Jakarta, Senin, 14 Agustus 2017 Kepala Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Provinsi Jawa Barat (Kepala BPMPT Provinsi Jawa Barat) sebagai Tergugat dalam perkara Izin Lingkungan PLTU Cirebon 1 x 1.000 MW telah mencabut permohonan banding terhadap putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Bandung (PTUN Bandung) No. 124/G/LH/2016/PTUN-BDG pada tanggal 1 Agustus 2017. Para Penggugat, Dusmad, dkk., mengetahui pencabutan permohonan banding tersebut melalui pemberitahuan dari PTUN Bandung yang disampaikan pada kuasa hukumnya yang tergabung dalam Tim Advokasi Hak Atas Keadilan Iklim. Langkah pencabutan permohonan banding tersebut menunjukkan bahwa pihak Tergugat mengakui kesalahannya yang fatal, yakni penerbitan Izin Lingkungan PLTU Cirebon 1 x 1.000 MW yang bertentangan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Cirebon Tahun 2011 – 2031. “Dengan dicabutnya permohonan banding oleh Tergugat, seharusnya kita kembali lagi ke putusan PTUN, yaitu SK Izin Lingkungan PT CEP cacat yuridis dan harus dicabut. Sekarang kami sedang menunggu penetapan dari PTTUN Jakarta, dan Jum’at (11/08) kami sudah ajukan surat ke PTTUN untuk mengklarifikasi status proses hukum banding,” ujar Lasma Natalia, kuasa hukum para penggugat dari LBH Bandung. Jika putusan PTUN Bandung No. 124/G/LH/2016/PTUN-BDG tertanggal 19 April 2017 menjadi berkekuatan hukum tetap (inkracht), maka BPMPT Provinsi Jawa Barat selaku Tergugat harus melaksanakan perintah dalam amar putusan dari putusan PTUN Bandung tersebut, di antaranya adalah mencabut Izin Lingkungan PLTU Cirebon 1 x 1.000 MW. Sebagai konsekuensi hukum pencabutan Izin Lingkungan, Izin Usaha PT CEP juga harus dicabut dan kegiatan harus dihentikan. Wahyu Widianto, Manajer Advokasi WALHI Jawa Barat, mengharapkan Tergugat segera mematuhi putusan ini, “Putusan ini menunjukkan penegakan hukum terhadap salah satu contoh buruk pelaksanaan proyek 35.000 MW, dimana banyak perundang-undangan yang diterobos. Dengan BHT-nya putusan ini maka kita bisa lihat bahwa suatu proyek yang dipaksakan ketika bertentangan dengan rencana tata ruang yang berlaku dan jelas-jelas melanggar hukum memiliki resiko hukum yang tinggi,” lanjutnya.
Harapan senada juga dituturkan para penggugat dan perwakilan warga terdampak pembangunan PLTU Cirebon 2. “Di luar masalah yuridis ini, juga ada masalah sosial yaitu hilangnya lapangan pekerjaan para nelayan, dampak kesehatan yang tidak diperhitungkan dengan baik,” lanjut Wahyu Widianto. Ricky Rasi Sonia, salah satu warga Desa Kanci Kulon, menegaskan para penggugat yakin bahwa perjuangan melalui jalur hukum ini diperlukan sekalipun menemui berbagai tantangan, “Sekalipun ada upaya dari perusahaan untuk menghentikan gugatan ini, para penggugat tetap ingin pemerintahan Jokowi menghentikan pembangunan PLTU 2 tersebut. Kita bisa lihat dampak dari PLTU 1 sudah cukup buruk bagi nelayan sekitar,” ujarnya. Di sisi lain, para penggugat mengingatkan implikasi putusan ini terhadap proses revisi Izin Lingkungan yang secara paralel diajukan oleh PT CEP kepada Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Barat (DLH Provinsi Jawa Barat) pada 2 Juni 2017. “DLH harus menolak perubahan Izin Lingkungan PLTU Cirebon 1 x 1.000 MW. Hal ini sudah kami sampaikan secara tertulis kepada DLH Jabar dalam saran, pendapat, dan tanggapan terhadap permohonan perubahan Izin Lingkungan tersebut pada tanggal 12 Juni 2017,” ujar Dwi Sawung, Manajer Energi dan Perkotaan WALHI Eksekutif Nasional.
Hal ini diamini Margaretha Quina, pengamat hukum lingkungan dari Indonesian Center for Environmental Lawa, yang menyatakan bahwa revisi Izin Lingkungan justru akan meningkatkan resiko hukum bagi perusahaan. “Dalam PP Izin Lingkungan, jelas bahwa revisi izin lingkungan hanya bisa dilakukan jika keputusan tata usaha negara yang menjadi dasar perubahan masih berlaku. Jika Izin Lingkungan telah dicabut, maka pembuatan Izin Lingkungan harus dimulai dari awal, bukan dengan revisi,” ujarnya. Selain itu, mengingat pertimbangan hakim adalah bertentangannya Izin Lingkungan dengan RTRW Kabupaten, “Selama RTRW Kabupaten masih sama, jika ada izin baru bisa saja diperkarakan kembali,” lanjutnya. Pada akhirnya, sembari menunggu status BHT dari PTTUN Jakarta, proyek PLTU Cirebon 1 x 1.000 MW harus dihentikan karena Izin Lingkungan telah melanggar RTRW Kabupaten Cirebon Tahun 2011 – 2031 sebagaimana diputus oleh PTUN Bandung. Kasus ini harus menjadi pembelajaran bagi pemerintah, perusahaan maupun investor untuk tertib hukum dan patuh terhadap perundang-undangan yang berlaku dalam setiap kegiatan dan/atau usaha, termasuk dalam proyek percepatan infrastruktur ketenagalistrikan. Contact Person:
- Dwi Sawung, Manager Energi dan Perkotaan Eksekutif Nasional Walhi 08156104606
- Wahyu Widianto, Manager advokasi Walhi Jawa Barat, 081320423076
- Willy Hanafi, Direktur LBH Bandung, 082116166814