Walhi Sulawesi Tengah Bersama Persatuan Petani Polanto Jaya melaksanakan Rapat Akbar Petani di Aula Kantor kecamatan Rio Pakava kabupaten Donggala Sulawesi Tengah Pada Hari Minggu tanggal 15 April 2018. Rapat akbar ini adalah rangkai dari kegiatan menuju putusan pengadilan pada tanggal 17 April 2018 terhadap empat Petani Polanto Jaya yang di kriminaliasi oleh PT. Mamuang anak perusahaan Astra. Dalam rapat akbar ini, dihadiri oleh unsur-unsur pemerintah, perwakilan desa, para petani, serta oraganisasi-organiasasi mahasiswa yang ikut bersolidaritas terhadap perjuangan petani Polanto Jaya tersebut. ASTRA Petaka Bagi Petani Polanto Jaya Sejak masuk di wilayah Lalundu, hingga saat ini, keberadaan Astra di kecamatan Rio Pakava sering memunculkan gesekan antara perusahaan dengan petani setempat. Hal ini tidak terlepas dari perampasan lahan yang dilakukan oleh Astra, lewat beberapa anak Perusahaannya yang ada di wilayah tersebut. yakni Mamuang, Lestari Tani Teladan dan Letawa. Direktur Walhi Sulteng, Abdul. Haris menerangkan “Kriminaliasi, Intimidasi dan represif adalah makanan sehari-hari petani Polanto Jaya. Hal tersebut adalah upaya melemahkan posisi rakyat supaya kepentingan perusahaan dapat berjalan dengan mulus. Sehingga, secara mendasar, keberadaan Astra di Rio Pakaya telah membawa berbagai macam persoalan bagi petani yang sudah sejak lama mendiami wilayah tersebut”.
Rantai Bisnis PT. Mamuang Mamuang adalah anak perusahaan dari Astra Agro Lestari yang secara garis besar berada dalam payung Astra Internasional. Sehingga perusahaan ini adalah perusahaan raksasa dengan fondasi finansial yang cukup kuat. Sampai saat ini, Astra Agro lestrari tercatat sebagai salah satu perusahaan perkebunan kelapa sawit terbesar di Indonsia. Tahun 2016 saja, Astra Agro Lestari masuk dalam Perekebuan terbesar ke II di Indonesia dengan luas pengelolaan lebih dari 200 ribu hektar. Selain itu, pada tahun 2016, total pendapatan Astra adalah sekitar 14,12 Triliyun, yang terdiri dari hasil CPO, Turunan CPO (RBDPO, Olein, Stearin dan PFAD) serta penjualan karnel. Ini adalah pendapatan Astra yang hanya bersumber dari sektor perkebunan sawit. Belum terhitung dari jejaring bisnis lain yang dimiliki Astra. Kita bisa membanyangkan betapa besar pendapatan tersebutsehingga mengharuskan produksi CPO secara terus-menerus. Dibalik Keuntungan Astra Pendapatan Astra yang sangat besar diatas, adalah buah dari perampasan tanah rakyat. Kriminalisasi, Intimidasi, dan Represif adalah hal-hal yang sudah biasa terjadi di wilayah-wilayah perkebunan Sawit Astra di seluruh Indonesia. Kasus empat Petani desa Polanto Jaya, adalah cermin dari keganasan Astra sebagai perusahaan pengejar Profit. Tak mengenal ampun, terus- dan terus melipatgandakan keuntungan. Tak memperdulikan kemanusiaan, menggusur para petani dari tanah mereka. Padahal para petani Polanto Jaya tersebut telah lebih dulu ada sebelum mereka (ASTRA) melakukan aktifitas. Terlebih para petani tersebut telah melengkapi tanah mereka dengan dokumen-dokumen legal. Tapi hal tersebut tak punya nilai dihadapan Astra. Dengan dibantu oleh perangkat represif negara (Aparat), Mereka terus melakukan penyerobotan-penyerobotan, sampai para petani menyerah dan kalah.
ISPO Produk Gagal Pada tahun 2009, Pemerintah, melalui Kementerian Pertanian menerapkan suatu rumusan baru soal perkebunan kelapa sawit di Indonesia, Yakni ISPO. ISPO kepanjangan dari “Indonesian Sustainable Palm Oil System” yang bertujuan untuk meningkatkan daya saing minyak kepala sawit Indonesia dalam pasar global dan ikut berpartisipasi dalam komitmen bersama Presiden Republik Indonesia soal mengurangi Efek Rumah Kaca, serta memberi perhatian terhadap lingkungan, Hak Asasi Manusia, Dsb. Dalam ISPO sendiri, terdapat standarisasi-standarisasi yang telah ditetapkan oleh pemerintah dalam Pengelolaan Perkebunan Kelapa Sawit. Misalnya proses pembukaan lahan baru, pembuatan sarana jalan, terasering,rorak dsb yang tertuang dalam aturan ISPO. Namun sekalipun telah disusun sedemikan rupa, bila melihat fakta-fakta yang ada, justru ISPO (yang merupakan aturan baku dalam pengelolaan perekebunan kelapa sawit di Indonesia), sering dilalaikan oleh perusahaan-perusahaan Sawit di Indonesia. Manager Kajian dan Pembelaan Hukum Walhi Sulteng, Mohammad Hasan menjelaskan “ Kita bisa melihat fakta nyata di Kabupaten Morowali Utara Sulawesi Tengah. Yaitu PT. Agro Nusa Abadi (Anak Perusahaan ASTRA) yang sejak mengantongi izin lokasi tahun 2006, telah menyebabkan tambak-tambak rumput laut masyarakat mengalami penyusutan hasil panen. Hal terserbut diduga akibat limbah sisa perkebunan PT. ANA masuk dalam tambak-tambak masyarakat. sehingga mengakibatkan rumput laut sebagai komuditas unggulan masyarakat jatuh. Selain persoalan pecemaran, Pabrik dari PT. ANA tersebut, berada dalam cakupan yang sangat dekat dengan jalan trans/ jalan arteleri. Sehingga secara tidak langsung, asap dari Cerobong Pabrik tersebut cukup menggangu pengguna jalan dan masyarakat sekitar”.
Dari hal ini, Kita dapat menyimpulkan bahwa, komitmen negara soal tatakelola perkebunan sawit, adalah ocehan yang tidak mendasar. ISPO yang harapanya bisa mempertegas komitmen perusahaan justru tidak mempunyai kekuatan apa-apa. Bisa dibilang, ISPO adalah Produk Pemerintah yang gagal. Kegagalan-kegagalan tersebut tidak lain karena negara yang masih sangat kompromi terhadap modal. Sehingga Produk/ regulasi-regulasi yang dilahirlah adalah regulasi karet, tidak tegas, dan sudah pasti tidak demokratis. Ketidak tegasan tersebut justru telah melahirkan berbagai macam persoalan di rakyat (Petani) contohnya kasus di desa Polanto Jaya saat ini. (K.E)