Siaran Pers WALHI
12 November 2020
DPR dan Pemerintah terus memaksakan proses inkonstitusional terhadap UU Cipta Kerja (CILAKA). Pada tanggal 11 November 2020 WALHI telah menerima surat dari Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) tertanggal 9 November 2020 dengan nomor surat PW/13062/DPR RI/XI/2020 dengan hal Undangan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) yang akan di selenggarakan pada tanggal 12 November 2020 pukul 10.00 WIB dengan agenda acara adalah mendengarkan masukan mengenai penggunaan dan pelepasan kawasan hutan dan tindak lanjut diundangkannya UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja terhadap pelaksanaan penggunaan dan pelepasan kawasan hutan.
Secara mendasar ada 3 alasan kami menolak hadir undangan pembahasan omnibus law/UU Cipta Kerja (CILAKA) ini
Pertama, Kami menilai bahwa produk regulasi ini inkonstitusional, dan kami menolak terlibat dan dijadikan justifikasi, baik langsung maupun tidak langsung dalam proses-proses tersebut.
Kedua, Secara prosedural, dan proses formil undang-undang ini telah cacat, bahkan menabrak UU tentang pembentukan peraturan perundang-undangan.
Ketiga, Secara materiil, hamper secara keseluruhan UU ini bermasalah, melanggar prinsip-prinsip hak asasi manusia, dipaksakan isinya tanpa memiliki landasan, dan secara terang benderang merupakan bagian dari State Capture Corruption.
Dalam konteks subtansi pembahasan RDPU, setidaknya ada 3 hal yang paling bermasalah, termasuk kaitannya dalam UU Cipta Kerja Cilaka.
Pertama, UU cipta kerja melakukan “pemutihan” kejahatan korporasi, dengan membiarkan keterlanjuran industri ektraktif (Perkebunan dan Pertambangan) dalam Kawasan hutan. Alih-alih mengatur penegakan hukum, justru diberi ruang waktu untuk melengkapi administrasi hingga 3 tahun.
Kedua, Pasal afirmatif perlindungan Kawasan hutan justru dihapus UU Cipta Kerja (CILAKA), sehingga batas minimum Kawasan hutan sebesar 30% pada satu wilayah dihapus.
Ketiga, Hal paling mendasar, terlebih terkait kejahatan korporasi, khususnya dalam Kawasan hutan, justru pasal strict liability / pertanggung jawaban mutlak pada pasal 88 di UU PPLH dikebiri, redaksinya dirubah sehingga tidak lagi menjadi konsepsi pertanggungjawaban mutlak dalam penegakan hukum kejahatan korporasi dalam kejahatan lingkungan hidup.
Bagi kami UU Cipta Kerja (CILAKA) ini merupakan puncak pengkhianatan negara terhadap hak-hak rakyatnya!
Salam Adil dan Lestari
#MosiTidakPercaya
#CabutUU112020
#BatalkanOmnibusLaw
#PembangkanganSipilBerskalaBesar
#JegalSampaiGagal
#PulihkanIndonesia
Narahubung :
Nur Hidayati (Direktur Eksekutif) +62 813-1610-1154
Edo Rakhman (Koord Kampanye) +62 813-5620-8763
Wahyu A. Perdana (Manajer Kampanye pangan, air, & ekosistem esensial) 082112395919 .