Press Release
Mencari Titik Terang Kematian Aktivis Lingkungan Hidup Golfrid Siregar
#JusticeForGolfrid
Jakarta, 13 Februari 2020—Empat bulan setelah meninggalnya sang aktivis Golfrid Siregar, hingga saat ini masih belum ada titik terang penyebab dari kematian Golfrid Siregar, alih-alih mendapat kejelasan justru dijauhkan dari fakta-fakta hukum yang ada.
Istri almarhum, Resmi Barimbing, menyampaikan kekecewaannya terhadap lambatnya pengungkapan kasus oleh negara, “Sampai sekarang belum ada kejelasan. Saya datang ke Jakarta, jauh-jauh dari Medan meminta negara untuk mengusut sampai tuntas kematian suami saya.”
Selain itu, beberapa fakta yang membuktikan adanya ancaman terhadap Golfrid dan keluarganya juga tidak pernah ditindaklanjuti oleh pihak kepolisian, “Jangan pergi kemana-mana kalau tidak sama aku, di Medan ini kita sudah tidak aman lagi, sudah banyak yang mencari-cari rumah kita”, ujar Resmi mengingat dengan jelas kalimat yang pernah diucapkan almarhum Golfrid sebelum kepergiannya.
Hal yang sama juga diamini rekan kerja Golfrid di Walhi Sumatera Utara, Roy, Manajer Advokasi dan Kampanye Walhi Sumatera Utara menyatakan bahwa intimidasi terhadap Golfrid sudah pernah disampaikan terhadap dirinya. Delapan bulan sebelum kematiannya, Golfrid sudah memperingatinya bahwa keadaan sudah menghawatirkan.
Koalisi menilai bahwa selama ini Kepolisian Daerah Sumatera Utara sebagai pihak yang menangani kasus kematian Golfrid menutup diri dari kuasa hukum dan keluarga korban dalam melakukan penyelidikan. Dokumen hukum atau informasi yang seharusnya menjadi hak korban dan keluarga, tidak diberikan, meskipun telah diminta. Hal ini merupakan bukti, bahwa kuat dugaan ada fakta hukum yang sengaja disembunyikan atau bahkan dikaburkan. Oleh karenanya, kesimpulan sementara Kepolisian Daerah Sumatera Utara yang menyatakan bahwa penyebab kematian Golfrid Siregar dikarenakan laka tunggal tidak dapat diterima dan diragukan, sebab penyelidik tidak transparan kepada keluarga korban. Kesimpulan ini terkesan terburu-buru tanpa didasari bukti-bukti dan rasionalitas yang kuat.
Pada 11 Oktober 2019, Polda Sumut dalam konferensi persnya menyatakan bahwa penyebab kematian Golfrid adalah murni kecelakaan lalu lintas tunggal. Meskipun demikian, keterangan dari Kepolisian Daerah Sumatera Utara masih menyisakan beragam keganjillan. Pertama, pihak kepolisian mengklaim telah menggunakan teknologi Traffic Accident Analysis (TAA) untuk mengetahui peristiwa dugaan kecelakaan. Dari teknologi itu, diketahui dapat memperoleh informasi berupa kronologi, pola kejadian, informasi teknis, kecepatan kendaraan dan kondisi infrastruktur. Akan tetapi, informasi yang diperoleh dari analisis TAA tersebut tidak ditampilkan dan disampaikan secara menyeluruh, hanya menginformasikan mengenai kondisi sepeda motor korban.
Contoh keganjilan lain, Kepolisian Daerah Sumatera Utara tidak menyampaikan secara utuh mengenai hasil otopsi yang sudah dilakukan kepada publik, dalam konferensi persnya Polda Sumut hanya menginformasikan pada lambung korban diduga terdapat cairan alkohol dan korban mengkonsumsi alkohol tersebut dengan jumlah yang cukup banyak. Pernyataan tersebut dapat menyesatkan opini publik dan dapat merugikan keluarga korban. Pasalnya, banyak luka yang membekas pada tubuh korban seperti di tempurung kepala bagian depan yang rusak, patah hidung, dan bagian tubuh lainnya yang tidak diumumkan. Dua keganjilan di atas hanyalah sebagian kecil dari keganjilan-keganjilan lain yang tidak dapat dibuktikan pihak kepolisian.
