Bilingual Version
Press release bersama
Lebih dari 50 CSO mendesak Consumer Brands untuk memutuskan hubungan dengan perusahaan minyak sawit Indonesia yang merusak
Organisasi masyarakat menuntut Procter & Gamble, anggota Consumer Goods Forum (CGF) berhenti berkontribusi dalam deforestasi dan pelanggaran hak asasi manusia.
Jakarta - Lebih dari 50 CSO yang terdiri organisasi berbasis komunitas dari seluruh dunia mengirim surat terbuka kepada consumer brand (perusahaan konsumen) hari ini menuntut mereka segera menangguhkan perusahaan minyak sawit terbesar kedua di Indonesia, Astra Agro Lestari (AAL), dari rantai pasokan dan bekerja untuk mengatasi keluhan masyarakat yang terkena dampak.
Surat tersebut ditujukan pada “Forest Positive Coalition” dari Consumer Goods Forum (CGF) – konsorsium merek konsumen ternama dunia menjelang pertemuannya selama New York City Climate Week, di mana perusahaan akan membahas komitmen mereka untuk mengakhiri komoditas yang mendorong deforestasi dan pelanggaran hak asasi manusia.
“Perusahaan konsumen yang bersumber dari AAL harus menangguhkan pembelian minyak sawit dan menggunakan pengaruh mereka untuk mengatasi komplain dan menyelesaikan konflik yang sedang berlangsung dengan masyarakat,” kata Hadi Jatmiko, Kepala Divisi Kampanye Eksekutif Nasional WALHI. “Perusahaan-perusahaan konsumen yang kuat ini memiliki tanggung jawab untuk membela petani, komunitas lokal, dan pekerja yang telah menderita kerusakan lingkungan dan kehilangan tanah dan mata pencaharian karena aktivitas AAL. Jika perusahaan konsumen tidak melakukan ini dalam rentang waktu tiga bulan, kami dapat menyimpulkan bahwa komitmen mereka benar-benar palsu.” tambahnya.
Sebuah laporan yang dirilis pada bulan Maret oleh Friends of the Earth US dan WALHI, organisasi advokasi lingkungan terbesar di Indonesia, menyoroti AAL dan anak perusahaannya dalam perusakan lingkungan, pelanggaran hak asasi manusia, perampasan tanah dan kekerasan terhadap masyarakat lokal di beberapa bagian Indonesia. Terlepas dari dokumentasi ekstensif dari pelanggaran ini, setidaknya 17 merek global, banyak yang menjadi anggota “Forest Positive Coalition” CGF, telah gagal untuk menangguhkan sumber minyak sawit dari AAL.
“Perusahaan memberikan lip service untuk hak asasi manusia sementara rantai pasokan mereka mendorong perampasan tanah dan kekerasan terhadap masyarakat adat,” kata Gaurav Madan, Juru Kampanye Hutan dan Lahan Senior di Friends of the Earth US. “Perusahaan konsumen yang kuat dengan sengaja mengabaikan bukti pelanggaran hak asasi manusia dan kerusakan lingkungan sambil menyatakan diri mereka sebagai juara 'keberlanjutan.' Pernyataan mereka terdengar hampa selama model bisnis mereka didasarkan pada kekerasan dan eksploitasi.”
Surat tersebut menjabarkan tuntutan CSO kepada AAL, termasuk mekanisme pengaduan yang efektif, protokol ketidakpatuhan dan penerapan kebijakan dan prosedur hak asasi manusia yang memastikan toleransi nol untuk kekerasan, intimidasi, pembunuhan dan kriminalisasi Pembela Hak Asasi Manusia dan Lingkungan.
