Siaran Pers WALHI Kalimantan Barat Pontianak, 02 Mei 2017 Penerbitan Peraturan Pemerintah Nomor. 57 Tahun 2016 dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor. P.17/MENLHK/-SETJENKUM.1/2/2017 tersebut diatas adalah tindakan kongkrit negara dalam mewujudkan upaya perlindungan dan perbaikan ekosistem rawa gambut terdegradasi di seluruh wilayah Indonesia. Karena peraturan tersebut bersifat mandatori, maka ia mengikat seluruh pemangku kepentingan dibawahnya untuk menjadi implementor, mengawal, jika diperlukan memaksa dengan sanksi pidana agar private sector tunduk dalam memastikan peraturan tersebut berjalan di level daerah. Dalam hal yang lebih besar, turut serta dalam mendukung penyelamatan ekosistem rawa gambut sebagai pusat siklus hidrologis, penyimpan cadangan karbon dan oksigen serta kelestarian plasma nutfah. Di luar persoalan kondusifitas iklim investasi di bidang kehutanan, respon Pemerintah Daerah Kalimantan Barat terkait Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri LHK diatas telah mengabaikan fakta-fakta yang terjadi di lapangan, bahwa watak dan praktek korporasi kebun kayu atau HTI tidak berbeda dengan perkebunan besar kelapa sawit yang melahirkan berbagai konflik masyarakat, melanggar HAM melalui perampasan tanah dan menyebabkan krisis lingkungan hidup yang sulit terpulihkan.
Deforestasi dan kebakaran lahan-lahan gambut adalah bukti yang paling nyata dari praktek buruk industri kebun kayu dan perkebunan besar kelapa sawit di Kalimantan Barat. Anton P. Widjaya, Direktur Eksekutif Daerah WALHI Kalimantan Barat mengatakan “apapun alasannya, sikap Gubernur Kalimantan Barat yang secara terbuka melawan Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri LHK Republik Indonesia akan menjadi preseden buruk bagi perlindungan dan perbaikan tata kelola ekosistem rawa gambut di Indonesia. Sikap perlawanan tersebut, menempatkan kepentingan korporasi dan devisa negara dari kegiatan merusak ekosistem rawa gambut lebih penting dari pada inisiatif perlindungan dan perbaikan tata kelola ekosistem rawa gambut di Indonesia, khususnya di Kalimantan Barat. Kami meminta Pemerintah Daerah Kalimantan Barat tidak menutup mata atas fakta bahwa rezim keterlanjuran izin-izin konsesi kebun kayu berkontribusi terhadap penghancuran lingkungan hidup di Kalimantan Barat.
Karena itu Pemerintah Daerah Kalimantan Barat harus menunjukkan komitmen yang kuat untuk melakukan pembenahan tata kelola SDA khususnya di sektor kehutanan dan perkebunan dan upaya penegakan hukum yang tengah dijalankan pemerintah dan berbagai komitmen Presiden Joko Widodo lainnya, seperti moratorium dan pemulihan ekosistem gambut”. Di sisi lain kami melihat, hadirnya Peraturan Pemerintah Nomor. 57 Tahun 2016 dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor. P.17/MENLHK/-SETJENKUM.1/2/2017 ini adalah jawaban atas lemahnya komitmen penegakan hukum dan keterbatasan kemampuan daerah dalam melakukan pengawasan terhadap praktek-praktek korporasi perkebunan kelapa sawit dan hutan tanaman industri yang melanggar aturan, melahiran berbagai kerusakan lingkungan dan dampak-dampak sosial ekologis lainnya di Kalimantan Barat, sehingga membatasi okupasi korporasi atas lahan gambut dan menciutkan jumlah dan luasan izin usaha korporasi di atas lahan gambut yang dilindungi adalah keniscayaan yang harus didukung seluruh elemen masyarakat, kata Anton P. Widjaya. Pada akhirnya kami memandang, penolakan secara terbuka Gubernur Kalimantan Barat terhadap Peraturan Pemerintah Nomor. 57 Tahun 2016 dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor. P.17/MENLHK/-SETJENKUM.1/2/2017 terkait perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut dan pembangunan hutan tanaman industri bukan sekedar semangat perlawanan pemerintah daerah kepada presiden Joko Widodo untuk melindungi kepentingan ekonomi dan politik investasi di daerah semata, tetapi jauh lebih penting penolakan tersebut harus diimbangi dengan melakukan perubahan mendasar dalam penyelamatan ekosistem rawa gambut dan perbaikan tata kelola sumber daya alam di Kalimantan Barat.
Kami mendorong agar deforestasi dalam perluasan perkebunan kelapa sawit dan pembangunan hutan tanaman industri bisa dihentikan, melakukan penegakan hukum yang tegas terhadap praktek korporasi sawit dan HTI yang selama ini telah banyak melakukan pelanggaran hukum. Kami juga mendorong agar lahan-lahan gambut yang sudah mendapatkan izin usaha tetapi belum ada kegiatannya segera diambilalih oleh negara sebagai langkah perlindungan dan penyelamatan ekosistem rawa gambut serta HGU perkebunan yang telah selesai masa izin maupun yang bermasalah di Kalimantan Barat segera diambil-alih oleh negara dan diredistribuskan kepada rakyat sebagai bagian dari percepatan pelaksanaan reforma agraria. WALHI Kalimantan Barat Anton P. Widjaya (082112189747 - 0811574476)