Teror di Cibetus
Malam masih pekat di Kampung Cibetus. Tanggal 7 Februari, sekitar pukul 00.30 suara langkah berderap dan dentingan logam menggema, menghantam pintu-pintu rumah warga.
Tanpa peringatan, sekelompok orang berseragam hitam menerobos masuk ke rumah Ustadz Nana.
Pintu kayu didobrak dengan keras, membangunkan Saena, istrinya.
Saena yang baru saja terbangun hanya bisa mematung melihat sosok-sosok bertubuh tegap memasuki rumahnya.
Di dalam kamar, Ustaz Nana ikut terbangun, belum sempat memahami apa yang terjadi, tangannya ditarik dengan kasar, tubuhnya dipiting, dan dalam hitungan detik ia diseret keluar tanpa diberi kesempatan untuk bertanya atau melawan.
Saena berusaha meraih suaminya sambil menjerit-jerit. Moncong pistol menempel di dadanya, "Diam!" suara berat itu menghardik, membuat tubuhnya kaku, nyalinya seketika menghilang.
Di tempat lain, Ustadz Tubagus Cecep Supriadi yang sedang memimpin pengajian menerima kabar duka, saudaranya meninggal dunia.
Dengan langkah tergesa, ia menuju rumah duka, ingin melihat almarhum untuk terakhir kalinya.
Namun, di depan rumah duka, bayangan gelap menyergapnya. Ia diangkut paksa tanpa sempat mengucapkan doa.
Ambulan yang membawa jenazah tertahan, keluarga memohon agar mereka diberi jalan, tapi tak ada belas kasihan. Para penyergap membisu, mengabaikan jeritan dan tangisan keluarga almarhum.
Kekerasan Menyebar, Santri dan Kiai Diciduk
Ketua RT, Cecep Juarsa, menjadi target berikutnya. Saat terbangun, pintu rumahnya sudah setengah terbuka. Ia berusaha menutupnya, tetapi tangannya dicengkeram dari luar.
Sadar bahaya mengancam, Cecep kabur melalui pintu belakang. Begitu keluar, dua orang bertubuh tegap menyergapnya.
Ia melawan, namun dua orang lagi datang, membuatnya terdesak.
Saat tubuhnya dijatuhkan ke tanah, Damar, keponakannya, datang mengalihkan perhatian penyerang.
Cecep menggunakan kesempatan itu untuk meloloskan diri, namun Damar ditangkap.
Sementara itu, di sudut lain kampung, Abdul Rohman yang rumahnya juga didobrak, meloloskan diri lewat jendela.
Ia berlari dalam kegelapan. Suara tembakan membuatnya terkejut dan kurang awas, ia tergelincir jatuh ke dalam jurang sedalam 5 meter, paha kanannya patah.
Malam itu, 2 kali Abdul Rohman pingsan, tak kuat menahan sakit. Pagi hari ia ditolong oleh istrinya yang sejak semalam terus mencarinya dengan cemas.
Di Kampung Anyar, Desa Cipayung, pukul 03.00 dini hari. Pesantren Riyadus Solihin yang biasanya tenang berubah menjadi tempat horor.
Pintu kobong (pondok santri) didobrak keras. Kiai Saepi dan 5 santrinya diangkut. Mereka menghilang dalam bayang-bayang malam, meninggalkan pintu kayu yang rusak sebagai saksi kebrutalan.
Fajar menyingsing, tetapi teror belum berakhir. Pukul 06.00, Kiai Syaepi setelah menjalani interogasi di Polsek Ciomas. Lima santrinya tetap ditahan di Polda Banten tanpa penjelasan.
Pukul 07.30, lima mobil polisi berseragam coklat datang, bergabung dengan pasukan hitam yang lebih dulu menangkap warga. Penyisiran menciptakan suasana mencekam.
Sore hari, tiga truk Brimob datang. Sepuluh orang turun dengan langkah cepat penuh ancaman, menuju Pondok Pesantren Al-Istiqomah. Mereka mengetuk pintu dengan keras, hampir mendobrak.
