slot terbaikcapcut88pastigacor88slot thailandslot pulsaslot pulsaslot gacor hari inislot pulsaslot danaslot gacor hari inislot gacor gampang menangslot gacor maxwinslot gacor 2024slot gacor resmislot pulsaslot gacor 2024slot gacor hari inislot gacor terbaikslot pulsaslot gacor terbaikslot gacor hari inislot danaslot gacor terpercayaagen slot gacorslot gacorslot gacor viralslot pulsa
RZWP3K Bukan Keranjang Sampah, Kepentingan Investasi Yang Menghancurkan Lingkungan Hidup dan Hak-Hak Masyarakat Adat Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil | WALHI

RZWP3K Bukan Keranjang Sampah, Kepentingan Investasi Yang Menghancurkan Lingkungan Hidup dan Hak-Hak Masyarakat Adat Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

Pemerintah berharap dapat memajukan pembangunan pesisir melalui percepatan Peraturan Daerah (Perda) Rencana Zonasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K). Dimana, jika Perda RZWP3K pada masing-masing provinsi ditetapkan, maka kemenko maritim optimis konflik di 34 wilayah pesisir segera teratasi.[1] UU No. 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil sebagaimana telah diubah dengan UU No. 1 Tahun 2014 (“UU PWP3K”) memandatkan bahwa: “Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah suatu pengoordinasian perencanaan, pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil yang dilakukan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah, antarsektor, antara ekosistem darat dan laut, serta antara ilmu pengetahuan dan manajemen untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.” Selanjutnya perencanaan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (PWP3K) tersebut, mencakup penyusunan; a) Rencana strategis wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (RSWP3K), b) Rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (RZWP3K), c) Rencana pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (RPWP3K), dan d) Rencana aksi pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (RAPWP3K). Penyusunan RSWP3K merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam rencana pembangunan jangka panjang daerah, sedangkan RZWP3K merupakan arahan pemanfaatan ruang yang diselaraskan dan diserasikan dengan rencana tata ruang wilayah (RTRW) provinsi dan kabupaten atau kota. Pemerintah telah melakukan perubahan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Nasional melalui PP No. 13 Tahun 2017 karena pengaruh dinamika pembangunan nasional, khususnya sektor infrastruktur yang memberikan pengaruh terhadap penataan ruang wilayah sehingga muncul sebuah tuntutan untuk peninjauan kembali terhadap RTRW Nasional.

Pemerintah berusaha menunjukkan keseriusan untuk memperluas kawasan lindung tetapi juga membuka ruang yang sebesar-besarnya untuk proyek-proyek strategis nasional yang juga mengintervensi wilayah pesisir dan perairan, termasuk pulau-pulau kecil. Penekanan untuk memperketat peraturan zonasi juga dilakukan namun hanya pada wilayah-wilayah konservasi, termasuk di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Sebuah manuver perubahan kebijakan, juga telah dilakukan oleh Presiden Jokowi dengan melakukan perubahan pada Peraturan Presiden No. 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional (PSN). Salah satunya ada Pasal yang menjadi fokus Pemerintah untuk dilakukan perubahan, yaitu : Pasal 19 ditambahkan 1 (satu) ayat yaitu ayat (3) yang selanjutnya untuk mengakomodir proyek-proyek strategis terdahulu (termasuk MP3EI) di daerah-daerah yang belum termuat dalam RTRW, RDTR Daerah, RZWP3K yang diusulkan ke dan/atau inisiatif Menteri ATR/BPN untuk diberikan rekomendasi kesesuaian tata ruang atas lokasi PSN. Untuk menilai apakah Perda RZWP3K tersebut sejalan dengan perlindungan terhadap nelayan tradisional, masyarakat adat pesisir dan pulau-pulau kecil, dan lingkungan hidup, telah ada berbagai kebijakan yang dapat menjadi alat untuk menganalisis rancangan perda RZWP3K tersebut. Berbagai alat analisis tersebut dari mulai (1) UUD 1945; (2) Putusan Mahkamah Konstitusi terhadap Uji Materil UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil; (3) UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil beserta perubahannya UU No. 1 Tahun 2014; (4) UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang beserta dengan peraturan turunannya; (4) UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup; (5) UU No. 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan Dan Pemberdayaan Nelayan Pembudi Daya Ikan Dan Petambak Garam (6) Permen KP No. 34/PERMEN-KP/2014 tentang Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil beserta dengan Pedoman Teknis Penyusunan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) Kabupaten/Kota. 

