Siaran Pers
Untuk Diterbitkan Segera
Ancam Lingkungan Hidup dan Kesehatan Masyarakat, WALHI Gugat Izin Lingkungan PLTU Jawa 9 & 10
BANTEN/JAKARTA, Rabu 4/11/2020 - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) secara resmi menggugat Izin Lingkungan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Jawa 9 & 10. Gugatan tersebut dilayangkan karena pembangunan PLTU Jawa 9 & 10 akan memperburuk kualitas lingkungan hidup dan kesehatan masyarakat di sekitar PLTU Jawa 9 & 10 dan gagal mematuhi standar emisi terbaru yang telah berlaku sejak 2019.
Gugatan terhadap Surat Keputusan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Banten Nomor : 570/2/ILH.DPMPTSP/III/2017 tentang Pemberian Izin Lingkungan kepada PT. Indonesia Power Rencana Kegiatan Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Suralaya Unit 9 – 10 (2 x 1.000 MW) Beserta Fasilitas Penunjangnya di Kelurahan Suralaya Kecamatan Pulomerak Kota Cilegon Provinsi Banten didaftarkan pada Pengadilan Tata Usaha Negara Serang dan memperoleh nomor perkara 51/G/LH/2020/PTUN.SRG.
Sebelum mendaftarkan gugatan, WALHI telah terlebih dahulu mengajukan surat keberatan terhadap izin lingkungan PLTU Jawa 9 & 10 kepada Gubernur Banten pada tanggal 5 Agustus 2020. Namun, surat keberatan tersebut tidak mendapatkan balasan. WALHI selanjutnya mengajukan banding administratif kepada Presiden tanggal 1 September 2020, tetapi banding administratif tersebut juga tidak dibalas oleh Presiden.
PLTU Jawa 9 & 10 yang terletak di Suralaya, Kota Cilegon akan menambah panjang daftar sumber polutan di wilayah ini. Mengingat hingga saat ini, di wilayah Suralaya telah terdapat 8 PLTU dengan total kapasitas 4025 MW yang letaknya begitu berdekatan dengan pemukiman masyarakat. PLTU Jawa 9 & 10 diproyeksikan akan memperburuk kualitas udara di Suralaya dan Provinsi Banten secara umum. Tidak kurang sebanyak 21 unit PLTU telah mengepung Provinsi Banten (Trend Asia, 2020) dan menempatkannya sebagai salah satu provinsi dengan jumlah PLTU paling banyak di Indonesia.
Buruknya kualitas udara di Suralaya menyebabkan tingginya tingkat penderita Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di Kota Cilegon. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Cilegon sejak tahun 2018 sampai dengan Mei 2020 terdapat 118.184 kasus ISPA di kota Cilegon.
Sayangnya dalam Amdal PLTU Jawa 9 & 10 tahun 2017, dampak penurunan kualitas udara dan gangguan kesehatan masyarakat akibat pembangunan dan operasi PLTU Jawa 9 & 10 tidak didasarkan atas informasi yang utuh dan valid, sehingga prakiraan dampak negatif yang ditimbulkan dari pembangunan dan operasi PLTU Jawa 9 & 10 lebih rendah dari yang seharusnya.
Selain gagal memperkirakan dampak terhadap kualitas udara dan gangguan kesehatan masyarakat, Amdal tersebut juga gagal memperkirakan dampak pembangunan dan operasi PLTU terhadap kualitas air laut dan risiko kerusakan yang akan timbul akibat tsunami.
Menteri LHK pada tahun 2019 telah mengeluarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 15 Tahun 2019 tentang Baku Mutu Emisi Pembangkit Listrik Tenaga Termal (Permen LHK 15/2019) yang mengatur emisi Sulfur Dioksida (SO2), Nitrogen Oksida (NOx), Partikulat (PM), dan Merkuri (Hg) lebih ketat dibandingkan peraturan baku mutu emisi sebelumnya yang menjadi dasar terbitnya Izin Lingkungan PLTU Jawa 9 & 10.
PLTU Jawa 9 & 10 seharusnya mengikuti baku mutu emisi yang diatur dalam Peraturan Menteri LHK 15/2019. Akan tetapi, hingga diajukannya gugatan ini, tidak ada kejelasan perubahan Izin Lingkungan dan AMDAL untuk penyesuaian standar. Padahal, ini merupakan salah satu kewajiban pemegang izin dan kegagalan pemenuhannya menyebabkan Izin Lingkungan yang ada dapat dibatalkan berdasarkan Pasal 37 ayat (2) huruf c UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH).
Ronald Siahaan, kuasa hukum penggugat menyatakan, “Gugatan ini didaftarkan untuk kepentingan perlindungan lingkungan hidup dari dampak negatif yang berpotensi ditimbulkan oleh pembangunan dan operasi PLTU Suralaya 9 dan 10. Untuk itu, kami meminta Gubernur Provinsi Banten untuk membatalkan Izin Lingkungan PLTU Suralaya 9 dan 10.”
