Darurat KARHUTLA, WALHI Desak Upaya Penanggulangan Asap dan Penegakan Hukum bagi Korporasi

Harapan kebakaran hutan dan lahan gambut tidak terjadi lagi paska peristiwa hebat pada tahun 2015, pupus. Meski angkanya sempat menurun di tahun 2016 dan 2017, kebakaran di tahun 2018 ini dikhawatirkan akan meluas. Data WALHI yang diolah dari berbagai sumber mencatat dari tanggal 1 Januari – 25 Agustus 2018, terdapat 2.423 titik api di Kalimantan, dan 1.155 titik api di Sumatera. 765 titik api dari kedua pulau tersebut berada pada kawasan konsesi korporasi (konsesi Kehutanan dan Perkebunan). Bahkan titik panas tersebut juga terdeteksi pada kawasan Kesatuan Hidrologi Gambut (KHG), sebanyak 783 titik di sumatera, dan 536 titik di Kalimantan. Data di atas menunjukkan bahwa belum ada perubahan yang signifikan dari krisis sebelumnya, kebijakan korektif terhadap salah urus tata kelola hutan dan ekosistem rawa gambut belum terjadi, meski pemerintah sudah mengeluarkan kebijakan restorasi gambut salah satunya dengan menerbitkan Perpres No. 1/2016 dan PP 57/2016 tentang perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut. Kebakaran hutan dan lahan gambut yang terjadi tahun ini mengingatkan akan sejumlah pekerjaan rumah yang begitu besar, buah dari salah urus tata kelola hutan dan ekosistem rawa gambut di masa lalu. Sayangnya pekerjaan rumah tersebut tersendat-sendat dijalankan, jauh dari harapan pembenahan tata kelola dan penegakan hukum. Bahkan BRG sendiri hingga 2018 belum masuk pada restorasi pada kawasan ekosistem rawa gambut (ERG), yang berada di kawasan konsesi.

 width=

Ada kecenderungan saat ini justru menyalahkan masyarakat, meski banyak fakta menunjukkan titik api pada kawasan konsesi korporasi. Kajian WALHI atas Kelola Rakyat di Ekosistem Rawa Gambut, di Sumatera dan Kalimantan pada 2016. Menunjukkan bahwa kearifan lokal di masyarakat dalam mengelola Ekosistem Rawa Gambut sangat menghormati lingkungan, bahkan pada beberapa budaya memiliki standart yang lebih tinggi dibandingkan aturan pemerintah yang memberikan batas maksimal kedalaman gambut 3 meter untuk membuka perkebunan. Naiknya kembali angka KARHUTLA, harusnya menjadi momentum untuk melakukan kebijakan korektif dan review izin-izin konsesi, khususnya pada kawasan konsesi yang berada pada Ekosistem Rawa Gambut. merujuk pada putusan Pengadilan Tinggi Palangkaraya, harusnya pemerintah menjalankan putusan gugatan Citizen Lawsuit (CLS), bukan sebaliknya melakukan upaya kasasi, mengingat putusan tersebut untuk kebaikan publik Khalisah Khalid, Kepala Departemen Kampanye dan Perluasan Jaringan Eksekutif Nasional WALHI menyatakan bahwa “tantangan terbesar persoalan kebakaran hutan dan gambut dan penanganannya adalah kuatnya aktor korporasi yang selama ini berada di balik peristiwa kebakaran hutan dan gambut. Komitmen penegakan hukum yang sempat dilontarkan oleh Presiden di tahun 2015 dan awal tahun 2016, semakin melemah dengan mengatasnamakan keterlanjuran, sehingga korporasi semakin merasa mendapatkan angin, dan bahkan terus melakukan upaya pembangkangan hukum”. Penegakan hukum lebih banyak bersifat pemberian sanksi administratif yang tidak memberikan efek jera bagi korporasi. Kami mendorong agar pemerintah melihat kebakaran hutan dan lahan gambut yang kembali terjadi pada tahun 2018 ini sebagai momentum untuk mengeluarkan kebijakan perlindungan hutan dan ekosistem rawa gambut yang lebih komprehensif dan bersifat jangka panjang dari berbagai ancaman investasi skala besar antara lain sawit dan kebun kayu . “Kami mendesak Presiden segera mengeluarkan kebijakan moratorium sawit dan investasi monokultur skala besar lainnya. Jika tidak, kami khawatir target pembenahan tata kelola hutan dan ekosistem rawa gambut tidak akan tercapai dan kebakaran hutan dan gambut, akan terus terjadi, karena kerusakannya jauh lebih cepat dibandingkan dengan upaya pemulihannya”. Jakarta, 27 Agustus 2018  Catatan Editor