Seorang perempuan keluar dan berkata, “Pak, kalau mau silaturahmi, sebaiknya bapak lebih sopan.” Suasana seketika hening. Sepuluh orang berseragam itu saling berpandangan, lalu pergi. Namun, itu bukan akhir.
Pukul 19.00, sepuluh truk Brimob kembali datang, lima berhenti di Cibetus, sisanya terus melaju ke desa sebelah. Mereka menyebar seperti bayangan yang mencari mangsa.
Teror Menyebar hingga Luar Cibetus
Pada 8 Februari pukul 02.00, rumah Haji Maher disergap, namun ia sedang tidak berada di rumah. Tak ingin pulang dengan tangan kosong, mereka menangkap Hajjah Yayat.
Malam itu, Cibetus benar-benar dalam cengkeraman ketakutan. Orang-orang ditangkap tanpa peringatan, tanpa surat, tanpa kepastian.
Pasukan hitam dan coklat terus berjaga di sudut-sudut kampung.
Ketegangan makin terus meraja, memaksa sebagian laki-laki meninggalkan Cibetus demi keselamatan. Perburuan warga meluas hingga Pandeglang, Jakarta, dan Bekasi.
Penjaringan, Jakarta Utara, 10 Februari, pukul 02.00 dini hari: Ridwan yang sedang memancing tiba-tiba disergap polisi. Alat pancingnya sekalian diangkut.
Pukul 05.00, Pandeglang: Abdul Rohman, yang kakinya patah, dijemput paksa saat menjalani pengobatan. Ia tak bisa melawan.
Hingga 13 Februari. Didi dan Usup ditangkap pukul 02.00 di tempat kerja mereka di di Ciputat, Tanggerang. Nasir ditangkap di Bekasi, juga di tempat kerjanya.
Teror terus berlangsung, memburu warga di mana pun mereka berada.
Up Date Warga yang ditangkap
- UN: diduga ditangkap 7 Februari, pukul 23.20, di rumahnya di Cibetus
- TCS: diduga ditangkap 7 Februari, pukul 13.00 di jalan depan rumah saudaranya Cibetus (dibebaskan)
- DM: diduga ditangkap 7 Februari, pukul 13.00 di Cibetus (ditangguhkan)
- HY: diduga ditangkap 8 Februari, pukul 02.00 di rumahnya di Cibetus
- SP: diduga ditangkap 8 Februari pukul 03.00 di Pondok Pesantren Riyadus Sholihin, desa Cipayung
- SM: diduga ditangkap 8 Februari pukul 03.00 di Pondok Pesantren Riyadus Sholihin, desa Cipayung
- FR: diduga ditangkap 8 Februari pukul 03.00 di Pondok Pesantren Riyadus Sholihin, desa Cipayung (ditangguhkan)
- SFN: diduga ditangkap 8 Februari pukul 03.00 di Pondok Pesantren Riyadus Sholihin, desa Cipayung (ditangguhkan)
- USF: diduga ditangkap 8 Februari pukul 03.00 di Pondok Pesantren Riyadus Sholihin, desa Cipayung (ditangguhkan)
- FRD: diduga ditangkap 8 Februari pukul 03.00 di Pondok Pesantren Riyadus Sholihin, desa Cipayung (ditangguhkan)
- RDN: diduga ditangkap sekitar pukul 02.00 dini hari di Penjaringan, Jakarta Utara
- AR: diduga ditangkap pukul 05.00 di rumah mertuanya di Pandeglang
- US: diduga ditangkap 13 Februari pukul 02.00 di tempat kerjanya di Ciputat, Tangerang
- DI: diduga ditangkap 13 Februari pukul 02.00 di tempat kerjanya di Ciputat, Tangerang
- NSR: diduga ditangkap 13 Februari di Bekasi
Adam Kurniawan
Public Engangement Eksekutif Nasional WALHI