Cuplikan kata pengantar dari Zenzi Suhadi, Direktur Eksekutif Nasional WALHI
Setengah abad lebih hutan Indonesia menjadi komoditas. Negara memisahkan pengelolaannya dengan peradaban dan kehidupan masyarakat Indonesia, pasca mengklaim 140an juta daratan Indonesia menjadi kawasan hutan negara, kawasan hutan tersebut diorientasikan menjadi sumber ekonomi berbasis kayu dengan badan usaha menjadi wakil negara menguasainya. Penerbitan izin logging yang tinggi mendorong pembabatan hutan dalam skala bencana.
Pasca rezim logging yang menghabisi hutan Indonesia, dimulai tahun 1990 pemerintah melanjutkan kesalahannya dengan memberikan izin pada para pengusaha kebun kayu, melalui izin pemanfaatan hutan untuk Hutan Tanaman Industri (HTI). Tidak hanya berhenti di sana kawasan hutan yang diambil dari Wilayah Kelola Rakyat mulai dilepaskan untuk menjadi perkebunan kelapa sawit, aktivitas tambang pun mulai diperbolehkan dalam kawasan hutan, menggantikan eks konsesi logging, atau bahkan membongkar wilayah hutan yang masih memiliki tutupan baik.
Kesalahan orientasi pemenfaatan hutan, lemahnya penegakan hukum, dan budaya hukum yang terus mengakomodasi pelanggaran, menjadi penyebab utama hilangnya 46% hutan alam Indonesia. Hilangnya hutan-hutan ini telah nyata memberikan daya rusak yang besar dan berkepanjangan bagi alam serta kehidupan rakyat Indonesia. Masyarakat adat dan komunitas local kehilangan kultur dan penghidupannya. Dampak besar meluas bukan hanya menimpa masyarakat di sekitar kerusakan hutan, tetapi menjangkau wilayah lain dalam bentuk bencana ekologis, banjir dan longsor, bahkan dalam skala yang luas berkontribusi besar dalam krisis iklim seperti yang terjadi saat ini.
Selengkapnya silahkan unduh tautan berikut:
IMPUNITAS KORPORASI PENGHANCUR HUTAN