Golfrid yang merupakan manajer hukum WALHI Sumatera Utara meninggal dengan penuh kejanggalan pada 06 Oktober 2019. Ia mengalami luka parah pada bagian kepala, tempurung kepalanya retak yang membuatnya harus menjalani operasi di RSUP Adam Malik, Medan, setelah sebelumnya dirawat di RS Mitra Sejati. Namun janggalnya, bagian lain tubuhnya relatif tidak mengalami luka. Setelah tiga hari dirawat di rumah sakit, Golfrid menghembuskan nafas terakhirnya. Koalisi #JusticeForGolfrid menuntut Kepolisian Daerah Sumatera Utara sebagai pihak yang menangani kasus kematian Golfrid untuk segera menuntaskan kasus Golfrid Siregar secara profesional, akuntabel dan transparan.
Dari uraian singkat di atas, koalisi percaya bahwa Golfrid merupakan korban dari tindak kekerasan oleh orang yang tak diketahui. Hal ini sulit untuk dipisahkan, melihat aktivitas Golfrid sebagai pejuang lingkungan hidup dan HAM yang kerap kali menerima intimidasi, ancaman, kriminalisasi, hingga hilangnya nyawa. Kasus meninggalnya Golfrid Siregar juga membuktikan bahwa ancaman terhadap aktivis HAM dan pejuang lingkungan hidup di Indonesia masih terus terjadi.
Dalam upaya untuk mencari keadilan dan kebenaran atas kematian Golfrid, koalisi #JusticeForGolfrid telah melakukan berbagai upaya advokasi bersama istri almarhum, diantaranya melakukan audiensi dengan beberapa lembaga negara seperti KOMNAS HAM RI, Ombudsman RI, dan Kantor Staf Kepresidenan (KSP).
Sebagaimana fakta dan hal-hal yang sudah dijelaskan di atas, Koalisi #JusticeForGolfrid mendesak:
- Komnas HAM RI dan Ombudsman RI untuk membentuk tim pencari fakta terhadap kematian aktivis lingkungan hidup, Golfrid Siregar. Guna mengungkap fakta-fakta dibalik tewasnya Golfrid Siregar;
- Kapolri melalui Irwasum melakukan audit atas hasil penyelidikan yang telah dilakukan Kepolisian Daerah Sumatera Utara atas kematian Golfrid Siregar, yang diduga tidak dilakukan secara profesional, akuntabel dan transparan;
- Kompolnas untuk mengawasi dan memastikan berjalannya penyidikan kasus kematian Golfrid Siregar;
- Kapolda Sumatera Utara segera melakukan penyelidikan/penyidikan lanjutan dengan memperhatikan latar belakang korban sebagai aktivis lingkungan hidup dan membuka informasi seluas-luasnya bagi keluarga korban;
Jakarta, 13 Februari 2020
Koalisi #JusticeForGolfrid
_____English version_____
Seeking Clarity in the Death of Environmental Activist Golfrid Siregar
#JusticeForGolfrid
Jakarta, February 13, 2020 — Four months after the death of the activist, Golfrid Siregar, there has been no clear cause for his death. Instead of getting clarity, the case is kept away from the legal facts.
His wife, Resmi Barimbing, expressed her disappointment at the state’s slow pace in resolving the case, "Until now there has been no clarity. I came to Jakarta, all the way from Medan, to ask the state to investigate thoroughly the death of my husband."
In addition, the police has never followed up several facts that prove the existence of threats to Golfrid and his family, "Don't go anywhere if not with me, in Medan we are no longer safe, many have been looking for our house,” said Resmi, remembering clearly the sentences uttered by her husband before his passing.
