Siaran Pers Fraksi Rakyat Indonesia/FRI
JAKARTA -- Sidang DPR mengenai pembahasan Omnibus Law RUU Cipta Kerja (Cilaka) pada Senin, 20 April 2020 yang dilakukan secara daring atau online membuktikan kekhawatiran publik, yaitu rakyat kehilangan akses dan tidak bisa berpartisipasi. Hilangnya partisipasi publik berimplikasi serius yaitu tidak sahnya sidang-sidang yang berlangsung, sehingga dokumen apapun yang dihasilkan dalam proses tersebut juga menjadi tidak sah.
Aliansi masyarakat sipil dalam Fraksi Rakyat Indonesia/FRI menemukan beberapa modus sidang online melalui aplikasi Zoom yang katanya terbuka yaitu 1) warga dikeluarkan dari ruang online setelah menyampaikan aspirasi yang berbeda, 2) ruang online dikunci sehingga publik tidak bisa masuk meskipun sudah mencoba berkali-kali. Kondisi serupa juga dialami beberapa jurnalis yaitu dikeluarkan dari ruang online.
Atas kondisi tersebut, tidak mengherankan jika publik dihambat maupun dibatasi untuk mendengarkan sidang DPR. Apalagi, dalam sidang tersebut, seorang anggota DPR sempat mengatakan "jangan sampai dokumen yang kita bahas tersebar keluar, nanti menjadi perdebatan yang tidak perlu".
"Artinya rakyat tidak diharapkan untuk mengikuti proses pembahasan RUU yang akan menimpa mereka. Hal ini menunjukkan partisipasi publik hanya menjadi formalitas seperti pernyataan anggota DPR lainnya yaitu "masukan kita dengar tapi tidak harus semua diakomodir" yang terdengar saat sidang berlangsung," ujar Asep Komarudin dari Greenpeace, salah satu lembaga yang tergabung dalam FRI.
Tommy Indriadi dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) mengungkapkan dia dikeluarkan dari ruang online saat mengikuti sidang DPR melalui aplikasi Zoom. Bahkan, admin (host) sidang online DPR tersebut kemudian memblokirnya sehingga tidak dapat kembali masuk ruang online. "Apabila perlakuan DPR kepada publik tersebut disamakan dengan sidang di DPR/offline maka sama artinya DPR menutup pintu sidang dan/atau mengeluarkan masyarakat dari ruang sidang yang diketahui memiliki suara dan pandangan berbeda dengan apa yang sedang dibahas," ujarnya.
Penghilangan partisipasi publik secara sengaja dalam pembahasan Omnibus Law RUU Cilaka tersebut jelas melanggar Pasal 96 UU 12/2011. Di dalam Pasal 96 ayat (1) UU 12/2011 diatur bahwa masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis dalam Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Selain itu, Pasal 96 ayat (4) UU 12/2011 menyatakan setiap RUU harus dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat. Di dalam kondisi krisis pandemi Covid-19, DPR juga belum memiliki protokol untuk partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan fungsi-fungsi legislasi, pengawasan, dan anggaran mengingat keterbatasan mobilitas publik.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas FRI menyatakan:
1. Pembahasan RUU Omnibus Law Cipta Kerja cacat hukum karena tidak melibatkan publik.
2. Tunda agenda legislasi DPR selama Pandemi Covid-19 karena terbukti rakyat tidak bisa berpartisipasi di dalam pembahasannya.
Jakarta, 20 April 2020
Fraksi Rakyat Indonesia
Narahubung
Asfinawati +628128218930
Wahyu +62 821-1239-5919
Asep Komarudin +6281310728770
Tommy +6281219801940
Tentang Fraksi Rakyat Indonesia (FRI)
Fraksi Rakyat Indonesia merupakan gerakan rakyat sipil yang terdiri atas berbagai organisasi/lembaga/kelompok masyarakat yaitu: Konfederasi Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI), Sentra Gerakan Buruh Nasional (SGBN), Konfederasi Serikat Nasional (KSN), Pergerakan Pelaut Indonesia, Jarkom Serikat Pekerja Perbankan, Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (SINDIKASI), Kesatuan Perjuangan Rakyat (KPR), Federasi Pekerja Pelabuhan Indonesia, LBH Jakarta, AEER, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Universitas Kristen Indonesia, Aksi Kaum Muda Indonesia (AKMI), Federasi Pelajar Indonesia (Fijar), Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi-Dewan Nasional (LMND DN), YLBHI, ICEL, JATAM, WALHI, KPRI, Epistema Institute, HUMA, GREENPEACE, PWYP, AURIGA NUSANTARA, ICW, Solidaritas Perempuan, KIARA, Perempuan Mahardhika, IGJ, Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN), DEMA UIN Jakarta, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), RMI-Indonesian Institute for Forest and Environment, CM, Solidaritas Pekerja VIVA.co.id (SPV), Pusat Studi Agraria (PSA) IPB, Trend Asia, Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Sajogyo Institute (SAINS), BEM Universitas Indonesia, KontraS, PurpleCode Collective, SERASI, GPPI, Sekolah Mahasiswa Progresif (SEMPRO), Forum Peduli Literasi Masyarakat (Filem), BORAK (Border Rakyat), AKAR-FMK (Akademisi Kerakyatan-Federasi Mahasiswa Kerakyatan), ELSAM, BEM KM IPB, Sajogyo Institute,