Komunitas Lokal dan OMS Indonesia Ajukan Permohonan kepada Pemerintah Jepang (Dengan dukungan 73 Organisasi dari 24 Negara):
Terkait dengan Proyek PLTU Cirebon 2 di Jawa Barat, dimana Japan Bank for International Cooperation (JBIC), yang sepenuhnya dimiliki oleh pemerintah Jepang telah menandatangani perjanjian pinjaman sebesar US$731 juta dengan pemrakarsa proyek (yang diinvestasikan oleh Marubeni dan JERA), Mahkamah Agung Indonesia telah mengukuhkan putusan bersalah terhadap mantan bupati Cirebon atas dakwaan penyuapan. Menanggapi hal ini, pada tanggal 27 Agustus, empat organisasi dari komunitas lokal dan Organisasi Masyarakat Sipil Indonesia yakni: Rapel (Rakyat Penyelamat Lingkungan), KARBON (Koalisi Rakyat Bersihkan Cirebon), WALHI Jawa Barat, dan Eksekutif Nasional WALHI telah mengajukan surat permohonan kepada Kementerian Keuangan Jepang dan JBIC, menuntut mereka agar segera menangguhkan pinjaman untuk proyek tersebut dan mengambil langkah-langkah untuk memastikan kewajiban pelunasan terhadap pinjaman yang telah diberikan untuk proyek tersebut hingga saat ini. Permohonan tersebut juga didukung oleh 73 organisasi, termasuk organisasi-organisasi di tingkat internasional dan regional ditambah organisasi yang bekerja secara nasional di 24 negara. Masyarakat internasional juga menuntut agar pemerintah Jepang dan JBIC mengambil tindakan yang tepat sesuai dengan “Rekomendasi Dewan tentang Penyuapan dan Kredit Ekspor yang Didukung Secara Resmi” (Rekomendasi Penyuapan OECD).
Selama ini masyarakat setempat, yang khawatir tentang dampak negatif proyek terhadap mata pencaharian dan kesehatan mereka, terus menentang proyek tersebut, dan juga telah mengajukan keberatan kepada JBIC dan menuntut penangguhan pinjaman. Namun, Mei lalu, JERA mengumumkan di situs webnya bahwa operasi komersial Cirebon 2 telah dimulai. Dalam surat permintaan mereka, masyarakat setempat mengatakan bahwa “adalah ketidakadilan yang tidak dapat ditoleransi bahwa mata pencaharian dan kesehatan masyarakat setempat telah mengalami kerusakan akibat PLTU Cirebon 2, atau proyek-proyek yang kotor dan sarat korupsi yang selama ini memberikan keuntungan besar bagi perusahaan-perusahaan besar dan politisi lokal.” Tiga bank besar (SMBC, Mitsubishi UFJ, dan Mizuho) juga ikut membiayai proyek tersebut. Mengingat keterlibatan sektor publik dan swasta Jepang dalam proyek yang berjalan dengan tidak adil dan juga terkait dengan praktik suap, semua pihak dari Jepang harusnya mengambil tindakan segera dan tepat serta bertanggung jawab atas tindakan mereka selama ini.
Dugaan suap terkait PLTU Cirebon 2 telah mengemuka sejak 2019. Pada Maret 2023, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa mantan bupati Cirebon terkait serangkaian suap dan pencucian uang, dan mantan bupati Cirebon tersebut dinyatakan bersalah, termasuk pada kasus suap terkait PLTU Cirebon 2 dalam putusan pertama tertanggal 18 Agustus 2023 dan putusan banding tertanggal 17 Oktober 2023. Meskipun KPK dan terdakwa masing-masing mengajukan kasasi setelahnya, Pada 3 April 2024, Mahkamah Agung telah membuat keputusan untuk menolak kasasi tersebut.
Putusan pengadilan pertama dan kedua menguraikan secara rinci fakta bahwa pembayaran sebesar Rp 7,02 miliar diberikan kepada mantan Bupati Cirebon oleh Hyundai Engineering and Construction Co, dari Korea Selatan, kontraktor untuk pekerjaan konstruksi proyek tersebut. Selain itu, disebutkan adanya permintaan dari dua manajemen senior PLTU kepada mantan bupati agar izin segera diterbitkan dan demonstrasi warga diselesaikan, serta penyerahan 1 miliar rupiah kepada mantan bupati.
Berdasarkan Rekomendasi Suap OECD, JBIC telah mengungkapkan “Kebijakan Anti-Suap”, yang menyatakan bahwa JBIC akan mengambil tindakan yang tepat seperti “penangguhan atau pembatalan bagian pinjaman yang tidak digunakan”, dan “pembayaran di muka wajib” jika “suap telah terlibat.” Menanggapi secara serius keterlibatan mantan petinggi perusahaan proyek , yang merupakan peminjam langsung dari JBIC, dalam kasus suap di Cirebon 2, JBIC harus segera mengambil tindakan yang tepat dan cepat terhadap penggunaan dana publik yang telah diberikannya untuk proyek yang dipaksakan secara tidak adil tersebut, serta memenuhi akuntabilitasnya sebagai lembaga publik.
Berikut ini adalah teks lengkap surat permohonan organisasi dari komunitas lokal dan Organisasi Masyarakat Sipil Indonesia kepada Kementerian Keuangan dan JBIC.
Teks berbahasa Inggris bisa dibaca disini
Teks berbahasa Jepang bisa dibaca disini