Pekanbaru, 31 Juli 2017 – Paska pencabutan permohonan preaperadilan terhadap Polda Riau terkait pengehentian penyidikan perkara karhutla atas nama terlapor PT. Riau Jaya Utama (PT RJU); PT. Perawang Sukses Perkasa Indonesia (PT PSPI) dan; PT. Rimba Lazuardi (PT RL), WALHI kembali mengajukan permohonan yang sama pada tanggal 25 Juli 2017. Permohonan praperadilan ini teregister dengan Nomor 13/Pid.Pra/2017/PN.Pbr. Pengajuan Permohonan tersebut merupakan bentuk komitmen WALHI untuk melawan penghentian penyidikan perkara karhutla yang abai terhadap kepentingan keadilan ekologis. WALHI berharap proses persidangan ini nantinya tidak lagi dipimpin oleh Hakim Sorta Ria Neva yang diragukan integritas dan kelayakannya sebagai hakim bersertifikat lingkungan. Riko Kurniawan, Direktur Eksekutif Daerah WALHI Riau menyatakan, “WALHI tetap akan konsisten menolak kesewenang-wenangan POLDA Riau dalam penerbitan SP3 dan berharap persidangan yang dijadwalkan pada Selasa 01 Agustus nantinya dapat menghadirkan keadilan bagi rakyat Riau. “ WALHI berharap praperadilan yang dipimpin oleh Fatimah, S.H., M.H., selaku hakim tunggal dalam persidangan praperadilan ini dapat melahirkan putusan yang berkeadilan. Selain itu, putusan hakim nantinya juga diharapkan dapat mengobati kekecewaan masyarakat Riau yang telah dicederai rasa keadilannya oleh POLDA Riau melalui penghentian penyidikan terhadap korporasi yang seharusnya bertanggungjawab atas bencana ekologis di Riau!”, ungkap Riko Kuasa hukum WALHI, Aditia Bagus mengatakan “bahwa penghentian penyidikan yang didasari tidak cukup alat bukti dalam penerbitan SP3 tersebut merupakan bentuk pengabaian fakta hukum yang dilakukan POLDA Riau, dan melalui mekanisme praperadilan ini kami meminta hakim untuk memerintahkan POLDA Riau membuka kembali penyidikan terhadap PT. Riau Jaya Utama (PT RJU); PT. Perawang Sukses Perkasa Indonesia (PT PSPI) dan; PT. Rimba Lazuardi (PT RL), yang merupakan tiga diantara 15 korporasi yang terindikasi bertanggungjawab atas kebakaran hutan dan lahan di Riau namun dihentikan proses penyidikannya oleh POLDA Riau”.
Semoga hakim nantinya dapat melihat bahwa penghentian penyidikan dengan dalil tidak cukup alat bukti merupakan dalil yang tidak berdasar dan kami Tim Kuasa Hukum WALHI nantinya akan membuktikan hal tersebut dipersidangan” tegasnya. Even Sembiring, Manajer Kajian Kebijakan Eksekutif Nasional WALHI yang juga bagian dari tim kuasa hukum menambahkan bahwa terdapat cacat prosedur dalam penerbitan SP3 tersebut. “Kami akan meyakinkan hakim bahwa penghentian penyidikan yang dilakukan oleh POLDA Riau cenderung dipaksakan dan mengabaikan unsur tindak pidana, khususnya unsur kelalaian dalam menjaga areal konsesi perusahaan yang berimbas pada kabut asap di Riau. WALHI percaya bahwa selain praperadilan kali ini dipimpin oleh hakim yang berintegritas, Tim Kuasa Hukum juga telah mempersiapkan diri lebih matang dari sebelumnya, sehingga diharapkan putusan yang lahir nantinya akan menjadi momentum kemenangan rakyat Riau dalam perjuangan melawan asap ” imbuhnya. Direktur Eksekutif Nasional WALHI, Nur Hidayati menegaskan bahwa pencabutan permohonan praperadilan sebelumnya mengisyaratkan Indonesia sudah seharusnya memiliki pengadilan khusus lingkungan hidup guna memutus rantai impunitas kejahatan lingkungan hidup yang dilakukan korporasi, dan melindungi lingkungan hidup Indonesia untuk generasi yang akan datang. “Dengan menghadirkan pengadilan lingkungan hidup nantinya, UU 32/2009 memiliki wadah penguat dalam menjerat korporasi perusak lingkungan hidup yang sudah termasuk dalam kategori extraordinary crime, dan dapat menghadirkan keadilan ekologis serta melindungi kearifan lokal masyarakat” tutup Nur Hidayati. Narahubung:
- Riko Kurniawan (081371302269)
- Aditia Bagus (081277741836)