Rezim open access membuat masyarakat nelayan tradisional dan masyarakat adat menjadi golongan masyarakat pesisir yang relative rentan/lemah dalam berkompetisi untuk mengakses sumberdaya pesisir dan laut. Sejatinya RZWP3K justru akan membatasi berlakunya rezim ‘open access’ karena setiap orang yang memanfaatkan perairan pesisir dan pulau-pulau kecil diarahkan sesuai daya dukung, potensi, dan zonasi peruntukan ruangnya. Akan tetapi, dalam pelaksanaannya seringkali menimbulkan protes dari berbagai kalangan masyarakat karena dianggap mengabaikan sejumlah hal. Kerap kali, hak-hak wilayah kelola masyarakat, keseimbangan ekosistem dan hak sosial budaya masyarakat setempat serta perlindungan wilayah masyarakat hukum adat di perairan pesisir yang sudah ada dan berlaku secara turun temurun malah terabaikan. Dimana, perencanaan zonasi masih dianggap hanya berpihak pada investor semata dan dijadikan keranjang sampah investasi yang merusak. Tuntutan

  1. Perlu adanya Walidata dan kejelasan kelembagaan hingga ke tingkat daerah yang berwenang dan memiliki mekanisme adopsi dan verifikasi terhadap status dan fungsi wilayah kelola masyarakat (adat, tradisional dan lokal) di pesisir dan pulau-pulau kecil.
  2. Pemerintah harus mendorong dan menjadikan wilayah kelola masyarakat termasuk perencanaan partisipatif dari masyarakat sebagai salah satu rujukan penetapan Peraturan Daerah tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Perda RZWP3K).
  3. Setiap Perda RZWP3K harus memasukan hak-hak perlindungan masyarakat nelayan tradisional yang sebagimana diatur dalam UU No 7 Tahun 2016 , terlebih kepada kelompok rentan lainnya yang akan terdampak seperti perempuan nelayan dan pesisir yang tidak dipenuhi hak-haknya.
  4. Setiap Perda RZWP3K harus memegang prinsip partisipasi dan pelibatan masyarakat dalam proses rencana pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik, proses pengambilan keputusan publik dan alasan dari pengambilan keputusan public, karena merupakan salah satu ciri dari penyelenggaraan negara demokratis.
  5. Setiap Perda RZWP3K harus mempertimbangkan keserasian, dan keseimbangan dengan daya dukung daya tampung lingkungan hidup seperti ekosistem, fungsi pemanfaatan dan fungsi perlindungan, dimensi ruang dan waktu, dimensi teknologi dan sosial budaya, serta fungsi pertahanan dan keamanan, keterpaduan pemanfaatan berbagai jenis sumber daya wilayah kelola masyarakat dan kualitas lahan pesisir, serta wajib mengalokasikan ruang dan akses masyarakat dalam pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang mempunyai fungsi sosial dan ekonomi.

Narahubung:

  • Ony Mahardika (Manager Kampanye Pesisir, Laut dan Pulau Kecil - WALHI) - 082244220111
  • Imam Hanafi (Kepala Divisi Advokasi - JKPP) - 085252725155
  • Asmar Exwar (Direktur Eksekutif Daerah WALHI Sulsel) – 081242121825

[1] https://maritim.go.id/jika-perda-rzwp3k-ditetapkan-kemenko-maritim-optimis-konflik-di-34-wilayah-pesisir-segera-teratasi/