Siaran Pers
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI)
Jakarta, 27 April 2020— Hermanus, pejuang agraria dan lingkungan hidup dari Desa Penyang, Kalimantan Tengah yang tengah menjalani sidang kriminalisasi menghembuskan nafas terakhir sekitar pukul 00.30 pada Minggu, 26 April 2020. Meningalnya Hermanus dapat diindikasikan bentuk tidak dioperasikannya hukum berdasar nilai kemanusiaan. Dalam kondisi sakit dan mengikuti proses dengan kursi roda, ia tetap dipaksa mengikuti persidangan. Permohonan penangguhan penahanan dan rawat inap di rumah sakit ditolak oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sampit. Bahkan Majelis Hakim masih mengagendakan lanjutan persidangan Hermanus pada hari ini, Senin, 27 April 2020.
Sebelum meninggal, Almarhum Hermanus ditahan di ruang tahanan Polres Kotawaringin Timur yang kapasitasnya sudah overload. Kondisi ini tentunya dapat diindikasikan sebagai penyebab meninggalnya Hermanus. Kondisi sakit dan ruang tahananan yang tidak layak mengakibatkan kondisinya menurun.
Kerumitan sistem birokrasi juga sebagai faktor lain penyebab Hermanus meninggal. Berdasarkan informasi yang diumpulkan WALHI, diketahui kepolisian menghubungi keluarga dan memberitahu Hermanus dalam kondisi sakit pada Sabtu pagi, 25 April 2020. Sayangnya, Hermanus baru diantar ke rumah sakit pada malah hari sekitar pukul 21.00 WIB.
Nur Hidayati, Direktur WALHI menyebut cerita sel mewah dan mudahnya para koruptor mendapatkan izin berobat tentu berbanding terbalik dengan kejadian ini. “Kami minta kepada Badan Pengawas Mahkamah Agung, Komisi Kejaksan, Propam Polri, Kompolnas dan istansi yang berwenang untuk memeriksa Hakim, Jaksa dan Polisi yang menghambat proses berobat yang dimohon Almarhum Hermanus dan penasehat hukumnya. Termasuk Komnas HAM harus responsif menyikapi kejadian ini,” sebutnya.
Meninggalnya Hermanus ditengah proses persidangan memperlihatkan begitu tajamnya hukum kepada rakyat kecil dan miskin. “Konflik agraria[1] merupakan akar masalah meninggalnya Hermanus pun harus segera diselesaikan. Dua terdakwa lain, James Watt dan Dilik harus dibebaskan,” tambah Nur Hidayati.
Atas meninggalnya Hermanus, kriminalisasi dan konflik agraria antara masyarakat Desa Penyang dengan PT. Hamparan Masawit Bangun Persada (perusahaan kelapa sawit), WALHI menuntut:
- Presiden Republik Indonesia untuk mengambil sikap tegas memerintahkan Menteri Agraria/ Kepala BPN, Gubernur Kalimantan Tengah dan Bupati Kota Waringin Timur untuk menyelesaikan konflik agraria agraria yang terjadi dengan mengembalikan tanah warga;
- Kapolri, Jaksa Agung dan Ketua Mahkamah Agung untuk memeriksa bawahannya yang mempersulit permohonan berobat yang diajukan Almarhum Hermanus dan penasehat hukumnya;
- Komnas HAM melakukan penyidikan kepada Polisi, Jaksa, Hakim dan PT. Hamparan Masawit Bangun Persada terhadap dugaan pelanggaran HAM dalam proses peradilan yang mengakibatkan meninggalnya Hermanus
- Kapolri memerintahkan kepada Polda Kalimantan Tengah dan Kapolres untuk menghentikan cara-cara penegakan hukum yang tidak adil terhadap konflik agraria antara masyarakat Desa Penyang dengan PT. Hamparan Masawit Bangun Persada;
- Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sampit untuk menerbitkan penetapan penangguhan penahanan terhadap James Watt dan Didik, sekaligus menjatuhkan putusan bebas dan memulihkan nama baik serta martabat Almarhum Hermanus serta James Watt dan Didik.
Narahubung:
- Dimas N. Hartono/ Direktur WALHI Kalimantan Tengah (+62 813-5270-4704)
- Ode Rakhman/ Kordinator Kampanye WALHI (+62 813-5620-8763);
- Ronal M. Siahaan Penasehat Hukum/ Manajer Pembelaan Hukum WALHI (+62 87775607994);
Informasi konflik bisa diakses di https://walhi.or.id/bebaskan-3-petani-desa-penyang-kab-kotim-kalimantan-tengah