Jakarta, 18 April 2018 - Bertepatan dengan peringatan Hari Bumi (22/4) dan dalam rangkaian kegiatan Konsultasi Nasional Lingkungan Hidup (KNLH), WALHI meluncurkan penyelamatan Rimba Terakhir. Bertempat di Sumatera Utara, kampanye ini ingin mengajak publik untuk mengingat kembali bahwa Sumatera Utara merupakan wilayah yang hutan alamnya dihancurkan dalam kurun waktu yang panjang.
Seabad lalu perkebunan sawit masuk dan menjadi prototype bagi investasi perkebunan sawit, dilanjutkan dengan penghancuran hutan alam untuk kepentingan industri bubur kertas dan kertas. Namun sejarah gerakan lingkungan hidup di Indonesia juga mencatat, perjuangan rakyat yang begitu besar, kaum perempuan yang mempertahankan hutannya, ruang hidupnya, kebudayaannya dari ancaman investasi, berbasis korporasi skala besar. Hingga hari ini, perjuangan tersebut tidak pernah padam. WALHI menyadari, penyelamatan Rimba Terakhir yang tersisa tidaklah semudah membalik telapak tangan, terlebih momentum politik selalu menempatkan hutan dan kekayaan alamnya lainnya sebagai ladang untuk meraup pundi-pundi pendanaan untuk kepentingan politik kekuasaan. Hingga daya dukung dan daya tampung lingkungan diabaikan, hingga melupakan ada generasi mendatang yang berhak melihat dan merasakan hutan dengan seluruh fungsi ekologis dan nilai sosial budaya, termasuk sumber pengetahuan dan sumber hidup bagi masyarakat adat atau masyarakat lokal. “Dalam hal ini dukungan dari pelbagai pihak menjadi energi yang tak terhitung nilainya, termasuk dukungan dari para pekerja seni, musisi dalam kampanye penyelamatan Rimba Terakhir ini,” kata Khalisah Khalid, Kepala Departemen Kampanye dan Perluasan Jaringan WALHI. Andy Fadly Arifuddin, Rindra Risyanto Noor, dan Rival Hirman (Pallo) merupakan Sahabat WALHI yang mengambil bagian dalam kampanye penyelamatan Rimba Terakhir, yang akan diluncurkan dalam perhelatan Pekan Bumi pada 22 April 2018. Zenzi Suhadi, Kepala Departemen Kajian dan Pembelaan Hukum WALHI dan sekaligus sebagai Ketua Pelaksana KNLH dan pekan bumi mengatakan, dukungan dari musisi ini sangat berarti bagi perjuangan masyarakat dan gerakan lingkungan hidup di Indonesia dalam menyelamatkan rimba terakhir yang kini semakin terancam. Pallo menjelaskan bahwa penghancuran hutan dan kerusakan lingkungan menjadi keresahan kita bersama, dan sebagai musisi saya tidak bisa tinggal diam.
Saya harus mengambil sikap. Mendukung kampanye penyelamatn Rimba Terakhir adalah bagian dari sikap dan komitmen saya untuk menjaga bumi. “Setelah datang langsung ke ke Sungai Tohor, saya menyaksikan endiri bagaimana masyarakat lebih mampu mengelola kekayaan alamnya dan menjaga alamnya. Masyarakat bisa bedaulat di tanahnya sendiri”, ungkap Fadly. Rindra mengungkapkan bahwa Perjuangan Walhi untuk menyelematkan Rimba Terakhir dan Wilayah Kelola Rakyat harus didukung oleh lebih banyak orang, termasuk musisi. Karena itulah saya berada di sini, mendukung penyelematan lingkungan hidup, tambah Rindra. Bukan hanya di atas panggung, bahkan jauh sebelumnya, Fadly dan Rindra datang langsung ke lapangan pada momentum Festival Sagu, untuk mendukung perjuangan masyarakat Sungai Tohor di Kepulauan Meranti, untuk mendapatkan kembali hak-hak masyarakat atas lingkungan hidup dan wilayah kelolanya. Masyarakat Sungai Tohor sebelumnya menjadi korban kebakaran hutan dan lahan, akibat praktik buruk industri skala besar. Harapan kami, dukungan dari para pekerja seni, musisi khususnya akan dapat mengerakkan publik luas untuk menyelamatkan Rimba Terakhir, menyelamatkan lingkungan hidup, demi generasi hari ini dan generasi yang akan datang. --- s e l e s a i --- Keterangan lebih lanjut tentang Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) dapat dilihat di www.wp_walhi.local Narahubung Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Malik Diadzin Email : maliqdiazin@gmail.com Telp : 0818 0813 1090