Darurat Agraria Langkat
HENTIKAN PERAMPASAN TANAH RAKYAT PENUNGGU SUMUT
Demi Bisnis Gula, PTPN II dan TNI Dibiarkan Menggusur Tanah BPRPI
Hari ini kita melihat para perempuan berada di garis terdepan di wilayah-wilayah konflik agraria, mulai dari Deli Serdang, Tebo hingga Langkat. Mereka menghadapi gempuran represif perusahaan, tentara dan polisi. Kita patut mengangkat tangan untuk persatuan bagi mereka yang tengah berada di garis terdepan.
Hari ini (29/9) PTPN II dibantu aparat TNI kembali menggusur tanah adat Badan Perjuangan Rakyat Penunggu Indonesia (BPRPI) di Kampung Durian Selemak.
Kabar terkini di lapangan telah terjadi penganiayaan dan pemukulan terhadap beberapa perempuan, anak-anak dan nenek-nenek oleh TNI dan PTPN II karena mempertahankan hak atas wilayah adatnya.
Tindakan TNI dan PTPN II ini merupakan lanjutan dari penggusuran yang terjadi sebelumnya di kampung yang sama, yakni Durian Selemak (23/9), dan beberapa hari lalu penggusuran pertama oleh PTPN terjadi di Kampung pertumbukan (11/9).
Ketika melakukan penggusuran di Kampung Pertumbukan tanah seluas 60 hektar milik rakyat penunggu habis digusur oleh alat berat PTPN II dibantu sekitar 300 aparat TNI, 100 Brimob dan 200 security PTPN II.
Rencana penggusuran tanah ini berkaitan dengan pembangunan perkebunan tebu PTPN. Dari informasi yang diterima dari lapangan, pembukaan lahan untuk bisnis gula ini akan meluas dan menggusur setidaknya 4 (empat kampung), yaitu:
- Kampung Pertumbukan
- Kampung Durian Selemak
- Kampung Secangggang
- Kampung Pantai Gemi
Diketahui bahwa penggusuran ini merupakan pelaksanaan dari proyek pembangunan kebun tebu oleh PTPN II di Sumatera Utara berdasarkan klaim sertifikat Hak Guna Usaha (HGU) Nomor 3 seluas 1.530,71 hektar.
Menurut Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), HGU ini mengandung permasalahan prosedural, bahkan pelanggaran konstitusional, termasuk terdapat kejanggalan; Pertama penerbitan HGU tanpa persetujuan Rakyat Penunggu dan prosedur yang jelas. Kedua, HGU Nomor 3 PTPN II tersebut tidak terletak di empat desa yang mereka sudah/sedang/akan digusur. Ketiga, PTPN II tidak mampu menunjukkan bukti kepemilikan HGU yang menjadi dasar klaim dan penggsusuran hingga saat ini.
Klaim sepihak, tindakan penggusuran dan pemukulan kepada Rakyat Penunggu dan petani ladang BPRPI menambah catatan buruk PTPN II dan aparat keamanan negara. Jauh sebelumnya PTPN II telah menyebabkan konflik agraria diderita oleh Rakyat Penunggu BPRPI di 83 desa seluas 262.313 hektar di seluruh Sumatera Utara (LPRA-KPA, 2020). Sejak awal Pemerintahan Presiden Jokowi dimulai, BPRPI telah menyerahkan data wilayah adatnya sebagai prioritas untuk dituntaskan konfliknya dengan cara dilepaskan dari klaim PTPN/BUMN dalam kerangka reforma agraria bagi Rakyat Penunggu. Seharusnya ini sudah dijalankan sebagai bukti konkrit keberpihakan pada masyarakat adat dan wilayah adatnya, termasuk tanah-tanah pertanian milik Rakyat Penunggu.
Berdasarkan situasi genting yang berlangsung saat ini, KPA, AMAN dan WALHI mengecam keras penggusuran dan kekerasan yang dilakukan PTPN II bersama tentara dan menuntut:
- Presiden RI memerintahkan kepada Menteri BUMN dan Direktur PTPN II untuk segera menghentikan tindakan penggusuran, pemaksaan dan kekerasan yang saat ini masih berlangsung di Kampung Durian Selemak, Langkat.
- Presiden RI memerintahkan Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) menghentikan keterlibatan tentara dalam penggusuran dan penganiayaan di Kampung Pertumbukan dan Durian Selemak;
- Presiden RI agar turun langsung memeriksa situasi di lapangan, memerintahkan Menteri ATR/BPN dan Menteri BUMN untuk sesegera mungkin menuntaskan konflik agraria berkepanjangan ini dengan; mencabut HGU PTPN II dan mengeluarkan tanah rakyat dari klaim asset BUMN.
- Presiden RI memerintahkan Menteri ATR/BPN dan Gubernur Sumut untuk memulihkan hak-hak Rakyat Penunggu yang telah dirampas dan direpresi oleh perusahaan --dimana konflik ini merupakan kelanjutan dari warisan kolonial, dengan segera mengembalikan (re-distribusi) tanah klaim PTPN/BUMN sebagai pemilikan penuh masyarakat adat Rakyat Penunggu.
- Presiden RI memerintahkan jajaran kepolisian untuk menjaga situasi, keselamatan dan keamanan Rakyat Penunggu, utamanya perempuan dan anak-anak. Sekaligus menindak tegas pelaku kekerasan terhadap masyarakat.
Demikian pernyataan sikap dan desakan kami sampaikan kepada Presiden RI dan para pihak, agar dapat ditindaklanjuti sebagaimana mestinya.
Mari seluruh elemen gerakan bersatu untuk perjuangan Rakyat Penunggu.
Jakarta, 29 September 2020
Hormat kami
- Dewi Kartika, Sekjen Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA)
- Rukka Sombolinggi, Sekjen Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN)
- Nurhidayati, Direktur Eknas Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI)
- Devi Anggraini, Ketua Umum PEREMPUAN AMAN