Surabaya, 12 Agustus 2022
Press Release
Cabut IUP Produksi PT SMN di Trenggalek dan Tetapkan Kawasan Pesisir Selatan Sebagai Kawasan Lindung
Pada tanggal 8 Agustus 2022, Aliansi Rakyat Trenggalek melakukan audiensi dengan Bupati Trenggalek di kantor Pemerintah Kabupaten Trenggalek dengan agenda menyampaikan perihal penolakan tambang emas di Trenggalek. Pokok persoalan yang disampaikan yakni perihal pencabutan IUP produksi tambang emas yang kini dikantongi PT. Sumber Mineral Nusantara (SMN) yang beberapa waktu lalu dilego ke Far East Gold Ltd sebuah perusahaan tambang emas dari Australia.
Aliansi Rakyat Trenggalek dalam pertemuan tersebut meminta Bupati Trenggalek untuk mengirimkan surat rekomendasi pencabutan IUP produksi kepada Kementerian ESDM. Permintaan tersebut langsung direspons oleh Bupati dengan mengirimkan surat bernomor 500/1180/406.002.1./2021 kepada Direktur Jenderal Mineral dan Batubara, pada 18 Mei 2021 lalu. Isinya memohon agar dilakukan peninjauan kembali terhadap penerbitan IUP Operasi Produksi (OP) PT SMN. Lalu pada 9 Agustus 2022, Bupati Trenggalek mengirimkan kembali surat bernomor 500/2096/406.002.1/2022 kepada Kementerian ESDM terkait permohonan pencabutan IUP produksi PT. SMN
Langkah yang diambil oleh Aliansi Trenggalek dan Bupati Trenggalek bukan tanpa dasar, pasalnya sejak tahun 2015 hingga saat ini warga di tingkat tapak seperti Kampak, Watulimo, Dongko dan hampir di seluruh wilayah Trenggalek menolak tambang. Bahkan dukungan publik terus mengalir melalui petisi online di platform change.org, total hampir 22.419 orang mendatangani petisi ini. Sebagai bentuk dukungan atas langkah Bupati Trenggalek yang meminta pencabutan IUP produksi ke pemerintah provinsi dan pemerintah pusat.
Selain itu, penolakan tambang juga berdasar pada kajian mengenai beberapa pelanggaran yang dilakukan oleh pemerintah ketika menerbitkan IUP produksi kepada PT SMN. Kami menemukan bahwa IUP produksi seluas 12.813,00 hektar yang meliputi 9 wilayah kecamatan di Kabupaten Trenggalek, diantaranya adalah Kecamatan Tugu, Kecamatan Karangan, Kecamatan Suruh, Kecamatan Pule, Kecamatan Gandusari, Kecamatan Dongko, Kecamatan Kampak, Kecamatan Munjungan, dan Kecamatan Watulimo ternyata bertentangan dengan Peraturan Daerah Kabupaten Trenggalek Nomor 15 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Trenggalek Tahun 2012-2032.
Setelah mencoba melakukan penyesuaian peta konsesi dengan peta pola ruang Kabupaten Trenggalek, lebih detailnya ditemukan jika IUP produksi PT. SMN yang mencakup 9 kecamatan tersebut berada di atas kawasan lindung yang telah ditetapkan berdasarkan aturan perundang-undangan yang berlaku, di antaranya termasuk: a) kawasan hutan lindung, b) kawasan resapan air, c) kawasan sempadan mata air, d) kawasan sempadan sungai, e) kawasan pelestarian alam gua, f) kawasan pelestarian alam air terjun, g) kawasan pelestarian alam gunung, h) kawasan lindung geologi karst. Selain itu konsesi tersebut juga berada di atas kawasan rawan bencana yang telah ditetapkan berdasarkan aturan perundang-undangan yang berlaku, di antaranya termasuk: a) kawasan rawan bencana longsor dan b) kawasan rawan bencana banjir.
Gambar 1 Peta overlay IUP produksi PT. SMN dengan peta pola ruang Trenggalek
Kami juga menemukan beberapa pelanggaran substansial yang dilakukan oleh PT. SMN. Mereka telah melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pertambangan mineral dan batubara dengan tidak mengindahkan kewajibannya untuk memasang tanda batas paling lambat 6 bulan sejak ditetapkannya IUP produksi pada 24 Juni 2019 melalui Surat Keputusan (SK) Gubernur Jatim Nomor P2T/57/15.02/VI/2019.
