Jakarta- Tiga warga pulau pari akan mengajukan banding atas putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara yang menyatakan mereka bersalah dan memvonis enam bulan penjara, 7 november lalu. Pasalnya, pertimbangan yang digunakan Majelis Hakim dinilai keliru karena menggunakan pertimbangan hukum yang tidak tepat. Koalisi Selamatkan Pulau Pari (KSPP) mengatakan dalil UU 28 Tahun 2009 tentang pajak dan retribusi yang dipakai hakim salah. Sebab, ketiadaan izin yang dimiliki oleh warga dalam mengelola pantai perawan adalah permasalahan hukum administrasi dan bukan termasuk sanksi pidana. “Sehingga sanksi yang diberikan selayaknya teguran, dan bukan pidana,” ujar Ony Mahardika, Koordinator KSPP. Apalagi, masyarakat Pulau Pari diketahui telah lama mengelola lokasi wisata tersebut.
Selama 4 tahun, masyarakat secara swadaya telah membangun banyak fasilitas yang menunjang pariwisata di wilayah itu. “Dan, selama itu pula, pemerintah lokal tidak pernah mensosialisasikan adanya pelarangan donasi. Padahal, mereka mengetahui warga melakukan pengambilan donasi,” sambung Ony. Tak ayal, KSPP pun membantah tuduhan aksi pemerasan dengan ancaman yang dilakukan tiga warga pulau pari itu. Terlebih, saksi pengunjung yang dihadirkan dalam persidangan juga tidak menyatakan adanya ancaman seperti bentakan, suara keras, mata melotot hingga ancaman fisik lainnya yang ditujukan kepada mereka. Karena itu, KSPP menganggap upaya banding harus digunakan. Ini dilakukan untuk menghadapi putusan Majelis Hakim PN Jakarta Utara yang tidak terbukti dan berpotensi menjadi acuan untuk melakukan kriminalisasi masyarakat lain yang mengelola wilayah pesisir. “Negara seharusnya menjamin keadilan sosial bagi kehidupan masyarakat pesisir,” tutur Ony.
- Ony Mahardika – 082244220111
- Tigor Hutapea – 081287296684