Siaran Pers
Grup menuntut keadilan setelah lebih dari setahun pelanggaran terdokumentasikan dan telah sembilan perusahaan barang konsumen menangguhkan AAL dari rantai pasok mereka.
Jakarta/Washington– Pekan lalu, Astra Agro Lestari (AAL)–perusahaan kelapa sawit terbesar kedua di Indonesia–mengumumkan telah menunjuk konsultan independen Eco Nusantara untuk menyelidiki lebih lanjut pelanggaran lingkungan dan hak asasi manusia yang dilakukan oleh tiga anak perusahaan AAL di Sulawesi Tengah dan Sulawesi Barat, Indonesia . Kelompok Friends of the Earth (Walhi merupakah Friends of the Earth Indonesia), sebagai pengadu asli dalam kasus melawan AAL, tidak dikonsultasikan dalam pengembangan kerangka acuan untuk penyelidikan baru.
“Masyarakat terdampak dari operasi AAL telah menegaskan bahwa mereka tidak lagi membutuhkan penyelidikan lebih lanjut,” kata Uli Arta Siagian, Manager Kampanye Hutan dan Perkebunan Walhi/Friends of the Earth Indonesia. “Setiap hari keadilan ditunda adalah hari lain keadilan ditolak. Bukti yang muncul selama setahun terakhir seharusnya cukup bagi AAL untuk mempertanggungjawabkan tindakannya. Namun, perusahaan malah memilih mengintimidasi masyarakat yang tanahnya diambil paksa. Kementerian ATR/BPN harus memastikan bahwa AAL dimintai pertanggungjawaban atas pelanggaran yang dilakukannya dan petani menerima kembali tanah mereka.”
Maret 2022, Walhi dan Friends of the Earth US menerbitkan laporan yang merinci bagaimana anak perusahaan AAL yaitu PT Agro Nusa Abadi (ANA), PT Lestari Tani Teladan, dan PT Mamuang terlibat dalam perampasan tanah, perusakan lingkungan dan kriminalisasi pembela hak asasi manusia lingkungan. Sembilan merek konsumen, termasuk PepsiCo, Hershey’s, dan Mondelez, telah menangguhkan sumber minyak sawit dari AAL pasca laporan tersebut diterbitkan.
Meskipun pengawasan meningkat, AAL memilih untuk meningkatkan konflik dengan masyarakat yang terkena dampak. Bulan lalu, Brimob bersenjata lengkap mengancam petani di tanah yang diperebutkan antara masyarakat dan anak perusahaan AAL, PT ANA. Khususnya, PT ANA telah beroperasi selama lebih dari satu dekade tanpa HGU–izin hukum yang diperlukan untuk mengolah tanah.
Agustus 2022, Eco Nusantara melakukan investigasi awal terhadap AAL dan merilis laporan verifikasi yang secara luas menegaskan banyak pelanggaran.
“Kami mengharapkan investigasi baru Eco Nusantara untuk menegaskan apa yang telah terungkap: bahwa AAL beroperasi di tanah masyarakat tanpa persetujuan mereka,” kata Gaurav Madan, Senior Forests and Lands Campaigner di Friends of the Earth AS. “AAL harus bertanggung jawab atas degradasi lingkungan dan pelanggaran hak asasi manusia dan karenanya diperlukan untuk memperbaiki kerusakan yang ditimbulkannya. Kerangka acuan untuk penyelidikan baru ini harus diumumkan untuk kepentingan transparansi penuh. Dunia sedang menonton.”
Masyarakat yang terkena dampak, kelompok Friends of the Earth, dan organisasi masyarakat sipil internasional menyerukan kepada AAL untuk mengembalikan tanah kepada masyarakat yang diambil tanpa persetujuan mereka, termasuk tanah yang petaninya memiliki sertifikat resmi; memberikan kompensasi kepada masyarakat atas hilangnya tanah dan mata pencaharian; membersihkan nama individu yang telah dikriminalisasi; dan mengeluarkan permintaan maaf publik atas pelanggaran lingkungan dan hak asasi manusia yang dilakukan.
Dalam pernyataan AAL yang mengumumkan penyelidikan baru tersebut, perusahaan menyampaikan permintaan maaf yang tulus kepada pihak mana pun atas ketidaknyamanan yang timbul dari kasus ini.
“Bagi petani yang kehilangan mata pencaharian, bagi pembela yang dijebloskan ke penjara, bagi tokoh masyarakat yang diancam dibunuh, ini bukan sekadar ketidaknyamanan,” kata Aulia Hakim, Juru Kampanye Walhi Sulteng. “Alih-alih memperlakukan komunitas yang merupakan pemilik sah tanah dengan hina, AAL harus menunjukkan kerendahan hati atas perannya dalam menebar konflik.”