“1000 Hari Menyandang TERSANGKA, Tekwan Ajat Menuntut Keadilan” Jejak buram konflik tenurial kawasan hutan di Kampung Long Isun, Mahakam Ulu, Kalimantan Timur.
Siaran Pers
Balikpapan, 29 Nopember 2017
Tak pernah terpikir oleh Tekwan akan menjalani pesakitan selama 107 hari (29 Agustus - 1 Desember 2014) di dalam sel dingin Polres Kutai Barat. Bersama 22 (dua puluh dua) pemuda kampung Long Isun lainnya, dia menjalankan mandat dari Ketua Adat Kampung Long Isun dalam surat perintah yang tertulis. Surat tugas tersebut untuk memastikan informasi bahwa perusahaan pemegang ijin HPH PT Kemakmuran Berkah Timber (PT KBT) Roda Mas Grup, sedang dan telah menggusur dan menebang hutan alam di wilayah kampung.
Benar adanya, ditemukan alat berat sedang beroperasi dan sejumlah pekerja sedang menebang kayu-kayu alam. Dialog tanpa tendesi pun berlangsung santai, sebagai bentuk penghormatan terhadap perintah kepala adat, para pekerja kemudian menghentikan aktifitas dan secara sukarela dan simbolis menyerahkan satu buah kunci trucktor dan satu unit chain saw untuk disimpan oleh pemangku kampung. (tanpa ada paksaan atau pun kekerasan, sebagaimana sebelumnya telah dituduhkan oleh PT KBT yang mengakibatkan Tekwan tersangka).
Konflik tenurial kawasan hutan di Kalimantan Timur kian mengkhawatirkan, kawasan hutan di Kaltim yang mencapai 8,3 juta Ha justru dikuasai 71% oleh korporasi kehutanan (5,9 Juta Ha HPH & HTI). PT KBT memegang ijin SK-IUPHHK NO. 378/KPTS-IV/1987 Tanggal 1 Desember 1987 dan diperpanjang dengan SK MENHUT NO. 217/MENHUT-II/2008 TGL 9 JUNI 2008 seluas 82.810 Ha
Jejak kriminalisasi Tekwan adalah wajah buram buruknya pengelolaan hutan dan ingkarnya para pemegang ijin HPH. Modus mengkriminalisasi masyarakat dan serangkaian intimidasi gencar dilakukan PT KBT terhadap Kampung Long Isun. Ini nyaris paripurna untuk sebuah kejahatan kehutanan yang tidak tunduk dan patuh terhadap regulasi dan keberlanjutan hutan masa depan.
Pada fakta-fakta yang dihimpun oleh tim kuasa hukum dari Jaringan Advokat Lingkungan Hidup (JAL), Balikpapan menemukan sejumlah kejanggalan, sarat rekayasa. PT KBT kerap menggunakan alat negara dan memperdaya masyarakat yang berusaha pertahankan wilayah kelolanya, memastikan tidak ada hutan yang dihancurkan. Kehadiran perusahan pemegang ijin HPH telah merampas wilayah kelola rakyat dan merusak hutan alam yang menjadi penyangga utama kehidupan.
Untuk menyikapi hal tersebut, Koalisi Kemanusiaan Untuk Pemulihan Kedaulatan Masyarakat Adat meminta kepada Kapolda Kaltim atas kewenangan yang dimiliki untuk segera menerbitkan SP3 demi kepastian hukum. Sebab tak dipungkiri, bahwa dalam ekspose kasus konflik tenurial Long Isun di KLHK, bahwa perusahaan telah mengakui beberapa langkah yang diambil adalah sebuah kesalahan besar. Bahkan sertifikasi Forest Stewardship Council (FSC) sebuah organisasi independen, non-pemerintah, dan non-profit yang didirikan untuk mempromosikan manajemen hutan di dunia yang bertanggung jawab, telah mencabut sejak 21 Mei 2017.
Pada tanggal 29 November 2017 melalui tim Penasehat Hukum dari Jaringan Advokat Lingkungan Hidup (JAL) mengajukan permohonan penghentian penyidikan (SP3) ke Polda Kaltim agar status tersangka Tekwan dicabut. Perwakilan Polda Kaltim melalui reskrimum secara resmi telah menerima surat permohonan penghentian penyidikan (SP3) tersebut. Tekwan berharap kasus ini mendapatkan perhatian khusus dari Polda Kaltim agar kepastian hukum terhadap kasus yang dialami Tekwan bisa ditegakan. Polda kaltim memberikan gambaran tehadap kasus yang dialami Tekwan jika dimungkinkan dalam waktu dekat akan dilakukan gelar perkara dengan menghadirkan para pihak terkait. Dari gelar perkara tersebut, akan bisa dilihat apakah kasus ini prosesnya bisa dilanjutkan atau Kemudian perlu segera dikeluarkan surat permohonan penghentian penyidikan (SP3).
Selesai.
Narahubung:
1). Fathur Roziqin Fen (WALHI Kaltim) 0811-544-8002
2). Carolus Tuah (POKJA 30) 0853-5002-6444
3). Fathul Huda Wiyashadi (JAL) 0816-4971-6872
4). Ignatius Hanyang (PNP) 0812-5348-3305
“..Kami hanya bisa melahirkan manusia, tapi tidak bisa melahirkan tanah. Maka jaga dan pelihara tanah yang ada dengan sebaik-baiknya, untuk warisan anak-cucu” [Serikat Perempuan Dayak, Lung Isun]