Lalu, secara faktual di dalam konsesi IUP PT Sumber Mineral Nusantara terdapat kawasan pemukiman penduduk yang cukup padat. Selain itu areal dalam cakupan konsesi IUP PT Sumber Mineral Nusantara adalah kawasan lahan pertanian produktif yang sebagian telah ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan.
Di dalam cakupan konsesi IUP PT Sumber Mineral Nusantara adalah kawasan lahan perkebunan milik warga masyarakat yang telah menghidupi secara turun temurun berkontribusi pada pendapatan daerah dengan hasil produktivitas pada komoditas unggulan termasuk di antaranya adalah: a) cengkeh, b) kopi, c) kakao, d) tebu, e) durian, dan f) manggis. Selain ekonomi warga, kami juga menemukan bahwa areal dalam cakupan konsesi IUP PT Sumber Mineral Nusantara mencakup adanya situs-situs budaya yang menjadi penting untuk dijaga sebagai cagar budaya, seperti prasasti Kampak yang menjadi bukti perjalanan Mpu Sindok saat melakukan perjalanan pasca Kerajaan Mataram kuno runtuh. Mpu Sindok sendiri nanti akan dicatat sejarah sebagai leluhur raja besar bernama Airlangga dan merupakan leluhur Singasari dan Majapahit.
Tentu, keberadaan tambang emas akan merampas banyak hal, baik biodiversitas, sumber mata air, ekonomi lokal dan sejarah penting rakyat Indonesia. Oleh karena itu, keberadaan PT. SMN sangat tidak relevan, selain melanggar peraturan juga akan menyebabkan bencana multidimensi di masa depan, Karena itu kami meminta Presiden Joko Widodo dan Kementerian ESDM untuk mencabut IUP produksi PT. SMN, karena melanggar beberapa prinsip, ketentuan dan aturan, serta tidak sesuai dengan target National Determined Contribution (NDC) untuk mengurangi emisi dan menjadi bagian dari gerakan melawan perubahan iklim secara global sebagaimana disampaikan oleh Presiden.
Selanjutnya kami mendukung penuh sikap dan langkah Bupati Trenggalek untuk menolak dan mengusulkan pencabutan IUP produksi PT. SMN. Lalu, kami mendesak dan meminta Pemerintah Provinsi Jawa Timur untuk mendukung dan mengupayakan pencabutan izin IUP Produksi PT. SMN. Karena Pemerintah provinsi bertanggung jawab atas izin tersebut, sebab mereka yang menerbitkan SK IUP produksi pada PT. SMN.
Kami mendesak Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan Kementerian ATR//BPN untuk segera mengesahkan Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kabupaten Trenggalek yang baru, karena sejak tahun 2020 ditahan dan digantung, karena tidak memasukkan kawasan tambang dan dipaksa memasukkan kawasan tambang. Hal ini sangat tidak dibenarkan, memaksa suatu daerah untuk memasukkan kawasan yang tidak cocok dengan kondisi kawasannya dan jika dimasukkan berpotensi menyebabkan degradasi yang berujung bencana di sebuah wilayah. Berarti pemerintah provinsi dan pusat dalam hal ini ATR/BPN mengamini bencana di Pesisir Selatan Jawa.
Terakhir, kami mendesak dan meminta Pemerintah Provinsi Jawa Timur untuk membuat Rencana Tata Ruang dan Wilayah yang berbasis realitas dan saintifik, mempertimbankan resiko bencana, dengan menetapkan kawasan Pesisir Selatan Jawa sebagai kawasan non tambang dan kawasan lindung, sebagai upaya pencegahan untuk menghindari degradasi dan bencana di masa yang akan datang khususnya di Pesisir Selatan Jawa.
Narahubung
Wahyu Eka Setyawan, Direktur Eksekutif WALHI Jawa Timur, 082145835417, [email protected]
Pradipta Indra Ariono, Manajer Pembelaan Hukum dan Kebijakan, 082245551013, [email protected]