(TITURA KALTIM) Kriminalisasi Masyarakat IKN menjelang Perayaan Kemerdekaan

Siaran Pers
Tim Advokasi Tanah Untuk Rakyat
(Titura) Kalimantan Timur

Di ujung Pemerintahan Jokowi, Peringatan Hari Kemerdekaan RI ke-79 dilakukan di Ibu Kota Nusantara (IKN) yang memakan anggaran fantastis sebanyak 87 miliar menjadi ironi sekaligus kabar buruk bagi masyarakat Desa Telemow, Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara. Situasi tersebut adalah ancaman kriminalisasi atau pemidanaan dengan itikad buruk dan penggusuran paksa karena tuduhan melakukan penyerobotan lahan yang saat ini diklaim oleh PT ITCI Kartika Utama milik Hashim Djojohadikusumo.

Selain lahannya diklaim oleh dengan PT ITCI Kartika Utama, Desa Telemow dengan penduduk sebanyak 3.916 jiwa ini juga masuk dalam kawasan pengembangan IKN.

“Jika Jokowi mencium bau penjajahan di Istana Jakarta dan Bogor, maka dari kasus Desa Telemow yang mengalami ancaman kriminalisasi dan terhimpit PT ITCI Kartika Utama serta kawasan pengembangan IKN kami melihat bentuk paripurna dari gambaran wajah kolonialisme baru selama 10 tahun Pemerintahan Joko Widodo,” ujar Teo Reffelsen, WALHI Nasional selaku moderator pada konferensi pers yang digelar pada Jumat (16/8/2024).

Selain itu, Tim Advokasi juga menilai, secara umum situasi ancaman tersebut akan semakin membayangi masyarakat desa di wilayah delineasi IKN dan mengukuhkan kolonialisme. “Karena UU IKN telah mengobral tanah dengan perizinan Hak Guna Usaha (HGU) selama 190 tahun, Hak Guna Bangunan (HGB) selama 180 tahun, dan Hak Pakai selama 160 tahun.”

Mengenai hal UU IKN, Tim Advokasi menganggap UU IKN bahkan lebih parah dari UU Agraria era kolonial Belanda yang memperbolehkan Hak Konsesi selama 75 tahun. “Tidak bisa dihindarkan jika kami menilai dalam 10 tahun Jokowi Memerintah, ada kemungkinan 190 tahun warga desa dalam wilayah delineasi IKN akan menderita,” jelas Edy.

Sedangkan kriminalisasi terhadap warga Desa Telemow yang dilakukan pemerintah, hari ini (16/08/24) tepat satu hari menjelang Peringatan Kemerdekaan RI ke-79, dua (2) perempuan Desa Telemow harus diperiksa oleh Penyidik Kepolisian Daerah Kalimantan Timur (Polda Kaltim), keduanya diperiksa sebagai Saksi dalam kasus tersebut berdasarkan laporan penyerobotan lahan, Koalisi menilai Polda Kaltim tidak dapat masuk terlalu jauh dalam kasus ini apalagi melakukan pendekatan hukum pidana.

“Kami menilai kasus ini murni kasus sengketa perdata dan administrasi, mengingat HGB PT ITCI Kartika Utama diterbitkan di atas wilayah Desa Telemow yang sudah ditempati oleh warga secara turun-temurun sejak Tahun 1912,” ucap Ardiansyah, Ketua PBH Peradi Kalimantan Timur.

Dalam prosesnya, para warga yang masih mempertahankan ruang hidupnya atas klaim HGB tersebut juga mendapatkan intimidasi dari berbagai pihak. Terutama, pihak keamanan PT ITCI Kartika Utama dan Aparat Penegak Hukum (APH).

Tindakan ini dinilai Tim Advokasi merupakan upaya pemerintah dalam menjalankan modus penyelundupan HGU/HGB. Tidak ada keterbukaan informasi terkait hal ini kepada warga terdampak. Sementara warga mempertahankan ruang hidupnya, intimidasi menjadi bentuk kekerasan yang dilakukan. “Berujung pada penyalahgunaan hukum melalui gugatan pidana untuk menakut-nakuti warga. Ketakutan mendatang, akan ada tindakan represif yang dilakukan oleh APH kepada warga dengan upaya pengusiran paksa,” kata Edy.

Dalam konteks Hak Asasi Manusia, warga memiliki hak untuk memperjuangkan dan mempertahankan hak hidup, hak atas tanah, dan mendapatkan lingkungan hidup yang nyaman serta aman.

Sebagai warga Telemow yang diperiksa hari ini, Tati, mengatakan intimidasi sudah dihadapi warga sejak 2017 silam. “Mereka datang mengancam kegiatan masyarakat di atas lahan ini dan disuruh berhenti. Karena masuk areal PT ITCI KU. Petugas keamanan PT ITCI KU yang mendatangi rumah-rumah warga, sempat difoto, tanpa persetujuan kami. Kami sepakat untuk tetap bertahan,” ungkapnya.

Tim Advokasi juga mengecam pemeriksaan yang dilakukan oleh Polda Kaltim saat ini karena pemeriksaan dalam tahap penyidikan ini cenderung dipaksakan karena dilakukan sehari menjelang perayaan hari kemerdekaan Republik Indonesia yang pertama dilakukan di IKN. Selain itu, kami juga juga mengecam tindakan-tindakan intimidasi yang sempat dilakukan oleh penyidik pada tanggal 07 Agustus 2024 di Desa Telemow dengan cara mendatangi rumah para saksi diiringi ancaman penggeledahan dan penyitaan rumah guna mendapatkan bukti berupa SKT Tanah asli yang dimiliki oleh saksi.

“Sosialisasi dan permintaan persetujuan serta pendapat warga tidak pernah dilakukan sejak klaim perpanjangan HGB PT ITCI Kartika Utama ini di 2017, bahkan warga mengetahui adanya HGB setelah ada papan plang, tidak hanya pemukiman bahkan beberapa fasilitas umum, Kantor Pemerintah Desa hingga Puskesmas juga tidak luput dari HGB.” ujar Teo Reffelsen.

Ia menambahkan, saat ini juga telah dilakukan pengajuan Keterbukaan Informasi kepada Komisi Informasi atas dokumen perpanjangan HGB PT ITCI KU dan berkas pengukuran. Perintah PTUN Samarinda juga sudah memerintahkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk memberikan salinan dokumen tersebut. Namun, hingga kini, belum ada dokumen yang dibuka kepada masyarakat menanggapi perintah tersebut.

Hormat kami,
TIM ADVOKASI TANAH UNTUK RAKYAT (TITURA) KALIMANTAN TIMUR

Narahubung:
Ardiansyah, Ketua PBH Peradi Balikpapan
Edi Kurniawan Wahid, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI)
Teo Reffelsen, Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI)