Setelah itu, dilakukan dengan Potret bersama para panelis dengan peserta.

Bersambung...... WORKSHOP: PARADIGMA PERWUJUDAN PENGELOLAAN KAWASAN EGON ILIMEDO YANG ECO-POPULIS Bagian (2), Proses Kamis, 24 Agustus 2017  Setelah sehari (Rabu, 23 Agustus) para panelis memberikan pokok pikiran sesuai dengan bidang dan kinerjanya, kegiatan Wokshop dilanjutkan dengan Sidang Komisi A: Pengelolaan dan Pengawasan yang dipimpin oleh Arkadius Deti (Ketua BPD Hebing) dan Vitalis Nong Veni serta Komisi B: Kebijakan dipimpin oleh Markus Miskin (Kepala UPT PKO Mapitara dan Aleks Saragi (Kooordinator Pertanian WTM). Mengawali sidang Komisi, Yohanes Suban Kleden memberi kesempatan kepada panitia untuk memberikan Ressume hasil Panel Diskusi yang dilakukan kegiatan sehari sebelumnya. Herry Naif (Koordinator Program WTM) mempresentasikan tentang gagasan pokok dari setiap panelis yang dirangkumnya sebagai substansi bahasan dari setiap panelis. Herry dalam presentasinya mengutarakan bahwa dari enam panelis yang hadir dalam kegiatan panel kemarin, kami panitia mencoba merangkumnya dan mengemukakan beberapa gagasan yang menurut kami ini akan menjadi hal penting untuk diperdalam  dalam sidang Komisi A dan B.

  • Bisro Sya’Bani (Kementrian KLHK-Dirjen KSDAE): Paradigma Baru Pengelolaan Kawasan Konservasi Berbasis Rakyat. Dalam presentasi itu, beliau mengawali dengan ucapaan maaf dari Dirjen dari KSDA yang tidak bisa menghadiri pertemuan. Tapi menurutnya kita harus mengorangkan orang, karena itu saya ditunjuk mewakili beliau.

Bahwa ada perubahan paradigma dimana rakyat diberi ruang mengelola dalam kawasan tetapi dalam rambu-rambu yang mana hutan tetap lestari. Pertama: Pasal 49 PP.108/2015 Tentang Revisi PP.28/2011 tentang Pengelolaan KSA dan KPA (mengatur tentang desa konservasi, akses HHBK, fasilitasi kemitraan, Izin Jasa Wisata alam) kepada masyarakat; Kedua Permen LHK nomor P.43/Menlhk/Setjen/2017 tentang Pemberdayaan Masyarakat di sekitar KSA dan KPA (penjabaran pengaturan desa konservasi, akses HHBK, fasilitasi kemitraan, pondok wisata dan Izin Jasa Wisata alam). Ketiga Permenhut No P.64/Menhut-II/2013, tentang Pemanfaatan air dimana untuk mikro hidro dan mini hidro non komersial diperuntukan untuk masyarakat. Keempat, Permenhut NoP.48/Menhut-II/2010, Keberpihakan kepada pelaku usaha jasa wisata alam bagi masyarakat setempat. Kelima Permenhut P.85/Menhut-II/2014 jo.Permen LHK Nomor P.44/Menlhk/Setjen/2017, tentang kerjasama penyelenggaraan KSA dan KPA -mengatur antara lain peran penguatan fungsi oleh masyarakat dan kemitraan konservasi. Keenam, Permen LHK No P.83/2016, tentang Perhutanan Sosial. Selain itu juga, beberapa bentuk-bentuk Pemberdayaan Masyarakat, pengembangan Desa Konservasi; pemberian akses; fasilitasi kemitraan; pemberian izin pengusahaan jasa wisata alam; dan pembangunan pondok wisata, ungkap Bisroh.

  • Vitalis Nong Veni (Kepala UPT-KPH Sikka) membawa materi “Meneropong Upaya-upaya Penyelamatan dan Apa Peran Kawasan Egon Ilimedo”. Dalam presesntasinya, dikemukakan, bahwa hutan Egon ilimedo merupakan kawasan terbesar yang meliputi beberapa kecamatan yakni Waiblama, Waigete, Talibura, Hewokloang dan Mapitara. Dalam pengawasannya bukan hanya UPT KPH tetapi juga BKSDA. Yang menjadi problem adalah jalur transportasi yang dibukan melewati kawasan hutan. Dalam peraturan kementerian itu banyak sekali larangan seperti tidak boleh membawa bahan bakar, korek api dll. Bulan lalu hutan kita terbakar selua 200-an ha. Kemudian di wilayah tersebut ada penggalian pasir dan batu.

Pengawasan kawasan Egon Ilimedo itu kita perlu bersama-sama bukan hanya kami. Apalagi kapasitas polisi kehutanan kami sangat kurang, ujar Nong Fendi. Biasanya yang diambil paling banyak dari hutan adalah hasil kayu. Banyak kali kami temukan gelondongan kayu dan balok balok kayu yang tertumpuk tetapi ketika ditanya warga sekitar tidak tahu. Ini salah satu bentuk kerjasama yang sangat tidak terpuji, ungkap Kepala KPH Sikka.

  • Agustinus Dj. Koreh: Kepala BKSD Sikka: Potret Eksistensi dan Ancaman Satwa Liar di Kawasan Egon Ilimedo”. Agus menyampaikan bahwa: Di kawasan Egon Ilimedo masih banyak jenis flora yang masih banyak seperti “ai wair (tumbuhan bawah) dan arananan”. Jenis ini ada di suaka margasatwa.

Ada juga mamalia seperti rusa, landak, monyet dll dalam kajian ini tidak kami temukan. Mungkin karena keterbatasan personel dan biaya, namun berdasarkan informasi masyarakat masih ditemukan. lalu ada 7 jenis burung dari 11 famili, ujarnya.

  • Yunida Pollo, Kepala Dinas Lingkungan Hidup: “Perspektif Penyelamatan Lingkungan Hidup dan Apa Perannya”. Kita harus memahami bahwa lingkungan yang baik dan sehat merupakan hak asasi setiap warga. Berdasarkan panduan hukum, intervensi kami lakukan, tetapi untuk egon ilimedo belum terlalu kami intervensi. Kami fokus pada sumber daya air dan iklim mikro dimana masyarakat merasa nyaman dan tidak terganggu berada di lingkungannya, ungkap Ibu Kadis.

Selain itu, intervensi kami juga pada DAS. Ada juga yang kami sebut RTH publik dan beberapa RTH privat. Kami juga melakukan kajian terhadap setiap usaha kegiatan. Untuk Mapitara belum sempat kami kaji tetapi belum ada permohonan yang masuk, tetapi ke depan kami akan mencoba untuk terlibat melalui program-program dari dinas kami, urainya.

  • Tasman Ware, Pr: Pastor Paroki Renya Rosari Hale-Hebing: “Pandangan Gereja Masa Kini dalam Upaya Penyelamatan Kawasan Lindung. Beliau mengawali presentasinya dengan mengutip pernyataan Mahatma Gandi: “Bumi ini cukup untuk memenuhi kebutuhan manusia tetapi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan satu manusia yang rakus”

Di tahun terakhir ini ada ensilklik yang dikeluarkan oleh Paus Fransiskus dalam ensiklik ini paus mengkritik sifat konsumerisme manusia yang menyebabkan kian rusaknya bumi. Ensiklik Laudato si merupaka ensiklik kedua. Paus Fransiskus mengajak supaya kita melihat ibu bumi kita, sebagai rumah kita. Kalau bumi ini adalah rumah kita mengapa kita harus merusaknya? sebagai saudari kita perlu juga kita menmperlakukan bumi seperti ibu kita, kutipnya. Dalam konteks kita di Egon Ilimedo adalah perambahan, pembukaan lahan baru dan kebakaran. Ini adalah sebuah perilaku negatif yang mestinya perlu dilihat dan ditata bagaimana menemukan sebuah pola pegelolaan yang tepat.

  • Hengky Sali (yang diwakili Markus Dua Lima): Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Sikka: “Memotret Pola Pertanian Berkelanjutan dalam Upaya Penyelamatan Lingkungan Hidup di Sikka”.

Markus dalam presenasinya menyampaikann bahwa ada lima bidang di dinas: yakni bidang perkebunan (TUP), bidang tanaman pangan dan horti, bidang budidaya ternak dan kesehatan hewan,  bidang penyuluhan dan bidang sarana prasarana pertanian. Dalam konteks hari ini, Markus bertanya: Mengapa di satu pulau perlu kawasan hutan? Di situ ada hutan maka ada tanah. Ada hutan maka mata air. Untuk itu pertahankan kondisi kawasan kita, jelasnya.

  • Rafael Raga, Ketua DPRD Sikka“Potret Legislasi dalam Penyelamatan Kawasan Egon Ilimedo”. Pertama-tama apreseasi kepada panitia yang mendorong upaya pengelolaan kawasan Egon Ilimedo yang eco-populis. Pengelolaan yang eco populis berarti pengelolaan yang pro-rakyat. Dulu kami selalu melakukan demo karena penetapan tapal batas sebab dianggap mempersempit ruang kelolah rakyat. Di Nangahale tapal batasnya di pinggir jalan memang.

Saat ini wewenang kehutanan dilimpahkan ke propinsi. Akan tetapi tanggung jawab menjaga hutan itu adalah tugas kita semua. Karena fungsi hutan sangat penting untuk kehidupan manusia. Dalam aturan itu dalam satu pulau harus  mengalokasikan lahan 30 % menjadi hutan. Kita di sikka baru 23,9 %. Untuk itu kita perlu melakukan perlindungan atau konservasi. Lebih lanjut Rafael, menegaskan bahwa konservasi berarti menjaga dan merawat yang ada serta menanamnya lagi. Yang ada jangan dibongkar untuk ditanam kembali. Setelah penyampaian ressume, Herry melanjutkan dengan presentasi hasil Studi Pengelolaan Sumber daya Alam yang dilakukan WTM menggunakan metode Participatory Rural Appraissal (PRA). Menurut Herry, bahwa dalam studi ini ada beberapa fakta lapangan yang ditemukan sebagai kondisi hari ini Gambaran Kawasan Egon Ilimedo. Studi PRA ini dilakukan di keempat wilayah Program diantaranya: Egon Gahar, Natakoli, Hebing dan Hale. Persoalan-persoalan yang muncul ini ditenggarai oleh beberapa alasan sebagai berikut: Kebakaran padang, Erosi, Penebangan pohon, Tebas bakar, Ladang berpindah, Banyak lokasi galian C, Debit air menurun, Panas panjang, Banjir di musim hujan, Angin kencang dan puting beliung, Abrasi tejadi di sepanjang pesisir pantai selatan dari Natakoli hingga Hale. Sedangkan beberapa fakta lain, Misalnya dalam kaitan dengan Keterbatasan Air Minum itu terjadi karena: Kurangnya air Minum Bersih, Lokasi mata air Jauh, Debit mata air berkurang, Jaringan pipa rusak, Jaringan Belum baik, Petugas belum aktif, Pembukaan kebun di areal mata air, Pepohonan Kurang, Penghijauan mata air belum dilakukan. Dalam kacamata Kehutanan, ada beberapa permasalahan diantaranya: Kerusakan Hutan, Perambahan hutan, Pembakaran hutan, Kebakaran padang, Masih kurang penghijauan, Kurangnya Lahan garapan, Kesadaran warga masih rendah, Belum ada aturan terkait lingkungan. Dalam kainta dengan permasalah peternakan ditemukan bahwa Hama dan penyakit ternak, Hewan berkeliaran, Belum ada kandang, Kerusakan lingkungan. Dalam bidang pertanian dapat dilihat bahwa Pemahaman Teknis Pertanian dan Peternakan Masih Kurang, Tanah Kurang Subur, Ternak Berkeliaran, Hama dan Penyakit Pada Tanaman, Tanaman Mati, Hasil Panen Berkurang, Topografi Miring, Banjir , Erosi dan Longsor, Angin Kencang, Kearifan Lokal Menurun. Dari sisi kebijakan, studi ini menemukan bahwa Belum ada Aturan tentang lingkungan; Kurang ada sosialisasi tentang Lingkungan, Pelanggaran adat, Pemahaman pemdes tentang lingkungan masih kurang, Pemahaman BPD tentang lingkungan masih kurang, Kurang ada pendampingan dari dinas kehutanan. Menyikapi berbagai permasalahan ini secara program WTM bersama Pemerintah desa di Hale, Hebing, Natakoli dan Egon Gahar kemudian membentuk tim Legal Drafting untuk dibuatkan Peraturan Desa. Desa Hebing; Peraturan Desa tentang Perlindungan Kawasan Mata Air, Desa Hale: Peraturan desa tentang Penertiban Ternak Pemeliharaan, Desa Egon Gahar, Perdes tentang Pengelolaan Air Minum, dan Natakoli, Perdes tentang Perlindungan Kawasan Mata Air. Keempat perdes ini telah didrafting. Perdes Hebing dan Egon Gahar telah dilakukan Konsultasi Publik dan sekaranng sedang dikonsultasikan di Pemerintah Kecamatan dan Bagian hukum sedangkan dua perdes lainnya masih menunggu waktu konsultasi publik di dusun-dusun untuk mendapatkan masukan dari masyarakat. Setelah itu peserta dibagi dalam dua komisi yakni: Sidang Komisi A: Pengelolaan dan Pengawasan yang dipimpin oleh Arkadius Deti (Ketua BPD Hebing) dan Vitalis Nong Veni serta Komisi B: Kebijakan dipimpin oleh Markus Miskin (Kepala UPT PKO Mapitara dan Aleks Saragi (Kooordinator Pertanian WTM). Bersambung......  WORKSHOP: PARADIGMA PERWUJUDAN PENGELOLAAN KAWASAN EGON ILIMEDO YANG ECO-POPULIS Bagian (3). Kesimpulan dan Rekomendasi Berbagai gagasan dari para panelis, kemudian diperdalam dalam sidang Komisi.  Peserta Workshop dibagi dalam dua komisi yakni: Sidang Komisi A: Pengelolaan dan Pengawasan yang dipimpin oleh Arkadius Deti (Ketua BPD Hebing) dan Vitalis Nong Veni serta Komisi B: Kebijakan dipimpin oleh Markus Miskin (Kepala UPT PKO Mapitara dan Aleks Saragi (Kooordinator Pertanian WTM). Sidang komisi ini kemudian dipresentasikan dan tanggapi oleh para peserta. Diskusi ini berjalan seruh. Namun karena waktu, karena itu disepakati agar dibentuk Tim perumus Kesimpulan dan Rekomendasi yang diakomodir dari berbagai pihak yang hadir, yakni: Vitalis Nong Veni (Kepala UPT KPH Sikka), Markus Miskin (Kepala UPT-PKO Kec. Mapitara), Romo Tasman Ware (Pastor Paroki Hebing), Thomas Yan Boy (Kasie Kesos Kec. Doreng), Vitalis Yulianus (Kepala Desa Waihawa), Yosef Arianto (Staf BKSDA), Carolus Winfridus Keupung (Direktur WTM) dan Herry Naif (Koordinator Program). Dari presentasi itu, kemudian dipercayakan beberapa orang sebagai tim perumus kesimpulan dan rekomendasi. Kegiatan pertemuan tim perumus ini dilangsungkan di Kantor WTM, Jalan Wairklau Maumere. Kegiatan ini difasilitasi oleh Will Woda dan Herry Naif, (5/09). Hadir pada kesempatan itu sebagai Tim Perumus, yakni: Vitalis Nong Veni (Kepala KPH-Sikka), Thomas Yan Boy (Kasie Kesos Kecamatan Doreng), Vitalis Yulianus (Kepala Desa Waihawa), Arkadius Reti (Ketua BPD Hebing), Mikhael R. Da Silva (BKSDA unit Flores Bagian Timur), Herry Naif (Koordinator Program WTM-CEPF), Will Woda (Koordinator Advokasi WTM-CEPF), Mus Mulyadi dan Marianus Mayolis (Fasilitator Lapangan Program WTM-CEPF). Beberapa rekomendasi yang dirumuskan diantaranya:

