Siaran Pers Forum Perduli Pulau Pari (FP3) Tanah Untuk Nelayan Jakarta, 9 Mei 2018. Hari ini Rainbow Warrior, kapal layar Greenpeace singgah di Pulau Pari, Kepulauan Seribu, Jakarta. Hal ini bentuk dukungan atas perjuangan warga Pulau Pari dalam mempertahankan hak kelola pulau dan tanah mereka dari ancaman privatisasi. Tahun 2014 - 2015 yang lalu Badan Pertanahan Nasional (BPN) mengeluarkan sekitar 77 sertifikat di atas tanah Pulau Pari. Sertifikat-sertifikat ini kemudian dinyatakan maladminstrasi oleh Ombudsman Republik Indonesia pada awal April 2018. "Perjuangan warga Pulau Pari menghadapi kekuatan modal dan rintangan keras, beberapa warga bahkan dikriminalisasi. Untuk mendukung perlindungan hak nelayan dan pelestarian lingkungan, Greenpeace menolak tegas privatisasi pulau-pulau kecil. Kehadiran kapal Rainbow Warior di Pulau Pari adalah bentuk solidaritas Greenpeace untuk mengingatkan Pemerintah Indonesia tidak melakukan privatisasi pengelolaan pesisir dan pulau-pulau kecil." Kata Arifsyah, Jurukampanye Laut Greenpeace.
Perjuangan warga Pulau Pari seperti tiada bertepi di tengah banyaknya pihak yang menyatakan berpihak pada rakyat. Presiden membagi-bagikan sertifikat tanah di tempat lain, sementara di tempat lainnya pula hak dan tanah warga dirampas. "Kami senang Rainbow Warrior singgah di Pulau Pari, semoga solidaritas Greenpeace dan Rainbow Warrior ini didengar Pemerintah Indonesia sehingga terketuk hatinya untuk menolak privatisasi di Pulau Pari." Kata Sulaiman ketua Rukun Warga (RW) di Pulau Pari. "Dengan kehadiran Kapal Rainbow Warrior ini kami juga berharap adanya dukungan luas publik termasuk dari masyarakat internasional yang senasib dan sedang menghadapi persoalan serupa seperti yang kami alami," tambahnya. Warga Pulau Pari adalah penduduk yang sudah mengelola lahan setempat secara turun temurun. Mereka hanya mempunyai tanah tempat rumah mereka berdiri saat ini, sementara hidup mereka juga bergantung pada kelestarian laut. Kini, tanah 41 hektar yang ditempati oleh 32 Kepala Keluarga itupun terancam dan sedang dirampas oleh perusahaan yang menguasai tanah seluas 44.500 hektare di seluruh Indonesia. "Ini ketimpangan penguasaan tanah yang luar biasa.
Negara harus hadir di Pulau Pari melalui Reforma Agraria untuk memberikan kepastian hukum atas penguasaan tanah oleh warga Pulau Pari." kata Fatilda dari Walhi. "Negara dan Pemerintah harus memberikan keadilan bagi warga Pulau Pari. UUD 45 mengamanatkan bahwa rakyat berhak atas tempat tinggal dan penghidupan yang layak. Itu hak konstitusi warga Pulau Pari." Kata Tigor dari KIARA, juga menegaskan. Di Pulau Pari, para aktivis Rainbow Warrior akan bertemu dengan warga dan turut memberikan pernyataan sebagai dukungan terhadap Perjuangan Warga Pulau Pari. Setelah itu, warga Pulau Pari bersama seluruh perwakilan masyarakat sipil yang hadir juga melakukan penanaman bibit mangrove sebagai wujud kesamaan visi dan aksi bersama terus memperjuangkan hak nelayan dan kelestarian lingkungan.** Narahubung Media:
- Sulaiman, RW Pulau Pari: 08 38 19 38 27 70
- Arifsyah Nasution: 08 11 14 00 350 (Greenpeace)
- Tigor Hutapea: 08 12 87 29 66 83 (KIARA)
- Fatilda Hasibuan: 08 12 60 76 75 26 (WALHI)