Roy, the Advocacy and Campaign Manager of WALHI North Sumatra, also Golfrid’s partner, confirmed this by stating that the intimidation towards his partner has been ever confessed to him. Eight months before his death, Golfrid had warned him that the situation was alarming.
The Coalition considers that so far the North Sumatra Regional Police, as the party handling Golfrid's death case, has closed themselves from the victim’s legal counsel and family in conducting the investigation. Neither legal documents nor information that should be the right of the victim and the family was given, even if requested. This is the proof, of our strong suspicion, that there are legal facts that are deliberately hidden or even obscured. Therefore, the temporary conclusion of the North Sumatra Regional Police stating that the cause of death of Golfrid Siregar was due to a single-vehicle accident was unacceptable and doubtful, because the investigator was not transparent to the victim's family. This conclusion seems rushed without being based on evidence and strong rationality.
On October, 11, 2019, the North Sumatra Regional Police stated in a press conference that the cause of Golfrid's death was purely a single-vehicle accident. Even so, information from the North Sumatra Regional Police (Kepolisian Daerah Sumatra Utara) still leaves a variety of oddities. First, the police claimed to have used Traffic Accident Analysis (TAA) technology to find out the alleged accident. From the technology, information that includes the chronology, event pattern, technical information, velocity, and infrastructure can be obtained. However, the information obtained from the TAA analysis was not displayed and delivered in its entirety, only informing about the condition of the victim's motorcycle.
Another example of peculiarities, the North Sumatra Regional Police did not convey to public in full the results of the autopsy that has been conducted. In the press conference, the North Sumatra Regional Police only informed that there was alcohol in the victim’s stomach and that the victim consumed considerable amounts of alcohol. The statement can mislead the public’s opinion and disadvantage the victim’s family. It is because there are a lot of wounds left on the body such as the damaged front skull, broken nose, and other part of the body that is not announced. Two things above are only a small part of other peculiarities that cannot be proven by the police.
Golfrid who was the legal manager of WALHI North Sumatra died in unusual circumstances on October, 6, 2019. He suffered from severe head injury. His fractured skull forced him to undergo a surgery in RSUP Adam Malik, Medan, after previously treated in RS Mitra Jati. Strangely, other parts of his body were relatively unharmed. After three days in the hospital, Golfrid breathed his last. #JusticeForGolfrid Coalition demands the North Sumatra Regional Police as the party handling the Golfrid death case to immediately resolve the Golfrid Siregar case in a professional, accountable, and transparent manner.
From the brief description above, the coalition believes that Golfrid was a victim of acts of violence by unknown people. This thing is hard to be separated, realizing that Golfrid was an environmental and human right activist who was often intimidated, threatened, violated, and eventually lost his life. The death case of Golfrid Siregar also proves that the threats towards human right and environmental activists still continue to happen.
In an effort to find justice and truth over Golfrid's death, #JusticeForGolfrid's Coalition has conducted various advocacy efforts along with his wife, including holding hearings with several state institutions such as the Indonesian National Human Rights Commission (Komnas HAM RI), the Indonesian Ombudsman (Ombudsman RI), and the Presidential Staff Office (Kantor Staf Kepresidenan).
As with the facts and matters described above, the #JusticeForGolfrid Coalition urges:
- The Indonesian National Commission on Human Rights and the Indonesian Ombudsman to form a fact-finding team against the death of environmental activist, Golfrid Siregar, to uncover the facts behind his death;
- National Police Chief (Kapolri) through Chief of the General Supervision Inspectorate (Irwasum) to conduct an audit of the results of an investigation conducted by the North Sumatra Regional Police on the death of Golfrid Siregar, which was allegedly not carried out in a professional, accountable and transparent manner;
- National Police Commission (Kompolnas) to supervise and ensure the ongoing investigation of the case of Golfrid Siregar;
- North Sumatra Regional Police Chief (Kapolda Sumatera Utara) to immediately conducts investigations/further investigations by paying attention to the victim’s background as an environmental activist and opening the widest possible information for the victim's family;
Jakarta, February 13, 2020,
#JusticeForGolfrid Coalition