PUTUSAN PERKARA NO 118/PDT-G/LH/2016/PN-PLK   DALAM EKSEPSI : - Menolak eksepsi dari para Tergugat untuk seluruhnya;   DALAM PROVISI : - Menolak tuntutan provisi dari para Penggugat;   DALAM POKOK PERKARA : 1. Mengabulkan gugatan para Penggugat untuk sebagian;   2. Menyatakan PARA TERGUGAT telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum;   3. Menghukum TERGUGAT I untuk menerbitkan Peraturan pelaksana dari Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang penting bagi pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan, dengan melibatkan peran serta masyarakat yaitu: 1). Peraturan Pemerintah tentang tata cara penetapan daya dukung dan daya tampung lingkungan Hidup; 2). Peraturan Pemerintah tentang baku mutu lingkungan, yang meliputi: baku mutu air, baku mutu air laut, baku mutu udara ambien dan baku mutu lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; 3). Peraturan Pemerintah tentang kriteria baku kerusakan lingkungan hidup yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan/atau lahan; 4). Peraturan Pemerintah tentang instrumen ekonomi lingkungan hidup; 5). Peraturan Pemerintah tentang analisis risiko lingkungan hidup; 6). Peraturan Pemerintah tentang tata cara penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup; dan 7). Peraturan Pemerintah tentang tata cara pemulihan fungsi lingkungan hidup;   4. Menghukum TERGUGAT I untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah atau Peraturan Presiden yang menjadi dasar hukum terbentuknya tim gabungan yang terdiri dari TERGUGAT II, TERGUGAT III, TERGUGAT IV dan TERGUGAT VI;   5. Menghukum TERGUGAT II, TERGUGAT III, TERGUGAT IV dan TERGUGAT VI untuk membuat tim gabungan dimana fungsinya adalah : 1). Melakukan peninjauan ulang dan merevisi izin-izin usaha pengelolaan hutan dan perkebunan yang telah terbakar maupun belum terbakar berdasarkan pemenuhan kriteria penerbitan izin serta daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup di wilayah Provinsi Kalimantan Tengah; 2). Melakukan penegakan hukum lingkungan perdata, pidana maupun administrasi atas perusahan-perusahaan yang lahannya terjadi kebakaran; 3). Membuat roadmap (peta jalan) pencegahan dini, penanggulangan dan pemulihan korban kebakaran hutan dan lahan serta pemulihan lingkungan; 6. Menghukum TERGUGAT I beserta TERGUGAT II, TERGUGAT V dan TERGUGAT VI segera mengambil tindakan : 1). Mendirikan rumah sakit khusus paru dan penyakit lain akibat pencemaran udara asap di Propinsi Kalimantan Tengah yang dapat diakses gratis bagi Korban Asap; 2). Memerintahkan seluruh rumah sakit daerah yang berada di wilayah provinsi Kalimantan Tengah membebaskan biaya pengobatan bagi masyarakat yang terkena dampak kabut asap di Provinsi Kalimantan Tengah; 3). Membuat tempat evakuasi ruang bebas pencemaran guna antispasi potensi kebakaran hutan dan lahan yang berakibat pencemaran udara asap; 4). Menyiapkan petunjuk teknis evakuasi dan bekerjasama dengan lembaga lain untuk memastikan evakuasi berjalan lancar;   7. Menghukum TERGUGAT I beserta TERGUGAT II dan TERGUGAT VI untuk membuat: 1). Peta kerawanan kebakaran hutan, lahan dan perkebunan di wilayah Provinsi Kalimantan Tengah; 2). Kebijakan standart peralatan pengendalian kebakaran hutan dan perkebunan di wilayah Provinsi Kalimantan Tengah;   8. Menghukum TERGUGAT II untuk segera melakukan revisi Rencana Kehutanan Tingkat Nasional yang tercantum dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 41 Tahun 2011 tentang Standar Fasilitasi Sarana Dan Prasarana Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung Model Dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi Model;   9. Menghukum TERGUGAT II dan TERGUGAT VI untuk : 1). Mengumumkan kepada publik lahan yang terbakar dan perusahaan pemegang izinnya; 2). Mengembangkan sistem keterbukaan informasi kebakaran hutan, lahan dan perkebunan di wilayah Provinsi Kalimantan Tengah; 3). Mengumumkan dana jaminan lingkungan hidup dan dana penanggulangan yang berasal perusahaan – perusahaan yang lahannya terbakar; 4). Mengumumkan dana investasi pelestarian hutan dari perusahaan-perusahaan pemegang izin kehutanan;   10. Menghukum TERGUGAT VI untuk membuat tim khusus pencegahan dini kebakaran hutan, lahan dan perkebunan di seluruh wilayah Provinsi Kalimantan Tengah yang berbasis pada wilayah Desa yang beranggotakan masyarakat lokal, untuk itu TERGUGAT VI wajib: 1). Mengalokasikan dana untuk operasional dan program tim; 2). Melakukan pelatihan dan koordinasi secara berkala minimal setiap 4 bulan dalam satu tahun; 3). Menyediakan peralatan yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan lahan; 4). Menjadikan tim tersebut sebagai sumber informasi pencegahan dini dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Kalimantan Tengah;   11. Menghukum TERGUGAT VI dan TERGUGAT VII segera menyusun dan mengesahkan Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur tentang Perlindungan kawasan lindung seperti diamanatkan dalam Keputusan Presiden Nomor 32 tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung;   12. Menolak gugatan Para Penggugat selain dan selebihnya;   13. Menghukum para Tergugat untuk membayar biaya perkara yang timbul dalam perkara ini secara tanggung renteng sebesar Rp2.501.000,00 (dua juta lima ratus satu ribu rupiah);