Siaran Pers
Tim Advokasi Solidaritas untuk Masyarakat Adat Bangkal
Sebagai respon dan bentuk solidaritas atas peristiwa kekerasan yang menimpa masyarakat adat di Desa Bangkal, Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah hingga menimbulkan korban jiwa pada tanggal 7 Oktober 2023, 15 Organisasi Masyarakat Sipil yang tergabung dalam Tim Advokasi Solidaritas Untuk Bangkal merilis sebuah laporan untuk menjelaskan latar belakang dan kronologi peristiwa kekerasan dan dugaan Pelanggaran HAM yang terjadi di Bangkal berdasarkan fakta yang disampaikan oleh warga dan temuan langsung di tempat kejadian peristiwa.
Laporan ini didasarkan pada investigasi awal yang telah dilakukan oleh Tim Advokasi Solidaritas Untuk Bangkal. Investigasi tersebut dilakukan dengan melakukan penelusuran dan fact finding atau pencarian fakta secara langsung sejak tanggal 9 hingga tanggal 13 Oktober 2023. Temuan fakta yang berhasil dikumpulkan dan telah dikonfirmasi dengan berbagai dokumen-dokumen baik yang dikeluarkan resmi oleh pemerintah tingkat provinsi hingga pemerintah Desa Bangkal, perusahaan (PT HMBP 1), pemberitaan media serta pernyataan resmi dari pihak kepolisian. Dokumen tersebut dianalisis berdasarkan prinsip-prinsip hukum dan Hak Asasi Manusia kemudian.
Peristiwa yang terjadi di Desa Bangkal pada tanggal 7 Oktober tersebut, merupakan puncak dari kekerasan aparat yang terus menimpa masyarakat Desa Bangkal sejak September 2023. Aksi protes masyarakat sendiri telah berlangsung sejak 16 September 2023 hingga akhirnya “dipaksa” berhenti akibat timbulnya korban jiwa pada 7 Oktober 2023. Demonstrasi tersebut merupakan bentuk penyampaian aspirasi dan tuntutan kepada PT Hamparan Masawit Bangun Persada (PT HMBP) yang tak kunjung menepati janji dan menjalankan kesepakatan yang sebelumnya telah disepakati bersama masyarakat Desa Bangkal sejak tahun 2006, awal perusahaan ini beroperasi di Desa Bangkal.
Berdasarkan temuan tim, telah terjadi pengerahan aparat secara berlebihan untuk tujuan “pembubaran” demonstrasi masyarakat Desa Bangkal terhadap PT Hamparan Masawit Bangun Persada. Informasi yang berhasil dikumpulkan menunjukkan setidaknya 440 aparat yang berasal dari antara lain Satuan Brimob, Intelkam, Direktorat Samapta serta Direktorat Reserse Kriminal dikerahkan ke Desa Bangkal. Aparat tersebut diketahui berasal dari Polda Kalteng, Polres Kotawaringin Timur, dan Polres Seruyan. Pengerahan aparat yang berlebihan tersebut menyebabkan terjadinya represi terhadap warga Desa Bangkal, Tim juga menemukan fakta bahwa pada beberapa kesempatan aparat Kepolisian seringkali menembakkan senjata dengan gas air mata dan peluru secara sewenang-wenang pada warga desa hingga menyebabkan warga terluka dan puluhan ibu dan anak-anak mengalami trauma.
Puncak dari penggunaan kekuatan senjata secara sewenang-wenang tersebut adalah penembakan pada tanggal 7 Oktober yang menewaskan seorang warga dan mengakibatkan luka tembak serius seorang warga lainnya. Peristiwa tersebut merupakan bentuk extrajudicial killing atau pembunuhan di luar hukum. Temuan kami juga menunjukkan adanya warga yang menjadi korban penangkapan, penahanan dan penyiksaan serta upaya paksa penyitaan dan penggeledahan sewenang-wenang oleh aparat. Selain itu, kurang lebih 40 kendaraan bermotor milik warga juga dirusak dan diamankan oleh aparat Kepolisian dan sejumlah warga mengungkapkan kehilangan harta benda yang ada di dalam kendaraannya.
Pada akhirnya berbagai temuan tersebut menunjukkan adanya kekerasan yang cukup massif serta dugaan terjadinya Pelanggaran HAM kepada masyarakat adat di Desa Bangkal. Melalui Laporan ini kami mendorong berbagai pihak seperti Mabes Polri, Polda Kalteng, Komnas HAM, LPSK dan Kompolnas untuk mengambil langkah yang diperlukan demi mengusut tuntas peristiwa yang telah terjadi. Secara khusus, Kami mendesak kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI, untuk memulai dilakukannya penyelidikan melalui pembentukan Tim Pencari Fakta (TPF). Tuntutan ini mendesak untuk segera dilakukan mengingat berdasarkan penelusuran tim, pihak kepolisian, dalam hal ini Polda Kalteng dan Polres Kotawaringin Timur dan Polres Seruyan telah menunjukkan ketidak seriusannya dalam mengungkap fakta-fakta peristiwa secara profesional. Sikap aparat kepolisian seakan dalam posisi sebagai pembela dan pelindung perusahaan.
Hak-hak warga Desa khususnya para korban harus dipenuhi dan para pelaku harus mempertanggungjawabkan perbuatannya melalui mekanisme etik dan pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kami berharap agar peristiwa kekerasan yang dilatarbelakangi oleh konflik agraria antara masyarakat dan perusahaan tidak lagi terjadi. Negara dan aparaturnya harus menunjukkan keberpihakan pada masyarakat, bukannya melegitimasi represi atas nama keamanan bagi pelaku bisnis.
Unduh dokumen DISINI.
Jakarta, 15 Oktober 2023
Tim Advokasi Solidaritas Untuk Masyarakat Adat Bangkal
- Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN)
- Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN)
- Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS)
- Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI)
- Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI)
- Perkumpulan Transformasi untuk Keadilan Indonesia (TuK Indonesia)
- PW AMAN Kalteng
- WALHI Kalteng
- PROGRESS
- YBBI
- SOB
- Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA)
- Greenpeace Indonesia
- Sawit Watch
- LBH Palangkaraya
- LBH Genta Keadilan