(Hari HAM Sedunia) Friends of the Earth menyambut baik pengawasan PBB terhadap industri kelapa sawit dan pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh Astra Agro Lestari

Siaran Pers

Surat-surat yang baru saja dipublikasikan oleh Special Rapporteurs dan Kelompok Kerja PBB merinci pelanggaran yang meluas di industri kelapa sawit, dan menambah rentetan keprihatinan atas operasi raksasa kelapa sawit Indonesia, AAL, yang merusak.

 

WASHINGTON/JAKARTA/AMSTERDAM - Friends of the Earth menyambut baik surat-surat yang dikirim oleh tujuh Pelapor Khusus PBB dan dua kelompok kerja PBB kepada Astra Agro Lestari (AAL), perusahaan induknya, Jardine Matheson dan Astra International, dan perwakilan pemerintah Indonesia dan Cina, yang menyerukan keprihatinan mereka terhadap perampasan tanah, pelanggaran hak-hak Masyarakat Adat, degradasi lingkungan hidup, intimidasi dan kriminalisasi terhadap para pembela Hak Asasi Manusia (HAM), terbatasnya akses petani terhadap tanah untuk berkebun, dan beroperasi tanpa izin. Surat-surat tersebut merinci pelanggaran yang meluas di sektor kelapa sawit, menegaskan kembali dokumentasi yang telah dibuat oleh para akademisi, organisasi masyarakat sipil, dan masyarakat yang terkena dampak selama puluhan tahun.

Surat-surat PBB tersebut dikirim pada bulan Oktober 2024 dan dipublikasikan minggu ini dan mengungkapkan bahwa AAL mungkin melanggar “hak atas tempat tinggal, tanah dan properti, makanan yang cukup, air minum yang bersih, serta hak asasi manusia atas lingkungan yang baik, sehat, dan berkelanjutan bagi masyarakat petani dan Masyarakat Adat yang terkena dampak.” Mereka menyatakan bahwa “kekerasan, intimidasi, kriminalisasi terhadap para petani yang melakukan protes dan impunitas secara keseluruhan telah menimbulkan suasana takut dan kekerasan yang membuat masyarakat merasa takut untuk terus aktif mempertahankan tanah dan hak-hak mereka.” Baik AAL maupun perusahaan induknya tidak memberikan tanggapan meskipun PBB telah meminta mereka untuk memberikan tanggapan dalam waktu dua bulan.

“Perampasan lahan, pengrusakan lingkungan, dan intimidasi serta kriminalisasi terhadap para pembela HAM yang dilakukan oleh AAL harus segera dihentikan dan diselidiki. Perusahaan harus bertanggung jawab atas pelanggaran yang dilakukannya,” ujar Uli Arta Siagian, Manajer Kampanye Hutan dan Perkebunan WALHI (Friends of the Earth Indonesia). “Masyarakat yang berada di garis depan dalam operasi kekerasan AAL menyerukan kembalinya tanah mereka yang diambil tanpa persetujuan dan ganti rugi atas kerugian yang telah terjadi. Pemerintah Sulawesi Tengah dan badan-lembaga terkait di tingkat pusat harus membentuk satuan tugas untuk menyelesaikan konflik dan memberikan keadilan yang sudah lama tertunda kepada masyarakat. Moratorium perluasan perkebunan kelapa sawit secara nasional dan permanen diperlukan untuk mencegah deforestasi dan konflik lahan yang lebih besar antara perusahaan dan masyarakat.”

Bulan lalu, Friends of the Earth telah menerbitkan laporan terbaru mengenai laporan-laporan kekerasan, intimidasi, dan ancaman kriminalisasi yang dilakukan oleh AAL. Laporan terbaru tersebut termasuk laporan bahwa aparat keamanan Indonesia melepaskan tembakan untuk menekan aksi protes, sementara anak perusahaan AAL, PT Agro Nusa Abadi (ANA), memanen buah kelapa sawit di lahan yang disengketakan. Laporan ini menyoroti bagaimana masyarakat menerima surat panggilan atas tuduhan pencurian kelapa sawit, merinci beberapa demonstrasi di daerah yang menentang operasi AAL yang dianggap bermasalah, dan mengekspos klaim yang mencurigakan atas perkembangan yang telah dicapai oleh AAL dalam menyelesaikan konflik dan menangani keluhan masyarakat.

