Siaran Pers
Gerakan Masyarakat Sipil Gugat Modal Bank Tanah
Jakarta, 17 Februari 2023
Kami dari gerakan masyarakat sipil yang terdiri dari 10 (sepuluh) organisasi hari ini melakukan uji formil Peraturan Pemerintah Nomor 124 Tahun 2021 Tentang Modal Badan Bank Tanah (PP 124/2021). Gugatan ini merupakan lanjutan dari gugatan uji formil dan materil Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2021 tentang Badan Bank Tanah yang telah kami daftarkan pada Senin, 13 Februari 2023 lalu.
Ada beberapa pertimbangan dan alasan mengapa kami melakukan gugatan atas PP 124/2021 ini; 1) Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020 (Putusan MK 91); 2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU 12/2011) ; 3) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintah (UU 30/2014).
Putusan MK 91 angka 7 memerintahkan Pemerintah dan DPR untuk menangguhkan segala tindakan/kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas. Pemerintah juga tidak dibenarkan menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan UU Cipta Kerja.
Namun faktanya, setelah Putusan MK 91 dibacakan pada 25 November 2021, pemerintah justru terus-menerus menerbitkan peraturan pelaksana UU Cipta Kerja. Sebagai pelaksana Pasal 125-135 UU Cipta Kerja, setelah menerbitkan PP 64/2021, pasca Putusan MK 91 Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 124 Tahun 2021 tentang Modal Badan Bank Tanah, Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2022 tentang Penambahan Modal Badan Bank Tanah dan Peraturan Presiden Nomor 113 Tahun 2021 tentang Struktur dan Penyelenggaraan Badan Bank Tanah agar Bank Tanah dapat beroperasional.
Selain melanggar Putusan MK 91, penerbitan PP 124/2021 juga melanggar ketentuan terkait muatan materi peraturan yang mencerminkan asas ketertiban dan kepastian hukum pembentukan peraturan perundang-undangan yang diatur Pasal 6 ayat (1) UU 12/2011. PP 124/2021 dibentuk tidak sesuai prosedur yang diatur pada Pasal 25 jo. Pasal 26 ayat (2) UU 12/2011 jo. Pasal 29 Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2014 jo. Keputusan Presiden Nomor 4 Tahun 2021.
Lebih lanjut, PP 124/2021 bertentangan dengan Pasal 10 ayat (1) huruf a dan huruf e jo. Pasal 17 ayat (2) huruf a dan huruf c UU 30/2014. Sebab penerbitan PP 124/2021 pasca Putusan MK 91 mengabaikan asas umum pemerintahan yang baik terkait kepastian hukum dan tidak menyalahgunakan kewenangan. Sehingga PP 124/2021 menunjukkan bahwa Pemerintah telah melampaui wewenang dan bertindak sewenang-wenang.
Seperti disampaikan Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), Indonesian Human Rights Committee For Social Justice (IHCS) dan Aliansi Organis Indonesia (AOI). Mereka mengatakan pembentukan peraturan pelaksana UU No.11/2020 tentang Cipta Kerja yang telah dinyatakan inkonstitusional telah menyebabkan ketiadaan jaminan atas kepastian hukum pada hak-hak konstitusional warga negara yang telah menghalangi terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. KRKP menambahkan bahwa hal tersebut pada akhirnya akan mengancam kedaulatan rakyat atas pangan.
Senada dengan KRKP, FIAN Indonesia, salah satu pemohon menyatakan, kehadiran peraturan pelaksana seperti PP 124/2021 ini menyebabkan hilangnya tatanan masyarakat Indonesia yang adil dan demokratis, di mana setiap orang dapat menikmati semua hak-hak asasinya secara penuh, terutama hak atas pangan dan gizi yang memadai untuk kelangsungan hidup yang bermartabat. Hal ini sesuai dengan Sila Kelima Pancasila, Pasal 27 Paragraf 2 dan Bab XA UUD 1945.
Lebih jauh, peraturan terkait Bank Tanah dibuat sebagai upaya memperkuat legitimasi hukum dan operasionalisasi Bank Tanah, yang pada praktiknya justru akan memperkuat inkonstitusionalitas praktik Bank Tanah di lapangan. Sehingga Bank Tanah sebagai kebijakan yang bersifat strategis dan akan berdampak luas kepada masyarakat kecil utamanya petani, masyarakat adat, buruh tani, masyarakat pedesaan dan miskin kota serta pesisir dan pulau-pulau kecil yang bergantung pada pertanian, tanah dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, haruslah dihentikan pelaksanaannya. Apalagi, kekayaan Badan Bank Tanah merupakan kekayaan negara yang dipisahkan sehingga berpotensi menjadi ladang dari praktik-praktik korupsi.
Menurut Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) dan Lokataru Foundation, pembentukan berbagai peraturan pelaksana dan kebijakan terkait UU No.11/2020 tentang Cipta Kerja yang telah dinyatakan Inkonstitusional, salah satunya PP 124/2021 tentang Modal Badan Bank Tanah akan menghambat upaya pemenuhan hak atas tanah para petani, nelayan, masyarakat adat, buruh, perempuan dan masyarakat rentan di perkotaan yang telah dijamin oleh konstitusi.
Operasi dan pemberian modal terhadap Badan Bank Tanah yang inkonstitusional ini memperparah konflik dan menghambat agenda reforma agraria. Sebab, objek dan penguasaan tanah oleh lembaga ini menyasar tanah-tanah yang menjadi objek reforma agraria.
Demikian juga pandangan Sawit Watch yang menyatakan penetapan Badan Bank Tanah merugikan secara konstitusional dan tidak berpihak pada kelompok masyarakat rentan di wilayah perkebuan sawit.
Aliansi Petani Indonesia (API) menambahkan bahwa keberadaan Badan Bank Tanah berpotensi mendistorsi pelaksanaan reforma agraria. Hal itu dapat terlihat dari keberpihakan Bank Tanah yang ramah kepada kepentingan investasi dan ‘pembangunan’. Hal ini ditegaskan salah satu orientasi Bank Tanah ialah untuk mendukung Proyek Strategis Nasional (PSN).
Sementara, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), keberadaan Bank Tanah dan telah disertai penambahan modal dapat membahayakan kelestarian lingkungan dan berdampak pada pemenuhan hak warga negara Indonesia atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
Selanjutnya, Institute for Ecosoc Rights melihat keberadaan Bank Tanah semakin menyulitkan upaya mendukung/membantu komunitas lokal dalam membantu mereka mempertahankan hak-hak mereka yang dirampas oleh perusahaan.
Rangkaian gugatan oleh gerakan masyarakat sipil masih akan terus berlangsung pada peraturan pelaksana terkait Bank Tanah lainnya. Selayaknya PP 64 Nomor 2021 Tentang Badan Bank Tanah yang seharusnya dinyatakan cacat formil. Proses gugatan ini merupakan bagian dari Gerakan Ultimatum Rakyat yang terdiri dari gerakan lintas sektor yang menuntut Presiden dan DPR RI segera mencabut Perppu Cipta Kerja.
Demikian siaran pers ini kami sampaikan agar dapat menjadi perhatian semua pihak.
Hormat kami,
Pemohon gugatan:
- Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA)
- Indonesia Human Right Committee for Social Justice (IHCS)
- Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI)
- Lokataru Foundation
- Aliansi Petani Indonesia (API)
- Aliansi Organis Indonesia (AOI)
- Ecosoc Rights
- FIAN Indonesia
- Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP)
- Sawit Watch