Debat Calon Presiden ke 2 Tidak Menyentuh Akar Masalah

Siaran Pers WALHI Senin, 18 Februari 2019 Nur Hidayati Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia menyampaikan, “bahwa Debat ke 2 tidak menyentuh akar masalah, para kandidat terkesan cenderung tidak menguasai atau menghindar pada pembahasan-pembahasan yang bersifat substantif terkait lingkungan”. Secara umum, pada proses debat ini ada kecenderungan calon 01 yang klaim terlalu berlebihan, seperti pada pembahasan terkait kebakaran hutan dan konflik. Pada sisi lain calon 02 terkesan tidak menguasai masalah, dan menyampaikan secara umum dan terkesan hanya jargon. Dalam proses awal debat Calon 01 jokowi menyebutkan tidak ada kebakaran hutan di lahan gambut selama 3 tahun terakhir, faktanya dari data titik panas yang diolah oleh WALHI, dari 8.617 titik panas sepanjang 2018, 3.427 titik panas berada di lahan gambut :

 width=

Dalam pembahasan terkait infrastruktur dan konflik yang ditimbulkan, meskipun moderator telah menyampaikan pertanyaan beserta latar belakang pertanyaannya secara gamblang. Pada pembahasan calon 02 prabowo justru hanya menyinggung soal ganti rugi dan tukar guling tanahnya, tanpa menyinggung mekanisme penyelesaian konflik, mensimplifikasi hanya persoalan ganti rugi justru menunjukkan bahwa penguasaan masalah yang minim. Pada pembahasan Calon 01 jokowi justru menyampaikan pengingkaran bahwa selama 4,5 tahun masa jabatannya tidak ada konflik dalam pembangunan infrastruktur. Faktanya bahkan dalam laporan ke KSP  (Kantor Staff Presiden) sendiri, tercatat total konflik mencapai 555 kasus yang dilaporkan ke KSP . tercatat  19 kasus dengan 631 KK terdampak, dengan luasan konflik mencapai 2.288,536 Ha

 width=

Dalam pembahasan terkait energi, Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam, kedua calon tidak menyinggung hal substansi, bahkan dalam soal sawit justru kompak mendukung sawit, serta menyandarkan pada biodiesel dan terkesan mengabaikan dampak lingkungan hidup yang cukup signifikan dari sawit. Ada kecenderungan kedua calon justru ingin mendorong energi yang berbasis lahan, tanpa menyinggung rencana phase out dan roadmap untuk lepas dari energi kotor dan tidak ramah lingkungan. Tidak disinggung juga subsidi biodiesel selama ini lebih banyak dinikmati korporasi. Terlebih juga tidak menyinggung pembahasan terkait batubara, begitu juga hal substansi terkait perubahan iklim, tidak disinggung sama sekali. Pada pembahasan Reforma Agraria, kami memahami bahwa ada capaian yang tidak maksimal dari PS & TORA, tentu program ini harus tetap dilanjutkan oleh presiden yang akan datang. Seperti diduga, calon 01 Jokowi akan menggunakan data capaian PS dan TORA. Bahkan mengklaim tidak membagi lahan ke yang “gede-gede”. Namun ada persoalan mendasar yang tidak disinggung (1) meski tanpa beban masa lalu upaya penyelesaian konflik tidak menunjukkan perkembangan yang signifikan, bahkan cenderung bertambah, (2), target yang tercapai bahkan tidak signifikan, yang terjadi justru sebaliknya, misalnya penerbitan pelepasan kawasan hutan untuk sawit kepada PT. Hardaya Inti Plantation Di Kabu­paten Buol, Provinsi Sulawesi Tengah Seluas 9.964 Ha pada 23 November 2018, tidak lama setelah inpres moratorium sawit keluar. Pada pembahasan yang sama, calon 02 prabowo justru nampak salah memahami persoalan reforma agraria, prabowo menyebutkan “jika terus menerus bagi-bagi tanah, maka tanah akan habis, maka solusinya disebutkan oleh calon 02 menggunakan pasal 33 “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara..”, statment ini mengesankan bahwa kandidat salah memahami HMN (Hak Menguasai Negara), perlu diingat bahwa dalam putusan MK, bahwa Hak Menguasai Negara tidak sama dengan Hak Memiliki. Pada pembahasan yang terkait penegakan hukum, kedua calon tidak masuk pada pembahasan yang strategis pada mekanisme penegakan hukum terhadap kejahatan korporasi. Calon 02 Prabowo hanya menyebutkan akan menegakkan hukum perusahaan-perusahaan.Sedangkan calon 01 Jokowi justru memberikan klaim berlebihan, bahwa penanganan kebakaran hutan bisa diatasi karena ada penegakan hukum terhadap 11 perusahaan dan sudah diberi denda totalnya mencapai 18 triliun. Faktanya meski disebutkan kemenangan dalam gugatan terhadap korporasi, 2015-2018 KLHK telah mengantongi deposit kemenangan terhadap korporasi dalam gugatan kerugian dan pemulihan lingkungan hidup sebesar Rp 16,94 triliyun untuk kerugian lingkungan hidup dan Rp 1,37 triliyun untuk biaya pemulihan, namun belum ada satupun putusan yang sudah dieksekusi hingga saat ini. Terlebih dalam pembahasan terkait lubang tambang dan pencemaran, kedua calon justru kompak mengakhir perdebatan meski masih memiliki waktu, tidak ada pembahasan mekanisme penegakan hukum, pada kasus pencemaran terkait Citarum masih banyak perusahaan yang belum ditindak. Pada kasus lubang tambang menjadi cukup krusial mengingat korban di lubang tambang masih terus berjatuhan, sebaliknya kedua calon tidak menyinggung mekanisme penegakan hukum dan terkesan tidak menguasai masalah. Debat ke-2 ini menjadi cerminan bahwa masih banyak “pekerjaan rumah” kedepan terkait lingkungan hidup dan sumber daya alam.  

Narahubung Wahyu A. Perdana ( 082112395919 ) Manajer Kampanye Pangan, Air dan Ekosistem Esensial Eksekutif Nasional WALHI