Siaran Pers Bersama
Koalisi Organisasi Masyarakat Adat dan Masyarakat Sipil menyampaikan laporan
kepada Komite Penghapusan Diskriminasi Rasial, Perserikatan Bangsa-Bangsa
menolak segala ancaman terhadap hak masyarakat adat di Kalimantan
15 Juli 2020
Laporan ini menyoroti kerugian-kerugian besar yang menimpa masyarakat adat untuk pembangunan jalan dan, perkebunan dan pertambangan di sepanjang perbatasan Indonesia- Malaysia, yang semuanya membawa ancaman kerusakan segera, besar dan tidak dapat diperbaiki terhadap orang Dayak dan masyarakat adat lainnya di wilayah tersebut. Daerah ini kebetulan juga adalah wilayah leluhur dari 1-1,4 juta masyarakat adat Dayak. Beberapa komunitas telah dipindahkan secara paksa dan diperkirakan 300.000 warga adat lainnya terancam penggusuran.
Foto udara perkebunan kelapa sawit pertama masuk perbatasan Kabupaten Mahakam Hulu, Kalimantan Timur (Angus MacInnes, 2017)
Laporan ini dibangun di atas laporan sebelumnya yang diajukan oleh sekelompok masyarakat adat dan organisasi masyarakat sipil ke Komite CERD PBB pada tahun 2007. Menanggapi bukti yang disajikan, Komite CERD PBB mencatat: “dengan keprihatinan pada rencana untuk membangun perkebunan kelapa sawit di sepanjang lebih dari 850 km perbatasan Indonesia- Malaysia di Kalimantan sebagai bagian dari [Mega Projek KBOP], dan ancaman yang ditimbulkannya terhadap hak-hak masyarakat adat untuk memiliki tanah mereka dan menikmati budaya mereka.”
Pada tanggal 9 Juli 2020, empat belas (14) organisasi Masyarakat Adat dan HAM di Indonesia bersama Forest Peoples Programme menyampaikan laporan kepada Komite PBB tentang Penghapusan Diskriminasi Rasial (UN-CERD) yang meminta agar Komite tersebut mempertimbangkan situasi masyarakat adat Dayak dan masyarakat adat lainnya di Kalimantan,