Kerangka kerja internasional, seperti Pedoman OECD untuk Perusahaan Multinasional, mengamanatkan bahwa perusahaan konsumen ini (termasuk Procter & Gamble, Hershey's, Kellogg's, Unilever, Nestlé dan PepsiCo) memiliki tanggung jawab untuk menangani pelanggaran yang dilakukan oleh AAL secara terus-menerus terhadap hukum hak asasi manusia Indonesia dan internasional. Surat tersebut tidak hanya meminta perusahaan-perusahaan ini untuk menangguhkan pembelian dari AAL, tetapi juga untuk memastikan bahwa konflik yang sedang berlangsung dengan masyarakat diselesaikan dan ganti rugi diberikan sesuai dengan Prinsip-Prinsip Panduan PBB tentang Bisnis dan Hak Asasi Manusia.
CGF sebelumnya berkomitmen untuk mengakhiri deforestasi dalam rantai pasokannya pada tahun 2020 -- tenggat waktu yang gagal mereka penuhi. Dengan terus mendorong pelanggaran lingkungan dan hak asasi manusia melalui model bisnis mereka, perusahaan CGF memperburuk krisis iklim, sambil meragukan ketulusan komitmen iklim dan hak asasi manusia mereka.
Narahubung:
Public Engagement Walhi: +62 811 550 1980
----- ----- -----
Joint press release
50+ groups urge consumer brands to cut ties with destructive Indonesian palm oil company
Indigenous and community organizations demand Procter & Gamble, members of the Consumer Goods Forum stop enabling illegal deforestation, human rights abuses.
Jakarta - Over 50 Indigenous Peoples, civil society and community-based organizations from around the world sent an open letter to household consumer brands today demanding they immediately suspend Indonesia's second largest palm oil company, Astra Agro Lestari (AAL), from their supply chains and work to redress the grievances of impacted communities.
The letter is directed at the “Forest Positive Coalition” of the Consumer Goods Forum (CGF) – a consortium of the world’s top consumer brands – ahead of its meeting during NYC Climate Week, where companies are set to discuss their commitments to end commodity-driven deforestation and related human rights abuses.
“Consumer companies that source from AAL should suspend purchases of palm oil and use their leverage to redress grievances and resolve ongoing conflicts with communities,” said Hadi Jatmiko, Head of Campaign Division of WALHI National Executive. “These powerful global brands have a responsibility to stand up for farmers, local communities, and workers that have suffered environmental damage and loss of their lands and livelihoods at the hands of AAL. If consumer companies do not do this in a span of three months, we can infer that their commitments are really a sham.”
A report released in March by Friends of the Earth U.S. and WALHI, Indonesia’s largest environmental advocacy organization, implicated AAL and its subsidiaries in environmental destruction, human rights violations, land-grabbing and violence against local communities in parts of Indonesia. Despite extensive documentation of these abuses, at least 17 global brands, many being members of the CGF “Forest Positive Coalition,” have failed to suspend palm oil sourcing from AAL.
“Companies pay lip service to human rights while their supply chains drive land grabbing and violence against Indigenous communities,” said Gaurav Madan, Senior Forests and Lands Campaigner at the Friends of the Earth U.S. “Powerful brands are willfully ignoring evidence of human rights and environmental violations while proclaiming themselves champions of ‘sustainability.’ Their words ring hollow as long as their business model is predicated on violence and exploitation.”
The letter lays out the demands for AAL, including effective grievance mechanisms, noncompliance protocols and the adoption of human rights policies and procedures that ensure zero tolerance for violence, intimidation, murder and criminalization of Human Rights and Environmental Defenders.
International frameworks, such as the OECD Guidelines for Multinational Enterprises, mandate that these consumer companies (including Procter & Gamble, Hershey’s, Kellogg’s, Unilever, Nestlé and PepsiCo) have a responsibility to address AAL’s flagrant and persistent violations of Indonesian and international human rights laws and standards. The letter calls not only for these companies to suspend sourcing from AAL, but also to ensure that ongoing conflicts with communities are resolved and redress is provided in accordance with the UN Guiding Principles on Business and Human Rights.
The CGF previously committed to ending deforestation in its supply chains by 2020 -- a deadline they failed to meet. By continuing to drive environmental and human rights violations through their business models, CGF companies are exacerbating the climate crisis, while casting doubt on the sincerity of their climate and human rights commitments.
Contact Person:
Public Engagement Walhi: +62 811 550 1980