ORANG PULO BERKEBUN
(Inisiatif warga pulau pari dalam menjaga suplai pangan keluarga ditengah pandemi Covid-19)
Berada di tengah laut pantai utara Jakarta yang dapat ditempuh selama 45 menit menggunakan kapal cepat atau 120 menit menggunakan kapal kayu dari daratan kota Jakarta, telah memposisikan pulau pari sebagai salah satu tujuan warga Jakarta dan sekitarnya, untuk melepas penat dan menjauh sementara dari kebisingan dan hingar bingar kota. Eksotisme pulau pari yang memiliki luas lahan sekitar 41 Ha serta didiami oleh lebih dari 300 kepala keluarga tidak lepas dari semangat warga dalam membangun kemandirian melalui potensi pulau yang ada serta konsep pengelolaan pariwisata pulau berbasis komunitas yang memungkinkan wisatawan merasa lebih nyaman.
Kemandirian yang telah diasah puluhan tahun oleh warga melalui tahapani trial and error yang panjang, hingga sampai pada satu titik dimana wisata berbasis komunitas sebagai pilihan sumber ekonominya, seolah kembali diuji oleh kejadian pandemi Covid-19 yang sempat memutus akses transportasi ke daratan yang berdampak pada kelancaran suplai kebutuhan pangan serta mobilitas warga karena adanya pembatasan ketat. Pembatasan akses tersebut serta kekhawatiran akan penyebaran virus juga telah berdampak serius terhadap sektor pariwisata yang selama ini menjadi andalan sumber ekonomi warga.
Berbagai inisiatif telah dilakukan oleh warga untuk mempertahankan keuangan keluarga seperti kembali melaut (mencari ikan) untuk setidaknya memenuhi kebutuhan konsumsi keluarga, mengolah ikan asin untuk memaksimalkan nilai ikan hasil tangkapan yang harganya rendah hingga membuat gerakan tanaman pekarangan untuk memenuhi suplai pangan keluarga.
Kegiatan “Kebun Warga Pulau Pari”, program kolaborasi WALHI, KPA, AMAN dan Yayasan Kehati merupakan bentuk dukungan kongkrit organisasi masyarakat sipil terhadap inisiatif yang sudah dimulai oleh warga pulau pari, kebun warga pulau pari untuk tahap pertama dikelola di lahan seluas + 600 m2 yang konsep kelolanya mempertimbangkan situasi dan kondisi lapangan yakni: pulau kecil, lahan berpasir, intensitas panas tinggi serta tanah minim humus dan lain-lain. Pola tanam intensif, bedengan bermulsa, pemakaian paranet pengurang paparan panas serta irigasi tetes yang memungkinkan penggunaan air lebih hemat di lahan dengan porositas tinggi adalah pilihan yang tidak bisa dihindari demi untuk memaksimalkan hasil.
Proses pengolahan lahan hingga siap ditanami memakan waktu yang cukup panjang (lebih dari 2 bulan), selain karena prosesnya yang manual dengan hanya mengandalkan alat cangkul, arit dan garpu juga lahannya telah dipenuhi oleh akar ilalang dan rumput tali. Warga terutama yang tergabung dalam organisasi rakyat FP3 pulau pari, baik dari kalangan perempuan maupun laki-laki secara konsisten mengerjakannya hampir setiap hari dengan pembagian waktu sesuai waktu luang yang dimiliki, seperti kelompok laki-laki yang akan bekerja mencangkul jika sedang tidak melaut karena cuaca di laut yang tidak kondusif, dan kelompok perempuan bekerja membersihkan gulma dan akar-akaran setiap sore hari.
Pengerjaan kebun yang berproses ini memiliki nilai positif, dimana lahan kebun menjadi area sosial baru masyarakat untuk saling bercerita dan bercengkrama sambil tetap bekerja, juga menemukan hal baru yang bermanfaat bagi kesehatan dengan menemukan, mengenali dan memanfaatkan akar ilalang sebagai bahan herbal, juga jenis tanaman umbi (sumber karbohidrat) yang dulunya banyak dikonsumsi oleh warga pulau pari, temuan lapangan ini seolah menggali kembali pengetahuan tradisional mereka yang telah terkubur lama tentang keragaman sumber pangan dan herbal yang mereka miliki dan telah lama dimanfaatkan oleh orang tua mereka dahulunya. Dan seperti biasa, akhir cerita selalu ditutup dengan gagasan baru untuk melestarikan pengetahuan dan keragaman vegetasi di pulau pari dengan merencanakan blok khusus tanaman herbal dan umbi pari di salah satu area yang akan digarap nanti.
Proses berkebun terus berlanjut hingga benih ditanam dan tumbuh menjadi batang-batang tanaman yang hijau, proses ini semakin membuat warga semakin semangat untuk lebih mengenal dan memahami jenis dan karakter tanaman, tahapan perkembangan tanaman hingga pengelolaan dan perawatan yang lebih efektif dan efisien. Tahapan belajar inilah yang kemudian kita kenal sebagai methode learning by doing yang diaplikasikan dalam proses pengorganisasian rakyat. Method learning by doing yang diterapkan dalam proses berkebun di pulau pari ini tentu saja dilatar belakangi juga oleh karakter umum social masyarakat yang memang bukan petani, karakter umum warga pulau pari adalah nelayan dan peramuwisata.
Kebun warga pulau pari kini telah jadi walaupun baru satu blok dari 6 blok yang direncanakan, pengetahuan akan budidaya tanaman juga perlahan mulai tumbuh seiring dengan pertumbuhan tanaman mentimun, kangkung, bawang merah yang mereka tanam. Harapan baru untuk lebih bisa mandiri terutama dalam menghadapi situasi krisis diluar kendali mereka seperti pandemi Covid-19 ini tidak lagi hanya sebatas wacana semata. Dan kedepannya warga berharap setidaknya dapat memenuhi 20% kebutuhan sumber pangan harian mereka dari jenis sayuran dan rempah dapat dipenuhi dari kebun-kebun warga yang telah dan akan dibuat nanti. []