Siaran Pers
8 Desember 2023
Petugas keamanan AAL mendatangi dua perempuan Sulawesi yang baru-baru ini mengkritik operasi perusahaan yang dianggap membahayakan.
JAKARTA/WASHINGTON/AMSTERDAM–Friends of the Earth (FOE) mengecam keras intimidasi yang dilakukan oleh Astra Agro Lestari (AAL) terhadap masyarakat yang selama ini berjuang meminta perusahaan untuk mengembalikan tanah mereka yang diklaim tanpa persetujuan.
Pada tanggal 4 Desember, karyawan dan pihak keamanan AAL–perusahaan kelapa sawit terbesar kedua di Indonesia–mendatangi dua perempuan di desa Rio Mukti di Sulawesi Tengah, Indonesia, dan memaksa mereka menandatangani surat yang menyatakan bahwa tidak ada konflik lahan antara anak perusahaan AAL, PT Lestari Tani Teladan (PT LTT) dan masyarakat setempat.
Kunjungan tersebut dilakukan dua hari setelah WALHI membagikan video memperlihatkan dua perempuan yang berbicara tentang dampak buruk dari operasi AAL dan menyerukan agar tanah masyarakat segera dikembalikan. FOE menyerukan semua pihak yang berkepentingan, termasuk pihak berwenang di Indonesia, untuk segera melakukan intervensi dan meredakan situasi tersebut.
“Setiap lembaga yang memiliki hubungan dengan AAL harus mencegah perusahaan melakukan upaya serangan balik terhadap masyarakat yang berjuang untuk mendapatkan kembali tanah dan penghidupan mereka,”ujar Uli Arta Siagian, Manajer Kampanye Hutan dan Kebun WALHI Nasional. “Intimidasi yang dilakukan AAL terhadap perempuan yang meminta perusahaan mengembalikan tanahnya sekali lagi menunjukkan taktik represif yang dilakukan AAL. AAL harus bertanggung jawab atas beberapa kasus kriminalisasi selama beberapa tahun terakhir saja. Tokoh masyarakat dan pembela HAM atas lingkungan hidup telah beberapa kali dijebloskan ke penjara karena tindakan represifitas yang dilakukan AAL. Pihak berwenang di Indonesia, termasuk Komnas HAM, harus memastikan hal ini tidak boleh terjadi lagi dan menjadi intimidasi baru oleh AAL.”
Bukti-bukti pelanggaran lingkungan hidup dan hak asasi manusia yang dilakukan AAL dan anak perusahaannya PT LTT, PT Mamuang, dan PT Agro Nusa Abadi telah dipublikasikan dalam sebuah Laporan Maret 2022 yang diterbitkan oleh WALHI dan Friends of the Earth AS. Sejak diterbitkannya laporan tersebut, sepuluh perusahaan merek dagang besar untuk barang konsumsi telah menangguhkan pembelian dari AAL dalam kapasitas tertentu. Banyak perusahaan yang memiliki hubungan dengan AAL telah berkomitmen di atas kertas untuk melindungi dan mendukung hak asasi manusia dan Pembela HAM. Khususnya, pada bulan September 2023, perusahaan barang konsumsi raksasa Unilever merilis kebijakan yang mendukung pembela hak asasi manusia yang secara eksplisit menyatakan tidak mentoleransi intimidasi, penyerangan, atau serangan balik terhadap pembela hak asasi manusia atas lingkungan.
“Ini adalah contoh kasus intimidasi dan pemaksaan yang dilakukan oleh perusahaan berkuasa kepada warga yang terus berjuang demi tanah dan penghidupan mereka,”kata Gaurav Madan, Juru Kampanye Senior Hak Hutan dan Lahan di Friends of the Earth AS. “Kekerasan terhadap pembela HAM adalah epidemi global. Tindakan mereka tidak lebih dari omong kosong, investigasi yang dilakukan tidak membuahkan hasil dan berbagai kertas kebijakan yang hanya di atas kertas. sudah waktunya bagi perusahaan dan investor mendesak AAL secara terbuka, menuntut mereka mengembalikan tanah rakyat yang mereka ambil tanpa persetujuan. Perusahaan dan investor harus memutuskan hubungan dengan perusahaan yang tidak mau bertobat ini, memastikan pemulihan atas kerugian yang ditimbulkannya, dan mempersiapkan transisi yang adil dari operasi industri agribisnis yang melanggengkan kekerasan dan pencurian lahan.”
Minggu lalu, AAL merilis laporan yang cacat yang berupaya menyangkal tuduhan pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan perusahaan. Friends of the Earth dan WALHI menolak laporan karena gagal memeriksa berbagai kasus kriminalisasi yang dilakukan perusahaan, apakah anak perusahaan AAL pernah menerima persetujuan bebas, didahulukan, dan diinformasikan (FPIC) dari masyarakat, atau sejauh mana kerusakan lingkungan akibat operasi kelapa sawit. Laporan tersebut merupakan hasil investigasi sepihak oleh perusahaan yang meminta masyarakat menunjukkan dokumen klaim lahan mereka, sementara itu AAL tidak dimintai bukti yang sama.
Masyarakat terus mendesak agar AAL segera mengembalikan tanah yang diambil tanpa izin; memberikan kompensasi kepada petani atas hilangnya tanah dan mata pencaharian mereka; melakukan pemulihan lingkungan hidup terhadap sungai yang rusak dan terdegradasi; membersihkan nama-nama para pembela hak asasi manusia atas lingkungan hidup yang menjadi korban kriminalisasi; dan mengeluarkan permintaan maaf secara terbuka atas kerugian yang dialami oleh masyarakat. Perlu dicatat bahwa jumlah lahan yang diminta kembali oleh masyarakat yang terkena dampak dari anak perusahaan AAL yaitu PT LTT, PT Mamuang, dan PT Nusa Agro Abadi kurang dari 0,1% dari keseluruhan cadangan lahan AAL.
Kontak:
Brittany Miller, Sahabat Bumi AS, bmiller@foe.org, (202) 222-0746
Uli Arta Siagian, WALHI, ulisiagian@walhi.or.id, +628 2182 61 9212