slot terbaikcapcut88pastigacor88slot thailandslot pulsaslot pulsaslot gacor hari inislot pulsaslot danaslot gacor hari inislot gacor gampang menangslot gacor maxwinslot gacor 2024slot gacor resmislot pulsaslot gacor 2024slot gacor hari inislot gacor terbaikslot pulsaslot gacor terbaikslot gacor hari inislot danaslot gacor terpercaya
Berkelok Jalan Menuju Pengakuan Hutan Adat   | WALHI

Berkelok Jalan Menuju Pengakuan Hutan Adat  

Pada akhir Desember 2016, Presiden Jokowi telah mencanangkan hutan adat kepada Masyarakat Adat seluas 13.100 hektar, sebagai bentuk pengakuan negara atas pengelolaan hutan yang dilakukan oleh masyarakat adat. Provinsi Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi yang telah memiliki kebijakan daerah tentang nagari dan pengakuan hak ulayat. Dua kebijakan ini menjadi pilar bagi proses penetapan masyarakat hukum adat beserta hak-haknya. Di tengah masih banyak tantangan yangdihadapi, baik itu dalam penguatan regulasi maupun dalam implementasi di lapangan, pengakuan hutan adat sebagaimana amanat Konstitusi dan MK 35 harusnya menemukan ruang dan momentum yang tepat untuk penyegaraan pengakuan hutan. Namun CSO yang tergabung dalam Pokja Timbalun menilai komitmen pemerintahan Jokowi pengakuan hutan adat masih jauh dari harapan. Bersama dengan Masyarakat Hukum Adat Malalo Tigo Jurai dan pemerintah daerah kabupaten Tanah Datar, Pokja Timbalun yang terdiri dari WALHI Sumbar, Perkumpulan Qbar, LBH Padang dan FKMM menyelenggarakan festival Parimbo. Festival Parimbo sebagai media bagi masyarakat adat di Sumatera Barat dalam mendorong percepatan pengakuan masyarakat hukum adat Tanah Datar dan Mentawai untuk penetapan hutan adat dan wilayah adatnya, dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari upaya penyelesaian konflik sumber daya alam berbasis kearifan lokal. Festival ini sekaligus menjadi momentum untuk semakin mempererat dan memperkuat sinergi antara  masyarakat, pemerintah dan NGO untuk memperluas akses kelola dan ruang hidup masyarakat dalam mengelola sumber daya alam. Selain diskusi publik membahas berbagai kebijakan hutan adat dan penyelesaian konflik sumber daya alam, festival ini juga menampilkan inovasi pemanfaatan hasil hutan non kayu dan potensi hutan lainnya dan ragam kesenian dan kebudayaan Minangkabau dan Mentawai yang berelasi kuat dengan nilai-nilai kearifan lokal dalam melestarikan dan mengelola hutan. Perjalanan panjang penyelesaian konflik sumber daya alam dan perjuangan Masyarakat Hukum Adat Tapan-Lunang untuk menyepakati penyelamatan wilayah kelola bersama dari ancaman ekspansi perkebunan kelapa sawit dan tambang diceritakan dalam film Hutan Terakhir dan Cabiak. http://www.wp_walhi.local/2017/06/05/pernyataan-sikap-pokja-timbalun-festival-parimbo/