slot terbaikcapcut88pastigacor88slot thailandslot pulsaslot pulsaslot gacor hari inislot pulsaslot danaslot gacor hari inislot gacor terbaikslot gacor maxwinslot gacor 2024slot gacor resmislot pulsaslot gacor 2024slot gacor hari inislot gacor terbaikslot pulsaslot gacor terbaikslot gacor hari inislot danaslot gacor terpercaya
Diskusi Pemindahan Ibu Kota | WALHI

Diskusi Pemindahan Ibu Kota

Diskusi ini dilakukan di Eksekutif Nasional WALHI pada tanggal 12 september 2019. sebagian besar peserta yang hadir dalam diskusi ini adalah adalah staff eksekutif nasional dan eksekutif daerah WALHI. Total jumlah peserta yang hadir sebanyak 21 orang, perempuan berjumhlah 7 orang  dan sisanya adalah laki-laki atau 16 orang. Dari proporsi tersebut memang jumlah laki-laki lebih banyak, namun, dalam diskusi ini setidaknya jumlah perempuan tidak minor  atau proporsinya sangat kecil dibanding laki-laki. Selain itu, peserta perempuan pada diskusi ini tidak pasif, namun aktif memberi tanggapan seperti yang disampaikan oleh Dewan Daerah Bengkulu, Uli Siagian.   

Pemantik pada diskusi ini adalah Tubagus dari Eksekutif Daerah Jakarta, Adriansah Dewan Daerah Sulteng dan Yuyun Harmono dari Eksekutif Nasional WALHI. Diskusi ini dilakukan dalam rangka untuk memantik dan menganalisis alasan mengapa pemerintah memindahkan ibu kota dari Jakarta ke Kalimantan Timur. Ada ragam pandangan terkait diskusi ini, tapi prinsipnya hampir semua peserta diskusi menganggap pemindahan ini sarat dengan kepentingan ekonomi-politik. Ibu kota dipindahkan dengan alasan akumulasi keuntungan yang diperlukan di Jakarta sudah mengalami staknasi atau dalam kurun waktu lima tahun terakhir pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya tumbuh 5% sehingga mesti dipindahkan ke luar pulau Jawa atau ke pulau Kalimantan yang masih memiliki ruang baru dengan asumsi akan terjadi pertumbuhan lebih dari 5%. Yang menarik dari orientasi mengejar pertumbuhan ekonomi ini dianggap Yuyun Harmono mestinya tidak harus atau sangat memungkinkan tidak mendorong pertumbuhan karena implikasinya adalah ketimpangan, tapi mendorong pemerataan disemua lini cabang produksi dengan tidak memberi tekanan pada industri ekstraktif yang sarat pengrusakan ekologi dan eksploitasi tenaga kerja. Yuyun juga menambahkan, sebelum mengambil keputusan memindahkan ibu kota sebaikya persoalan terkait pengrusakan lingkungan diselesaikan terlebih dahulu.  

Argumentasi ini kemudian dipertajam dengan analisa pemindahan ibu kota tidak menyelesaikan masalah, dalam artian Jakarta dan Kalimantan sama-sama dalam status krisis ekologis dan agrarian karena telah mengalami daya tampung dan dukung yang sudah tidak sesuai kapasitasnya: problem kependudukan, industri ekstraktif yang luasan izinnya melampaui luas daratan pulau dan problem tata ruang.

Rencana tindak lanjut dalam diskusi ini, pertama, peserta diskusi merekomendasikan kepada eksekutif nasional untuk memiliki analisa yang komprehensif menyikapi pemindahan ibu kota. Paling tidak analisa tersebut memiliki basis data yang cukup dan ilmiah. Kedua, memiliki dokumen perencanaan yang telah dikeluarkan pemerintah pusat melalui Bappenas RI. Sejauh ini memang posisi WALHI belum mau memberikan tanggapan karena hambatan mengakses dokumen perencanaan pemindahan ibu kota yang dimilki Bappenas. Namun, lebih jauh dari itu, diskusi ini dapat memantik perdebatan yang menyoal pemindahan ibu kota yang akhir-akhir ini nir perspektif ekonomi-politik ekologis atau sangat teknokratik.