Pernyataan Sikap Komite Nasional Pembaruan Agraria (KNPA) atas Kasus Semen Rembang, Jawa Tengah Perjuangan para petani Kendeng, 9 Kartini Kendeng, telah sampai pada pertemuannya dengan Presiden Joko Widodo (2/8/2016). Dalam pertemuan ini tercapai kesepakatan, yang intinya perlu segera dibuat analisa daya dukung dan daya tampung pegunungan Kedeng melalui Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), yang dikoordinir oleh Kantor Staf Presiden (KSP). Disepakati pula, selama proses 1 (satu) tahun proses KLHS semua izin dihentikan. Artinya terhitung semenjak dikeluarkan pernyataan tersebut maka segala bentuk operasi di wilayah pabrik Semen Rembang harus dihentikan. Kesepakatan ini diperkuat lagi dengan putusan Peninjauan Kembali (PK) Nomor Register 99/PK/TUN 2016 pada 5 Oktober 2016, yang memenangkan gugatan warga Rembang dan para pihak pengguggat lainnya (termasuk Walhi), yang dalam amar putusannya tertulis:
- Mengabulkan gugatan para penggugat untuk seluruhnya;
- Menyatakan batal, Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor: 660.1/17 Tahun 2012, tanggal 7 Juni 2012, tentang Izin Lingkungan kegiatan penambangan oleh PT. Semen Gresik (Persero) Tbk. di Kabupaten Rembang Jateng,
- Mewajibkan kepada tergugat untuk mencabut Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 660.1/17 Tahun 2012 tanggal 7 Juni 2012, tentang Izin Lingkungan oleh PT. Semen Gresik (Persero) Tbk. di Kabupaten Rembang Jawa Tengah.
Sangat disayangkan, kesepakatan dan putusan hukum di atas, tidak berlaku bagi Ganjar Pranowo selaku Gubenur Jawa Tengah, sang pemberi izin lingkungan. Bukannya menghentikan operasi pabrik semen, secara diam-diam Gubernur malah mengeluarkan izin baru. Keluarnya SK Izin lingkungan No. 660.1/30 pada 9 November 2016 tentang Kegiatan Penambangan Bahan Baku Semen dan Pembangunan serta Pengoperasian Pabrik Semen merupakan perbuatan melawan hukum. Kekuatan hukum ternyata masih saja dikangkangi oleh pejabat di Negeri ini, petani dan rakyat kecil terus dipermainkan di meja hijau. Pertengahan November lalu, Kantor Staf Presiden (KSP) bertemu para pihak di Provinsi Jateng, menegaskan kembali bahwa selama proses pembuatan KLHS semua izin dihentikan. Pemerintah juga menjamin terjadinya proses dialog atau rembug yang sehat selama penyusunan KLHS berlangsung.” Ironis mengingat Gubernur Jateng mengeluarkan izin baru dengan dalil “hanya berupa amandemen bukan ijin baru” dengan alasan perusahaan telah berganti nama dari PT. Semen Gresik ke PT. Semen Indonesia, termasuk perubahan luasan tambang dari 520 hektar menjadi 293 hektar, di atas lokasi dan kegiatan yang masih sama dengan izin sebelumnya. Padahal, pembatalan izin berdasarkan putusan PK MA, seyogyanya telah diatur dalam pasal 40 ayat (2) UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Bahwa “Dalam hal izin lingkungan dicabut, izin usaha dan/atau kegiatan Dibatalkan”. Artinya seluruh kegiatan yang dilakukan PT Semen Gresik dibatalkan. Tak ada dasar hukum pengecualian apabila perusahaan telah berganti nama. Dengan demikian, maka hukuman pembatalan izin tetap melekat. Jelaslah Ganjar Pranowo telah melakukan perbuatan melawan hukum karena mengingkari kekuatan hukum tetap dan final.