Siaran Pers Bersama
Kampanye Gugatan Iklim 2023
Eksekutif Nasional WALHI
Eksekutif Daerah WALHI Jakarta
Forum Peduli Pulau Pari
Jakarta, 10 Juli 2023 – Pada pekan pertama bulan Juni 2023, Eksekutif Nasional WALHI, Eksekutif Daerah WALHI Jakarta dan Forum Peduli Pulau Pari mendapatkan undangan dari European Center for Constitutional and Human Rights (ECCHR) untuk menyampaikan kampanye gugatan iklim di forum Re:Publica 2023, sebuah forum internasional tahunan yang diselenggarakan di Kota Berlin, Jerman.
Re:publica 2023 merupakan forum yang sangat strategis karena dihadiri oleh beragam pemangku kepentingan, mulai dari ilmuwan, jurnalis, akademisi, pengambil kebijakan, yang berasal dari berbagai negara di Eropa dan dunia.
Dalam kesempatan ini, Manajer Kampanye Pesisir dan Laut Eksekutif Nasional WALHI, Parid Ridwanuddin, menyampaikan bahwa krisis iklim telah, sedang, dan akan mengancam Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia. Ancaman tersebut sudah terbukti dengan banyaknya desa-desa pesisir dan pulau-pulau kecil yang tenggelam.
“Kami, di Indonesia terus menghadapi dampak buruk krisis iklim yang telah merendam lebih dari 5.400 desa pesisir sepanjang tahun 2017-2020. Lebih dari itu, lebih dari 20 pulau-pulau kecil di Indonesia telah tenggelam karena percepatan air laut,” tegasnya di hadapan para peserta forum Re:publica 2023.
Ia menambahkan, bahwa dalam beberapa dekade mendatang, sebanyak 83 pulau kecil terdepan yang berada di perbatasan, serta 115 pulau kecil di perairan dalam Indonesia akan tenggelam karena percepatan kenaikan air laut akibat krisis iklim.
Dalam jangka panjang, kata Parid Ridwanuddin, krisis iklim yang menyebabkan kenaikan air laut dan menenggelamkan desa-desa pesisir akan memicu pengungsi iklim (climate refugee). Internal Displacement Monitoring Centre (IDMC), sebagaimana dikutip Litbang Kompas (2021), menyebut bencana hidrometeorologis (bencana iklim, PR) menjadi faktor penyebab terbesar manusia kehilangan tempat tinggal secara global, termasuk di Indonesia. Untuk tahun 2020, bencana tersebut telah membuat 30,7 juta orang kehilangan rumah. Data IDMC menunjukkan sepanjang tahun 2011–2020, dari 5,3 juta orang di Indonesia yang kehilangan rumahnya akibat bencana, sebanyak 3,6 juta atau 68 persennya akibat bencana (iklim) berhubungan dengan cuaca ekstrem.
Membaca Konteks Gugatan iklim Pulau Pari
Dalam konteks besar ancaman krisis iklim itulah, langkah penting gugatan iklim masyarakat Pulau Pari melawan Holcim ditempuh. Edi Mulyono, nelayan Pulau Pari sekaligus penggugat iklim menyatakan bahwa gugatan ini tidak hanya merepresentasikan empat keluarga penggugat dan masyarakat Pulau Pari saja yang jumlahnya lebih dari 1.400 orang.
“Gugatan iklim yang kami tempuh ini merepresentasikan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil di Indonesia, bahkan merepresentasikan masyarakat di negara-negara selatan (global south) yang saat ini tengah berjuang melawan krisis iklim dan berjuang mewujudkan keadilan iklim,” ungkap Edi dalam Climate Justice Session di Re:Publica 2023.
Edi menjelaskan bahwa dirinya dan masyarakat Pulau Pari telah mengalami dampak buruk krisis iklim, setidaknya sejak tahun 2019 lalu. “Sebelas persen Pulau Pari telah hilang akibat kenaikan air laut. Pada masa yang akan datang, pulau kami akan tenggelam jika kenaikan air laut tidak berhenti,” ujarnya.
Asmania, perempuan nelayan Pulau Pari sekaligus penggugat iklim, mengatakan krisis iklim telah menyebabkan nelayan di Pulau Pari mengalami penurunan hasil tangkapan yang sangat signifikan. Dalam situasi itu, perempuan nelayan di Pulau Pari harus berjuang lebih keras untuk menghidupi keluarganya.
“Krisis iklim telah melipatgandakan beban perempuan di Pulau Pari. Tetapi kami tetap berjuang untuk keluarga dan masa depan anak-anak dan cucu kami di Pulau Pari,” tegas Asmania.
Bagi Asmania dan Edi Mulyono, Pulau Pari adalah tempat kelahiran, tumbuh, dan juga meninggal nanti. Keduanya takkan meninggalkan Pulau Pari dan akan terus berjuang untuk mendapatkan keadilan iklim.
Di dalam forum Re:Publica 2023, WALHI dan dan Masyarakat Pulau Pari mengajak masyarakat Eropa dan masyarakat global untuk mendukung gugatan iklim yang ditujukan kepada Holcim, raksasa Semen dunia yang berbasis di Swiss. Gugatan Iklim Pulau Pari terdiri dari tiga tuntutan, yaitu: Pertama, Holcim harus menurunkan emisinya secara signifikan sesuai dengan target IPCC; kedua, Holcim harus membayar dana adaptasi; dan ketiga, Holcim harus membayar dana Loss and Damage atau kerusakan dan kehilangan yang dialami oleh penggugat akibat krisis iklim.
“Kami mengajak anda semua yang berada di forum Re:Publica 2023 yang berasal dari berbagai negara untuk berdiri bersama kami menggugat Holcim yang menjadi salah satu produsen emisi terbesar di dunia. Semua orang memiliki tanggung jawab untuk menegakkan keadilan iklim bagi masa depan dunia yang lebih adil dan lestari,” tegas Suci Fitriah Tanjung, Direktur Eksekutif WALHI Jakarta.
Menurut Suci, keadilan iklim merupakan tujuan besar yang harus menjadi target semua orang, baik di Utara (Global North) maupun di Selatan (Global South), dalam rangka memastikan kehidupan planet bumi lebih baik, bagi generasi yang akan datang.
“Oleh sebab itu, ajakan yang dikumandangkan oleh masyarakat Pulau Pari kepada masyarakat global untuk mendukung gugatan iklim melawan Holcim, harus dilihat dalam kerangka keadilan antargenerasi,” pungkasnya. (*)
Informasi lebih lanjut
Edi Mulyono, Nelayan Pulau Pari–Penggugat Holcim, 081808715117
Asmania, Perempuan Nelayan Pulau Pari–Penggugat Holcim, 087885042731
Suci Fitriah Tanjung, Direktur Eksekutif Daerah WALHI Jakarta, 08561111356
Parid Ridwanuddin, Manajer Kampanye Pesisir dan Laut Eksekutif Nasional WALHI, 081237454623
Tautan youtube event di Re:Publica 2023
https://www.youtube.com/watch?v=bT24yHhcMZ8
https://www.youtube.com/watch?v=FdLikXfU-K0