  1. Perlu dilakukan pengelolaan usaha tani yang berkelanjutan di kawasan hutan;
  2. Perlu dilakukan pendampingan kapasitas para petani pengelola kawasan hutan terkait sistem dan teknis pertanian berkelanjutan;
  3. Perlu dibangun kebijakan untuk penyelamatan kawasan hutan dan melakukan sosialisasi serta pemantauan terhadap aturan yang sudah ada secara periodik;
  4. Perlu dilakukan penegakan hukum yang tegas berbasis masyarakat yang hadir dalam hukum adat, Perdes, Perda dan Undang-undang;
  5. Perlu dilakukan revitalisasi dan reaktualisasi kearifan lokal;
  6. Perlu dikembangkan kurikulum berbasis pengelolaan Sumber Daya Alam yang adil dan lestari;
  7. Perlu dialokasikan anggaran yang cukup untuk pengelolaan sumber daya alam yang bersumber dari APBN, APBD I, APBD II dan APBDesa;
  8. Penyusunan reinkon di kawasan hutan;
  9. Perlu dilakukan Pembuatan tata ruang wilayah desa;
  10. Perlu dilakukan monitoring dan evaluasi kualitas kawasan hutan secara periodik.
  11. Perlu dibentuk Forum Peduli Keselamatan kawasan Hutan Egon Ilimedo;

Setelah perumusan itu, Herry Naif mengatakan bahwa hendaknya deklarasi Hebing ini menjadi perekat sosial antar para pihak yang peduli akan keselamatan lingkungan, terutama kawasan Egon Ilimedo. Pada pertemuan berikut kita akan mengundang beberapa instansi yang punya keterkaitan dengan isu penyelataman kawasan Ilimedo, seperti: UPT – KPH, Bagian SDA, Dinas Lingkungan, BKSDA, PKO, Pertanian, DPRD, DKP, NGO, Lembaga Agama (Keuskupan, MUI) Tokoh Masyarakat, Orin Bao Office, AWAS. Kita berharap bahwa momentum Pertemuan Forum, 26 september 2017 menjadi tonggak dalam membangun sebuah forum yang bersinergi dalam upaya penyelamatan kawasan hutan dan lingkungan secara umum.