Pers Release
UU KUHP; Wujud Pembangkangan Konstitusi dan Kemunduran Demokratisasi Sumber Daya Alam
Jakarta, 6 Desember 2022 – Pada rapat paripurna hari ini, DPR RI mengesahkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) menjadi Undang-Undang. Pengesahan ini tetap dipaksakan ditengah gelombang penolakan masih terus bergulir.
Lagi-lagi, DPR RI menunjukkan wajah lembaga negara yang anti kritik. Sebagaimana sikap sejak awal, substansi aksi WALHI bersama masyarakat sipil tetap menolak pengesahan RKUHP yang dinilai masih memuat pasal-pasal bermasalah. WALHI menilai sejumlah pasal bermasalah dalam RKUHP di antaranya adalah pasal tentang living law, hukuman mati, penghinaan presiden, penghinaan terhadap pemerintah atau lembaga negara, penghinaan terhadap lembaga peradilan (contempt of court), penyelenggaraan pawai, unjuk rasa, atau demonstrasi. “Pasal-pasal tersebut berpotensi semakin mempersempit ruang demokrasi di Indonesia dan memperbanyak kriminalisasi rakyat. Saat ini saja, WALHI mencatat di tahun 2021 ada 53 kasus kriminalisasi dan jumlah ini diyakini akan bertambah dengan kehadiran UU KUHP” ungkap Puspa Dewy, Kepala Divisi Kampanye Anti Industri Ekstraktif.
Selain itu, ia mengungkapkan bahwa RKUHP masih menjadi cerminan bahwa hukum tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Cerminan ini terlihat dari pasal-pasal bermasalah yang juga memasuki pemidanaan ruang privat masyarakat. Sedang di sisi lain memberi keringanan bagi koruptor yang artinya melanggengkan korupsi di Indonesia. Begitupun pasal tindak pindana korporasi pada muatan pasal 46, 47, dan 48 yang mempersulit pemidanaan terhadap korporasi yang melakukan kejahatan karena bergantung pada kesalahan pengurus. ’’Aturan-aturan di RKUHP itu cenderung tajam ke bawah, tumpul ke atas karena mempersulit jeratan pada korporasi jahat yang melakukan kejahatan,’’ jelasnya.
UU KUHP yang masih memuat pasal-pasal anti demokrasi dan menguntungkan bagi korporasi, termasuk korporasi penjahat lingkungan, secara jelas telah bertentangan dengan mandat Konstitusi RI. RKUHP yang tidak mencerminkan kepentingan rakyat membawa Indonesia pada titik kritis, terutama titik pada penghancuran demokratisasi sumber daya alam, merampas wilayah kelola rakyat dan lebih jauh dari cita-cita keadilan ekologis. Untuk itu, WALHI menyatakan keprihatinan dan duka cita mendalam atas kemunduran demokrasi di Indonesia dan menjadikan Indonesia jauh dari pencapaian kesejahteraan dan kemakmuran rakyat sebagaimana yang dicita-citakan pada Konstitusi RI. UU KHUP ini kembali menegaskan bahwa pemerintah kembali melakukan pembangkangan atas konstitusi RI dan memperburuk demokrasi sumber daya alam di Indonesia.
Narahubung:
Satrio - Manajer Kajian Kebijakan WALHI (0813 3127 4900)