Akses masyarakat terhadap Izin Lingkungan PLTU Jawa 9 & 10 pun sangat dibatasi. Situs web atau portal resmi milik Gubernur Banten dan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Banten tidak mengumumkan Izin Lingkungan PLTU Jawa 9 & 10. Tanpa adanya pengumuman, maka masyarakat akan kehilangan suara untuk memperjuangkan haknya dalam pembangunan PLTU Jawa 9 & 10.
Tendensi untuk menutup akses masyarakat terhadap dokumen-dokumen publik secara nyata telah berlangsung sejak lama dan semakin parah kondisinya akhir-akhir ini.
Kontak media:
Ronald Siahaan, kuasa hukum penggugat, +62 8777 5607 994
-----
Press Release
For Immediate Release
Threatening Environment and Public Health, WALHI Sues Java 9 & 10 Environmental Permit
BANTEN/JAKARTA, Wednesday (4/11/2020)-The Indonesian Forum for the Environment (WALHI) officially sued the Java 9 & 10 Coal Power Plant (PLTU) Environmental Permit. The lawsuit was filed because the construction of Java 9 & 10 would worsen the environmental quality and public health nearby and failed to comply with the latest emission standards that have been in effect since 2019.
The Lawsuit against the Decree of the Head of Banten Province One Stop Investment and Integrated Services Service Number: 570/2/ILH.DPMPTSP/III/2017 concerning the Granting of Environmental Permits to PT Indonesia Power Activities Plan for the Construction of Suralaya Unit 9 - 10 (2 x 1,000 MW) Coal Power Plant along with its supporting facilities in Suralaya Village, Pulomerak District, Cilegon City, Banten Province, registered with the Serang State Administrative Court and obtained a case number 51/G/LH/2020/PTUN.SRG.
Before registering the lawsuit, WALHI had first submitted an objection letter against the Java 9 & 10 environmental permit to the Governor of Banten on August 5, 2020. However, the objection letter did not receive a reply. WALHI subsequently submitted an administrative appeal to the President on September 1, 2020, but the President also did not reply to that administrative appeal.
Java 9 & 10, located in Suralaya, Cilegon City, will add to the long list of pollutant sources in the region. This is because so far there are 8 PLTUs in the Suralaya area with a total capacity of 4025 MW which are located so very close to community settlements. Java 9 & 10 is projected to worsen air quality in Suralaya and Banten Province in general. No less than 21 PLTU units have surrounded Banten Province (Trend Asia, 2020) and have placed it as one of the provinces with the most PLTUs in Indonesia.
The poor air quality in Suralaya caused a high rate of people with Acute Respiratory Infection (ISPA) in Cilegon City. Based on data from the Cilegon City Health Office from 2018 to May 2020, there were 118.184 cases of ISPA in Cilegon City.
Unfortunately in the Environmental Impact Analysis (EIA/AMDAL) of Java 9 & 10, the impact of decreased air quality and public health problems due to the construction and operation of Java 9 & 10 was not based on complete and valid information, so the prediction of negative impacts arising from the construction and operation of Java 9 & 10 was lower than it should.
Apart from failing to estimate the impact on air quality and public health problems, the EIA also failed to estimate the impact of the construction and operation of the Java 9& 10 on seawater quality and the risk of damage that would arise due to the tsunami.
The Minister of Environment and Forestry in 2019 issued the Regulation of the Minister of Environment and Forestry Number 15/2019 concerning Emission Standards for Thermal Power Plants (Permen LHK 15/2019) which regulates the emission of Sulfur Dioxide (SO2), Nitrogen Oxide (NOx), Particulate (PM) ), and Mercury (Hg) is more stringent than the previous emission quality standard regulations which are the basis for the issuance of the Java 9 & 10 Environmental Permit.
Java 9 & 10 should follow the emission quality standards stipulated in the Minister of Environment and Forestry Regulation 15/2019. However, until the filing of this lawsuit, there was no clarity about the changes to the Environmental Permit and EIA/AMDAL for standard adjustment. In fact, this is one of the obligations of the permit holder and failure to fulfill it causes the existing Environmental Permit to be canceled based on Article 37 paragraph (2) letter c of the Environmental Protection and Management Law (UU PPLH).
Ronald Siahaan, the plaintiff's attorney, stated, "This lawsuit was registered for the benefit of environmental protection from the potential negative impacts caused by the construction and operation of Java 9 and 10. For this reason, we ask the Governor of Banten Province to cancel the Environmental Permits of Java 9 and 10."
Public access to the Environmental Permit for Java 9 & 10 is also very limited. The official website or portal owned by the Governor of Banten and the Banten Province One Stop Investment and One Stop Service Office did not announce the Java 9 & 10 Environmental Permit.
The tendency to close public access to public documents has actually been going on for a long time and recently the condition has gotten worse.
Media contact:
Ronald Siahaan, the plaintiff's attorney, +62 8777 5607 994