Siaran Pers Bersama
Pada hari Selasa, 19 September 2023, masyarakat Jorong Pigogah Patibubur Nagari Air Bangis dan masyarakat Bidar Alam Solok Selatan, didampingi Eksekutif Nasional Walhi, Walhi sumbar, LBH Padang melaporkan kasus konflik agraria dan pelanggaran di 2 lokasi ini. Masyarakat diterima oleh Wamen ATR/BPN Raja Juli Antoni, di kantor Kementerian ATR/BPN.
Perwakilan masyarakat dari Nagari Air Bangis menyampaikan konflik Agraria di Air Bangis. Mulai dari keberadaan wilayah kelola masyarakat yang berada pada hutan produksi, plasma dari HGU Bintara Tani Nusantara yang berada dalam kawasan hutan produksi kemudian dirampas oleh negara dan dikelola oleh PT HRN (Hutan rakyat Nusantara), yang kemudian legalitasnya tidak jelas.
Selanjutnya juga disampaikan usulan PSN yang akan merampas ruang hidup masyarakat. Usulan PSN ini pun patut diduga merupakan usulan dari 1 kelompok yang sama (HTR Sekunder, HRN dan Abaco) dengan menunggangi perizinan Perhutanan Sosial di dalamnya. Bahkan HTR sekunder juga akan mengusulkan perluasan izin seluas 15.000 ha di wilayah kawasan Hutan Produksi. Sehingga patut diduga invasi ini berkedok investasi di Nagari Air Bangis.
Selain itu keberadaan izin HTR Sekunder yang juga membuat masyarakat resah, karena tumpang tindih dengan wilayah kelola mereka. Keberadaan izin ini dibekingi oleh kepolisian (Brimob) dengan dalih pengamanan. Sampai saat ini kehadiran Brimob di Air Bangis hanya melahirkan ketakutan dan keresehan.
Sementara Diki dari LBH Padang menyampaikan bahwa proses kriminalisasi telah terjadi di Nagari Bidar Alam, Kab. Solok Selatan terhadap petani yang dilaporkan oleh PT RAP. Petani dituduh melakukan pencurian di lahan milik mereka sendiri. Bila ditelisik bahwa PT RAP ini tidak memiliki legalitas HGU sama sekali, sehingga aneh perusahaan yang tidak memiliki hak melaporkan petani pemilik lahan yang mengambil hasil kebunnya sendiri. Anehnya polisi malah menindaklanjuti dan berujung pada penahanan 5 masyarakat di Nagari Bidar Alam.
Wamen ESDM menyampaikan bahwa perlu pengayaan data dari semua kasus yang dilaporkan. Apakah mungkin masuk pada PTS atau program lain untuk mengakomodir permasalahan masyarakat dalam kawasan hutan. Terkait dengan PT RAP kami akan lihat status apakah HGU nya mati atau masih hidup.
Selanjutnya terkait masalah plasma HGU BTN di dalam kawasan hutan produksi, Wamen ATR/BPN meminta 2 minggu penyelesaian ini kepada Kantah BPN Sumbar dan Kantah Solok Selatan.
Kakanwil BPN Sumbar Sri Puspita Dewi menyampaikan bahwa permohonan HGU PT RAP telah dikembalikan pada Tahun 2018 karena belum clean and clear. Clean and clear karena sengketa dengan masyarakat, serta izin lokasi pun sudah dicabut oleh Bupati.
Selanjutnya Walhi Nasional menyampaikan legalisasi lahan masyarakat Bidar Alam untuk masyarakat bisa dilakukan dengan pertimbangan dan dasar telah dikuasai fisik oleh masyarakat.
Walhi Sumbar meminta pengakuan terhadap wilayah kelola masyarakat yang juga telah dikuasai secara fisik agar dilegalisasi oleh ATR/BPN, baik itu di Air Bangis maupun di Bidar Alam. Selanjutnya juga terkait dengan plasma PT BTN yang berlokasi pada kawasan hutan kemudian dirampas oleh negara dan dikelola sekarang oleh BTN harus dikembalikan ke masyarakat yang berhak atas itu.
Sementara, menurut Diki Rafiqi dari LBH Padang "Kementerian ATR/BPN hendaknya melakukan pemulihan hak masyarakat, melalui skema yang tersedia, jika tidak kriminalisasi pasti akan terus terjadi". Pungkasnya.
Narahubung:
Tommy Adam: 081288202488
Diki Rafiqi:+62 877-9446-2297