Kamis, 27 Juli 2023, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) yang terdiri dari Eknas Walhi, Walhi Kalimantan Barat, Walhi Kalimantan Tengah, Walhi Sumatera Selatan, Walhi Jambi, dan Walhi Riau menggelar media brief atas ancaman kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) yang diprediksi akan memuncak di bulan Agustus dan September tahun ini.
Walhi mencatat, sebanyak 2.080 titik api berada di konsesi-konsesi korporasi yang terdiri dari konsesi Hak Guna Usaha (HGU) sawit, Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Alam (IUPHHK-HA) dan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK-HTI). Hotspot di konsesi perusahaan ini berisiko tinggi terhadap kerentanan kebakaran hutan dan lahan.
Kerentanan karhutla ini disebabkan oleh masifnya perizinan di wilayah gambut dan hutan. Sebanyak 969 perusahaan sawit berada di wilayah gambut dan hutan dengan luasan mencapai 5,6 juta hektar. Rinciannya HGU perkebunan kelapa sawit seluas 1.901.713,54 hektar, HTI seluas 2.817.880,72 hektar dan HPH seluas 888.454,07 hektar. Luas izin perkebunan kelapa sawit di ekosistem gambut dapat jauh lebih besar apabila perhitungannya memperhatikan jumlah luasan IUP Kelapa Sawit yang tidak ber-HGU yang tidak terdaftar di Kementerian ATR/ BPN.
Berikut kutipan media selengkapnya;
Uli Arta Siagian, Manajer Kampanye Hutan dan Kebun Eksekutif Nasional Walhi
“Pengurus negara ini tidak boleh terus membebani rakyat untuk mitigasi dan penanganan karhutla, hanya dengan melakukan modifikasi cuaca. Itu tidak menjawab akar persoalan karhutla yaitu lemahnya pengawasan dan penegakan hukum terhadap korporasi. Mendesak untuk segera melakukan evaluasi menyeluruh perizinan di Indonesia dan memberikan sanksi kepada korporasi yang terbukti melakukan pelanggaran. Di tahun politik ini, agenda tersebut menemukan momentumnya untuk dilakukan oleh setiap orang atau parpol yang memiliki keinginan menjadi pengurus negara ini. ”
Nikodemus Ale, Eksekutif Daerah Walhi Kalimantan Barat
“Peristiwa karhutla tahun 2015 yang berdampak luas bahkan ditetapkan menjadi bencana nasional menjadi momen penting bagi negara belajar untuk memberikan perhatian sampai penegakan hukum atas para pelaku pemegang hak konsesi. Dan segera mengambil langkah-langkah pemulihan untuk meminimalisir terulangnya persitiwa 2015. Salah satu langkah yang kita dorong adalah segera melakukan evaluasi dan revisi perizinan yang berada di kawasan gambut yang rentan terjadi karhutla.”
Janang Firman Palanungkai, Eksekutif Daerah Walhi Kalimantan Tengah
“Peristiwa kebakaran terparah di tahun 2015 dan 2019 seharusnya sudah bisa menjadi tamparan keras buat pemerintah untuk bisa mengevaluasi metode penanganan serta mitigasi bencana yang lebih membumi hingga ke titik persoalan paling pokok untuk mengukur faktor utama penyebab kebakaran itu sendiri. Apalagi banyaknya area kebakaran di tahun itu berada di wilayah konsesi dengan luasan yang sangat luas serta berada pada area gambut. Jangan sampai masyarakat yang jadi korban terutama masyarakat adat yang ada di Kalimantan Tengah yang kini banyak tidak bisa berladang karena aturan tidak boleh membakar lagi. Dampak larangan tersebut sudah membunuh sumber kedaulatan pangan masyarakat. Sedangkan banyak korporasi yang bahkan 2 kali menjadi tersangka sebagai pelaku kebakaran hutan dan lahan malah masih bisa beraktivitas hingga sekarang tanpa ada evaluasi perizinannya serta pencabutan izinnya. Gugatan CLS di Kalimantan Tengah juga tidak menimbulkan kesadaran untuk evaluasi, yang ada Negara malah terkesan berusaha membela diri tanpa rasa bersalah. Jangan sampai pada tahun 2023 membuka sejarah buruk kembali peristiwa karhutla ini.”
Febrian Putra Sopah, Eksekutif Daerah Walhi Sumatera Selatan
“Melihat penanganan karhutla yang telah terjadi sepanjang 2015-2019 yang lalu di mana upaya penegakan hukum terhadap kasus karhutla masih sangatlah lemah. Serta pemantauan dan pelaksanaan implementasi perbaikan di konsesi-konsesi ini tidaklah berjalan sebagaimana mestinya, Pada tahun 2023 ini di mana fenomena El Nino kemarau sangat kering akan terjadi di Sumatera Selatan yang akan berpotensi merampas kembali udara bersih masyarakat, sehingga publik mendesak negara untuk mencabut izin perusahaan apabila terjadi lagi karhutla!”
Abdullah, Eksekutif Daerah Walhi Jambi
"Perlu adanya penanganan dan deteksi dini terhadap titik panas yang berpotensi menjadi kebakaran besar. edukasi penanganan dan deteksi dini tidak hanya dilakukan kepada masyarakat di desa, hal yang terutama harus dipantau secara ketat adalah izin perusahaan HTI dan perkebunan sawit yang beroperasi di dalam kawasan gambut. Pemerintah yang diberikan mandat oleh rakyat juga harus memberikan sanksi dan penegakan hukum yang tegas kepada perusahaan yang terbukti melakukan pelanggaran dalam kegiatan operasional dan berakibat kepada timbulnya kebakaran hutan dan lahan yang berulang."
Boy Jerry Even Sembiring, Eksekutif Daerah Walhi Riau
“El nino tahun ini harus dijadikan momentum melakukan evaluasi menyeluruh perizinan, agar negara tidak terus dibebani dengan anggaran yang besar. Pada semester ini saja, Riau mengalami karhutla seluas 830 hektar. Modifikasi cuaca efektif untuk mengurangi dampak karhutla tetapi tidak untuk penanganan akar persoalan karhutla.”
Silahkan unduh dokumen lengkap Media Brief di bawah ini:
El Nino dan Ancaman Api dari Konsesi (Peringatan bagi Negara)