Selama beberapa tahun terakhir, kasus-kasus kekerasan, intimidasi, dan kriminalisasi secara rutin diajukan kepada merek-merek konsumen dan pemodal global. Selain PBB, kasus-kasus ini juga telah diangkat ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Indonesia. 

“Kekerasan, intimidasi, dan perusakan lingkungan merupakan hal lumrah terjadi dalam operasi industri kelapa sawit,” ujar Danielle van Oijen, Koordinator Program Hutan di Milieudefensie (Friends of the Earth Belanda). “Produksi minyak kelapa sawit melibatkan perampasan lahan, deforestasi, dan berlanjut dengan degradasi lingkungan yang menyebabkan banjir dan kerusakan daerah aliran sungai. PBB mengakui ancaman yang ditimbulkan oleh produksi minyak kelapa sawit industri dan AAL, yang merupakan langkah penting bagi masyarakat untuk mendapatkan ganti rugi dan pemulihan. Solusi terbaik adalah dengan mengembalikan lahan kepada masyarakat dan mendorong pertanian berbasis masyarakat serta pengelolaan hutan daripada model produksi industri kelapa sawit yang merusak.” 

Selain meningkatnya kekhawatiran akan dampak AAL terhadap hak asasi manusia, perusahaan ini juga disebut dalam investigasi yang sedang berlangsung oleh pemerintah atas dugaan korupsi dan pencucian uang di industri kelapa sawit. Sebuah pemberitaan pada bulan November mengidentifikasi tiga anak perusahaan AAL yang beroperasi di Sulawesi Tengah – PT ANA, PT Rimbunan Alam Sentosa (RAS), dan PT Sawit Jaya Abadi (SJA) – sebagai bagian dari investigasi tersebut. Menurut artikel tersebut, sejumlah pejabat dan mantan pejabat AAL telah dipanggil untuk dimintai keterangan oleh Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah. 

Ketiga anak perusahaan tersebut – PT ANA, PT RAS, dan PT SJA – diidentifikasi tidak memiliki izin Hak Guna Usaha (HGU) yang diperlukan dalam laporan bulan Juni 2024 yang diterbitkan oleh Friends of the Earth yang mengkaji pelanggaran tata kelola dan pelanggaran izin yang dilakukan oleh AAL. Laporan bulan Juni 2024 tersebut mengindikasikan bahwa PT RAS dan PT SJA tumpang tindih dengan kawasan hutan lindung di Indonesia, serta menemukan adanya kejanggalan dalam perizinan yang dimiliki masing-masing perusahaan, dan meragukan legalitas operasi mereka. 

“Setiap bulan ada laporan baru yang muncul yang melibatkan AAL dalam kekerasan, penindasan, atau korupsi,” ujar Gaurav Madan, Juru Kampanye Hak Hutan dan Lahan Senior di Friends of the Earth Amerika Serikat. “Meskipun sudah berulang kali diperingatkan, perusahaan-perusahaan seperti Procter & Gamble, Unilever, dan General Mills tetap bersikeras untuk menggunakan minyak kelapa sawit yang bermasalah dari AAL dalam rantai pasok mereka. Perusahaan-perusahaan ini menggembar-gemborkan komitmen mereka terhadap hak asasi manusia, sementara PBB terus memperingatkan tentang pelanggaran yang terus terjadi. Perusahaan dan investor harus memutuskan semua hubungan dengan AAL dan Jardine Matheson hingga konflik diselesaikan dan lahan yang diambil tanpa izin dikembalikan.”

Pada bulan November, organisasi masyarakat sipil Indonesia, TuK, mengajukan gugatan terhadap Bank Mandiri, AAL, dan anak perusahaan AAL, PT ANA, atas pelanggaran lingkungan hidup dan hak asasi manusia. 

Narahubung: 

Brittany Miller, Friends of the Earth AS, [email protected], (202) 222-0746
Uli Arta Siagian, WALHI, [email protected], +628 2182 61 9212
Danielle van Oijen, Milieudefensie, [email protected], +31634019215